Mohon tunggu...
Diani Aliya
Diani Aliya Mohon Tunggu... -

Selanjutnya

Tutup

Politik Pilihan

Pungutan Liar Pasar Babakan Raya, Dramaga

17 Desember 2018   16:47 Diperbarui: 20 Desember 2018   13:04 91
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Politik. Sumber ilustrasi: FREEPIK/Freepik

Pertumbuhan kegiatan pedagang kaki lima yang cukup pesat tanpa adanya penanganan yang baik dapat mengakibatkan ketidakaturan tata kota. Selain itu banyak pedagang kaki lima yang menjalankan aktifitasnya ditempat-tempat yang seharusnya menjadi ruang publik sehingga menyebabkan alih fungsi menjadi ruang komersil.  

Menurut Perpres No 125 Tahun 2012 tentang koordinasi penataan dan pemberdayaan pedagang kaki lima, bahwa pedagang kaki lima (PKL) adalah pelaku usaha yang melakukan usaha perdagangan dengan menggunakan sarana usaha bergerak maupun tidak bergerak, menggunakan prasarana kota, fasilitas sosial, fasilitas umum, lahan dan bangunan milik pemerintah dan/atau swasta yang bersifat sementara/tidak menetap dan penataan PKL dilaksanakan melalui penetapan lokasi PKL, pemindahan dan penghapusan lokasi PKL, peremajaan lokasi PKL dan perencanaan penyediaan ruang bagi kegiatan PKL.


Pada kenyataan yang ada, para pedagang kaki lima selama ini banyak yang menggunakan trotoar atau pinggir jalan untuk dijadikan sebagai tempat usaha. Lokasi ini dianggap lebih murah daripada harus memiliki kios tetap yang tentunya membayar uang sewa . 

Sesuai dengan Undang-Undang Nomor 28 Tahun 2009 tentang Pajak dan Restribusi Daerah bahwa PKL harus membayar pajak dalam usahanya tersebut. 

Lokasi sepanjang koridor jalan utama  adalah lokasi potensial khususnya dalam kegiatan perdagangan sehingga rentan dijadikan sebagai lokasi PKL, hal  ini dikarenakan lokasi di sepanjang koridor jalan merupakan  lokasi strategis yang mudah dicapai oleh masyarakat seperti yang terjadi pada jalan Babakan Raya, Dramaga, Jawa Barat. Para PKL inipun wajib membayar retribusi.

Pedagang Kaki Lima Babakan Raya, Dramaga, Kabupaten Bogor
Fakta yang lain pula bahwa ada biaya-biaya lain yang harus dibayarkan oleh PKL tersebut sebagai bentuk kebersihan, keamanan kepada para penguasa daerah. 

Banyak biaya-biaya yang harusnya tidak dibayarkan oleh para PKL yang ternyata membuat berat para PKL Babakan Raya tersebut.  

PKL Babakan Raya juga merasakan ada pungutan-pungutan seperti uang kebersihan, keamanan yang terus menerus mereka bayarkan. Padahal tanah tersebut adalah milik pemerintah, jalanan umum, trotoar yang bukanlah milik orang tertentu.

 Untuk bayar pendaparan retribusi masyrakat masih mengerti. Namun adanya biaya yang setiap harinya terus ditagihkan oleh oknum tertentu akan membuat gerahnya para PKL.

Melihat hal tersebut, ada dua sisi pengaruhnya terhadap ekonomi lokal. Pertama, keberadaan para pedagang di Babakan Raya membuat pendapatan masyarakat meningkat dan mempercepat perputaran roda perekonomian masyarakat Babakan Raya itu sendiri dan ramainya mahasiswa pendatang mengakibatkan meningkatnya pendapatan bagi para pedangang di kawasan Babakan Raya.

 Kedua, adanya pungutan liar bagi para pedagang tersebut dapat menurunkan kesejahteraan pedagang tersebut karena pungutan liar tersebut nyatanya dapat mengurangi penghasilan mereka sendiri.


Adapun ketetapan berdasarkan Permendagri No 41 tahun 2012 tentang pedoman penataan dan pemberdayaan pedagang kaki lima yang menyatakan bahwa penataan dilakukan untuk memberikan perlindungan hukum dan pengakuan terhadap keberadaan PKL dan juga dalam melakukan kegiatan usaha para PKL merasa aman, tenteram dan nyaman dengan tetap menjaga keindahan, kebersihan, kerapian, keamanan dan ketertiban lingkungan sekitarnya sesuai dengan lokasi yang sudah ditentukan.

Dengan pungutan pungutan tersebut kesejahteraan dari para pedagang kaki lima inipun menurun. Tentunya para pedagang kaki lima ini keberatan karena pendapatan yang diapatnyapun jadi berkurang. Walaupun adanya pungutan tersebut namun harga yang dijual penjual tersebut tidak dirubah karena takut tidak laku jika terlalu mahal.

Fenomena pemungutan liar dalam kegiatan usaha di jalan Babakan Raya berkaitan dengan teori pendekatan berbasis kekuasaan dalam ekonomi politik. Preman memiliki kekuasaan untuk meminta pungutan uang kebersihan, keamanan, dan biaya "orang meninggal" kepada pedagang kaki lima dan apabila pedagang kaki lima tidak membayar pungutan tersebut, bisa menciptakan konflik sosial antara pedagang dan preman.

Pendapatan pedagang kaki lima harus berkurang pendapatannya akibat pemungutan liar tersebut, hal tersebut semakin jadi beban jika pedagang kaki lima tersebut justru mengalami kerugian dalam usahanya namun masih harus membayarkan uang "meninggal" setiap harinya. 

Selain itu, pemerintah juga dirugikan, karena adanya regulasi yang dilanggar yaitu terkait pungutan liar. Hal tersebut membuktikan bahwa fenomena kasus pungutan liar di jalan Babakan Raya ini sesuai dengan teori kekuasaan terkondisi dimana orang yang menjalankan kekuasaan maupun yang tunduk pada kekuasaan tidak menyadari bahwa kekuasaan itu sedang dijalankan.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Politik Selengkapnya
Lihat Politik Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun