Dua minggu telah berlalu sejak saudara-saudara kita di Garut Jawa Barat mengalami musibah banjir bandang, bantuan segala rupa datang dari setiap penjuru. Posko-posko tanggap darurat bencana berjajar sepanjang jalan dengan spanduk bertuliskan nama lembaga dan gambar logo yang berbeda-beda (posko parpol juga banyak), meriahnya hampir sama dengan bazaar hari Minggu di sekitar alun-alun kota Garut. Tinggal pilih kalau hendak menyalurkan bantuan mau disalurkannya melalui posko yang mana? Atau pilih petugas dan relawan yang seragamnya sesuai dengan warna favorit anda juga boleh, atau datang langsung ke lokasi dengan bendera sendiri pun tidak ada yang melarang.
Niat baik tidak akan pernah ditolak, namun akan lebih baik jika sebelum memberikan bantuan kita mencari info dahulu mengenai barang dan jasa apa saja yang masih perlu disediakan untuk memulihkan wilayah pemukiman yang terdampak bencana. Bisa bertanya melalui relawan yang masih setia bertahan di lokasi, karena mereka yang lebih faham situasi dan kondisi terkini. Cari tahu juga daerah mana saja yang belum optimal tersentuh uluran tangan para donatur dan relawan. Jangan sampai bantuan yang sedianya layak menjadi tidak layak lagi karena sudah berlebihan seperti tumpukan pakaian di pinggir jalan raya yang kini menjadi bagian dari masalah kebersihan lingkungan di kota Garut.
Warga kampung Lame punya memori yang tidak akan terlupakan dalam sejarah banjir bandang kali ini, pasalnya jiwa mereka terselamatkan ketika musibah terjadi, karena saat detik-detik kejadian berlangsung, mereka semua sedang berkumpul di atas jembatan menyaksikan derasnya aliran air yang mengamuk di Sungai Cimanuk, tidak menyadari kalau ternyata pemukiman mereka sudah dilalui air bah setinggi atap, baru ketika berbondong-bondong pulang mereka mendapati mulut gang sudah penuh terhalang air pekat berlumpur, sampai dengan hari Sabtu (01/10/2016) masih terlihat bukti lewatnya air berbekas di dinding luar rumah warga. Karena tidak terdapat korban jiwa, kampung tersebut awalnya sepi bantuan, makanya Relawan dari komunitas pecinta alam REKAPALA dan komunitas pelestari lingkungan RAWAYAN beraksi disini. Karena warga kampung Lame tetap berstatus sebagai korban yang perlu diperhatikan. Aksi REKAPALA dan RAWAYAN tidak hanya cepat tanggap, tapi juga tepat sasaran.
Ketika mengunjungi kampung Lame, saya terkesima menyaksikan para relawan yang sedang asyik mengeruk lumpur dalam gorong-gorong, usia mereka relatif masih muda, baik yang laki-laki maupun perempuan sama saja rajinnya, sesekali bersenda gurau namun tangannya tetap cekatan, keruk - angkut - buang lumpur, begitu terus bolak-balik meski lelah dan seluruh tubuh bahkan wajah berlulur lumpur, bukan lumpur sehat ala salon spa melainkan lumpur kotor dengan bau khas comberan. Tidak hanya itu, mereka juga membuat jadwal jaga malam di beberapa titik sepanjang bantaran sungai Cimanuk, mengawasi ketinggian debit air dan meneruskan informasinya ke setiap titik pengamatan. Beda banget dengan aparat resmi yang katanya tidak bisa tanggap darurat karena biasanya menangani bencana gunung berapi, jadi belum punya pengalaman menghadapi bencana banjir bandang. Mungkin mereka lupa dengan pepatah “Learning by doing”.
Sejak bencana alam terjadi relawan datang dan pergi silih berganti, dengan usia yang beragam dari mulai kalangan remaja hingga orang dewasa, dari yang rapi jali sampai gayanya gaul abis, semuanya berbeda penampilan tapi tetap sama kelakuan, terpampang nyata di depan mata para warga saat mereka asyik selfie dengan latar belakang lokasi bencana, bahkan kami melihat ada komunitas yang memakai kaos seragam bertulikan “The Adventure……..” berpose dengan senyum merekah di atas jembatan berlatar belakang pemandangan sungai Cimanuk yang “indah” pasca banjir bandang, mungkin mereka habis bekerja atau akan bekerja di lokasi terdampak bencana seperti relawan REKAPALA dan RAWAYAN. Sungguh kerennya mereka ya…..
Kalau kawan ada yang ingin menjadi relawan, sebelumnya tanya hati nurani sendiri apakah mau jadi “Relawan Wangi” yang namanya harum di medsos karena banyak update status dan posting foto lokasi bencana?, atau jadi “Relawan Sejati” yang rela mengorbankan waktu, pikiran dan tenaganya untuk terjun langsung bergotong royong membantu warga sampai tuntas meskipun status tanggap darurat bencana di kota Garut sudah dicabut. Karena sesungguhnya bantuan terpenting itu adalah perawatan pasca bencana, bukan hanya pemulihan di lokasi pemukiman, tapi juga perbaikan alamnya yang sudah banyak alih fungsi, salah satunya fungsi hutan lindung sebagai daerah resapan air yang kini banyak menjadi perkebunan sayur.
Mudahan pemda setempat bisa mendukung aktivitas para relawan, tidak mempersulit birokrasi saat mereka membutuhkan sarana penunjang pekerjaan, jangan sampai bantuan terlambat datang karena birokrasinya serumit membagi harta gono gini di sidang perceraian selebritis. Semoga niat baik para donatur dan kerja ikhlas para relawan yang terlibat dalam pemulihan lokasi terdampak bencana alam banjir bandang beserta para pihak yang peduli dengan pelestarian lingkungan di Garut Jawa Barat, mendapatkan balasan kebaikan berlipat ganda dari yang Maha Kuasa.
“Barang siapa mempunyai sumbangan pada kemanusian dia tetap terhormat sepanjang jaman, bukan kehormatan sementara. Mungkin orang itu tidak mendapatkan sesuatu sukses dalam hidupnya, mungkin dia tidak mempunyai sahabat, mungkin tak mempunyai kekuasaan barang secuwil pun. Namun umat manusia akan menghormati karena jasa-jasanya.” Pramoedya Ananta Toer, Nyanyi Sunyi Seorang Bisu 2
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H