Mohon tunggu...
Dian Ferdinawan
Dian Ferdinawan Mohon Tunggu... Mahasiswa - Mahasiswa Program Studi Komunikasi dan Penyiaran Islam, Fakultas Dakwah dan Ilmu Komunikasi, Universitas Islam Negeri Mataram

"Mata dan Telinga Untuk Rakyat"

Selanjutnya

Tutup

Ilmu Sosbud Pilihan

Media Sosial sebagai Arena Pertarungan Opini Publik Jelang Pilpres 2024

24 November 2023   01:14 Diperbarui: 24 November 2023   01:21 393
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Ilmu Sosbud dan Agama. Sumber ilustrasi: PEXELS

Media sosial menjadi senjata utama dalam perkembangan proses politik Pilpres 2024 di Indonesia. Pesatnya penggunaan media sosial berpengaruh banyak terhadap perubahan interaksi masyarakat. Kita dapat melihat bagaimana proses komunikasi yang berkembang di dunia maya, memiliki relasi yang cukup intens dibanding dengan kekuatan interaksi sosial di dunia nyata. Bahkan kekuatan interaksi yang berkembang di dunia nyata, ditentukan oleh akumulasi dan intensitas dari proses komunikasi di dunia maya.

Indonesia bahkan tercatat sebagai Negara dengan populasi pengakses internet terbesar ketujuh didunia, dan penetrasi ataupun penggunaan internet naik secara signifikan tiap tahunnya. Porsi penggunaan terbesar yaitu media sosial dengan presentase sebesar 90 persen, yang artinya masyarakat Indonesia tiap individunya memiliki dua akun media sosial yang aktif disetiap perangkat.

Kecenderungan akibat penggunaan media sosial yang siginifikan meningkat di Indonesia, memudahkan konteks penyebaran informasi politik terkait Pilpres 2024 sangat cepat di konsumsi oleh masyarakat, apalagi algoritma media sosial yang secara otomatis mengikuti keinginan masyarakat, sebagai pengguna media sosial yang sangat memudahkan penyebaran informasi politik, baik informasi politik yang positif maupun negatif. Penyebaran informasi politik tentang Pilpres 2024 ini berlangsung secara intens di berbagai platform media sosial seperti, instagram, tiktok, twitter dan sebagainya, yang sangat mempengaruhi persepsi serta opini publik. 

Kita bisa melihat bagaimana pandangan masyarakat tentang tiga kubu Capres dan Cawapres yang saling melakukan kampanye secara rutin di media sosial. Hasil kampanye politik ini melahirkan persepsi dan opini publik yang mengakibatkan terjadinya pertarungan persepsi serta opini kemudian dibungkus dengan gagasan atau proposisi masyarakat di kolom komentar media sosial, kemudian dilanjutkan dengan perdebatan yang sangat intensif di kehidupan nyata oleh masyarakat, tentang masing-masing Capres dan Cawapres Pilpres 2024 yang akan dipilih.

Pertarungan Persepsi dan Opini Publik untuk Pilpres 2024

Polarisasi dukungan yang terjadi di dunia nyata adalah hasil akumulasi dari pertarungan persepsi dan opini publik yang berlangsung di media sosial. Bahkan pertarungan antar pendukung ini memanfaatkan berbagai macam isu politik sehingga mengakibatkan momentum keterbelahan pandangan masyarakat terhadap capres dan cawapres yang akan dipilih. 

 Tanyangan video tentang masing-masing kubu Capres dan Cawapres  di tiktok ataupun instagram, secara terbuka pasti terjadi pertarungan persepsi maupun opini yang membuat para pembaca menjadi terpengaruh.

Fenomena ini menjadi isu yang sangat menguntungkan sekaligus merugikan bagi para Capres dan Cawapres yang ada, karena memungkingkan polarisasi dukungan yang terjadi di dunia nyata menjadi berubah karena pertarungan persepsi dan opini publik di media sosial khususnya kolom komentar.

Uji Elektabilitas antara para calon di media sosial menjadi bahan pertarungan antara para pengguna media sosial untuk memberikan persepsi serta opini terhadap calon yang mereka dukung. Bahkan data pribadi, sifat, kinerja, cara menanggapi, cara menjawab pertanyaan masyarakat, masa lalu para calon-pun, menjadi bahan atau isu yang di perdebatkan di media sosial. Sehingga dalam konteks ini masyarakat yang menggunakan media sosial dipengaruhi oleh konteks pertarungan persepsi serta opini yang dilontarkan.

Selain itu, gugatan putusan MK (mahkamah konstitusi) tentang batas usia Capres dan Cawapres menjadi  isu yang hangat dibicarakan, karena masalah ini menimbulkan ketidakseimbangan demokrasi yang terjadi di Indonesia. Akibatnya pertarungan pesepsi dan opini masyarakat menjadi sangat intens di media sosial, dan tidak menutup kemungkinan kesenjangan sosial serta prespektif negatif masyarakat terkait politik bersih di Indonesia dapat terjadi akibat masalah ini.

Konteks pertarungan persepsi ini juga dapat memunculkan berbagai macam oknum yang memanfaatkan kesempatan ini menjadi ladang untuk menyebarkan pesan politik yang berbentuk hoaks, perundungan cyber, serta ujaran kebencian kepada pasangan Capres dan Cawapres  menjelang pemilu 2024 di media sosial, yang mengakibatkan ancaman bagi kualitas demokrasi digital di Indonesia.

Untuk itu pengawasan media sosial dalam Pemilu 2024 harus dimulai dari edukasi digital dan pendidikan politik yang masif, sebab kesadaran masyarakat terhadap politik yang bersih dapat mengantisipasi ancaman yang dapat merusak demokrasi.

Selain itu kehendak untuk menciptakan ruang publik yang sehat perlu menjadi kesadaran kita sebagai mahasiswa untuk membantu pemangku kebijakan pemilu. Dengan pengawasan digital dan edukasi yang intensif dan terintegrasi, karena menciptakan ruang digital yang sehat saat ini menjadi kunci penting untuk menjaga keberlangsungan demokrasi digital, Pemilu 2024 yang terbebas dari pertarungan persepsi dan opini yang negatif.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Ilmu Sosbud Selengkapnya
Lihat Ilmu Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun