Setiap orang yang baru tiba di Kalimantan Barat akan menyaksikan pemandangan hijau ketika melintasi perjalanan ke luar wilayah Kota Pontianak.Â
Lepas menyeberang Sungai Kapuas menuju Siantan yang menjadi urban fringe sebagai perluasan perkembangan ibu kota provinsi, lalu terus menuju Kabupaten Sanggau, kita akan melihat hamparan perkebunan monokultur dalam luasan masif. Perkebunan sawit. Â
Dari udara, melalui Google Earth jenguklah Kalimantan Barat via citra udara, akan tampak pola larik-larik baris perkebunan skala luas di Kabupaten Ketapang, daerah bagian selatan ke tenggara.Â
Perkebunan sawit yang dibudidayakan sejak tahun 1970-an di Kalimantan Barat telah menjadi tumpuan ekonomi. Hingga kini, perkebunan menjadi sektor andalan Kabupaten Sanggau dan Ketapang.
Di tahun 2015 lalu, perkebunan kelapa sawit menjadi kambing hitam atas bencana asap nasional. Musim hujan tiba, kekisruhan nasional tentang asap terlupakan seperti biasa. Dan kerusakan spons alam tanah gambut tak bisa kembali pasca pengeringan paksa akibat kebakaran guna pembukaan lahan.Â
Di tengah keluhan menurunnya harga TBS (tandan buah sawit) seiring berkurangnya permintaan CPO oleh negara importir yaitu Republik Rakyat Tiongkok dan India, pendapatan dari perkebunan sawit tak lagi sebaik tahun-tahun sebelumnya.
Daerah yang mengandalkan sumber daya alam sebagai penggerak roda ekonomi akan mudah terguncang saat harga komoditas barang mentah merosot. Untuk itu perlu upaya meningkatkan nilai tambah produk bahan mentah tersebut dengan mengkaitkannya ke sektor industri.
Komoditas perkebunan yang potensial lain sebenarnya cukup banyak. Misalnya durian, pisang kepok, lada putih (sahang dalam bahasa lokal), nanas dan aloe vera.Â
Aloe vera sudah banyak dikenal secara luas sebagai bahan baku kosmetik. Daging buahnya bersifat astringent alami yang dapat menyejukkan, diyakini dapat meredakan gejala panas dalam.Â
Sebagai metode pengobatan luar, mengoleskan lendir aloe vera dapat membantu penyembuhan luka pada kulit terbakar, juga dikenal luas sebagai penyubur rambut.
Aloe vera mulanya ditanam penduduk sebagai tanaman hias. Tanaman ini dapat tumbuh baik di lahan dengan kandungan bahan organik yang cukup tinggi terutama di tanah gambut kering.Â
Dengan lahan gambut yang masih sangat luas, Kalimantan Barat berpotensi untuk mengembangkan pertanian aloe vera. Namun karena bersifat asam, pada masa persiapan sebelum ditanami, lahan gambut perlu ditaburi dengan kapur dolomite.Â
Saat ini pemerintah Kota Pontianak sedang mencadangkan lahan seluas 800 ha untuk pengembangan lidah buaya. Aloe vera yang banyak dikembangkan di Pontianak adalah jenis Barbadensis Miller Aloe. Â
Aloe vera di sini tumbuh dengan ukuran yang lebih besar dibandingkan lidah buaya yang tumbuh di tempat lain. Pada saat panen, berat satu daun pelepah bisa mencapai 1-2 kg.
Untuk mendukung pengembangan aloe vera, di Kalimantan Barat didirikan Aloe Vera Center yang menjadi pusat penelitian dan pengembangan bisnis lidah buaya.Â
Di sini peneliti di bidang pertanian berupaya mengembangkan bibit aloe vera dengan metode kultur jaringan. Dengan kultur jaringan, bibit yang dihasilkan lebih seragam.Â
Distribusi bibit lidah buaya anakan kepada petani pun lebih murah karena anakan dikemas dalam polybag kecil. Sayangnya bibit aloe vera hasil kultur jaringan aloe center ini masih belum digunakan secara luas oleh petani kecil karena harganya yang relatif mahal.Â
Saya agak kesulitan mendapatkan informasi harga bibit hasil kultur jaringan yang diproduksi Aloe Vera Center ini. Namun sebagai bayangan, harga bibit nonkultur jaringan dengan tinggi bibit 20 – 30 cm yang saya jumpai di bibitonline.com adalah Rp 25.000.
Pengembangan aloe vera di Kalimantan Barat untuk kebutuhan industri dimulai sejak tahun 2007 dengan memproduksi aloe vera powder. Namun tingginya permintaan akan bahan baku industri farmasi berbahan dasar aloe vera sulit terpenuhi karena produksi masih terbatas skala laboratorium.Â
Permintaan ekspor aloe segar ke Jepang yang sempat dimulai pun kini mengalami penurunan. Ini dikarenakan adanya permintaan importir yang mensyaratkan aloe vera organik. Padahal dalam proses penanaman, mulai dari penyiapan lahan, perawatan sulit lepas dari pupuk kimia.Â
Sementara itu pengolahan di Kalimantan Barat masih dalam skala laboratorium dan UMKM. Produknya berupa aloe vera bubuk, dan beberapa produk makanan.Â
Maraknya industri komestika di Indonesia saat ini harusnya membuka peluang investasi peningkatan nilai tambah aloe vera untuk memenuhi permintaan bahan baku industri farmasi dan kecantikan dalam negeri.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H