Bagi beberapa masyarakat, menikah bagaikan puzzle terakhir. Jika sudah lulus sekolah, bekerja, mapan, langkah selanjutnya agar hidup lebih lengkap yakni menikah.
Terlebih lagi, perempuan rata-rata dituntut stigma untuk menikah sebelum menginjak umur 25 tahun. Katanya sih, idealnya perempuan menikah muda. Padahal menikah bukan soal usia, kan?
Hal itu pula yang membuat pertanyaan "kapan nikah?" sering terlontar. Padahal mungkin, orang yang mereka tanyai belum memiliki kesiapan. Akhirnya, karena tekanan sekitar, mereka pun menikah secara terpaksa demi memenuhi tuntutan masyarakat. Kalau sudah begini, siapa yang salah?
Maka dari itu, menurut saya peran stigma dan masyarakat harus ikut andil, jangan melontarkan pandangan negatif pada orang yang belum menikah meski sudah cukup umur.Â
Kita tidak pernah tahu hal apa yang menjadi dasar pertimbangan seseorang belum ingin menikah. Bisa saja dia ingin fokus mengejar karirnya dulu, atau menyelesaikan pendidikan S2-nya.
Setiap manusia memiliki jalan hidupnya masing-masing, tidak perlu mengikuti standar masyarakat yang ada jika memang bersebrangan dengan prinsip hidupmu.
Menikah karena bosan sekolah
Terdengar konyol, tapi ada. Ketika saya scrolling media sosial, tak jarang anak sekolahan mengeluh akibat setumpuk tugas dan memilih ingin menikah sebagai penyelesaian. Beberapa dari mereka menganggap bahwa menikah merupakan solusi atas rasa bosan dan capek bersekolah.
Saya tidak ingin berkomentar panjang lebar, hanya akan melontarkan sebuah pertanyaan.
Jika menjalani sekolah (yang hanya bertahun-tahun) saja capek dan bosan, bagaimana berumah tangga (yang berlaku seumur hidup)?