Mohon tunggu...
dian equanti
dian equanti Mohon Tunggu... Dosen - Pengajar Geografi

Menggemari isu Lingkungan, dan Kependudukan

Selanjutnya

Tutup

Pendidikan

Penilaian Kinerja Dosen di Era 4.0 yang Salah Zaman

25 Juni 2019   03:55 Diperbarui: 25 Juni 2019   05:35 115
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Ilustrasi diambil dari artikel :

Apa yang Saya Pikirkan untuk Indonesia

Artikel ini akan menunjukkan bagaimana rumitnya proses penilaian kinerj dosen Perguruan Tinggi swasta dalam aplikasi BKD. 

Secara sederhana, ada 4 bidang yang perlu dipersiapkan bukti kinerjanya, baik fisik dan file sebelum menginput ke dalam aplikasi BKD, yaitu Pendidikan; Penelitian; Pengabdian dan Penunjang. Apa-apa saja kegiatan dosen yang tergolong bidang-bidang tersebut, tentu sudah dipahami betul oleh Dosen bahkan sebelum memperoleh Sertifikat Pendidik (Serdik). Serdik, sebuah bukti resmi seorang pengajar Perguruan Tinggi Ditjen memiliki kompetensi menjadi Dosen. Yang menjadi persoalan adalah kompleksnya kelengkapan bukti masing-masing bidang. Mari kita simak.

  1. Pendidikan. Di dalamnya meliputi kegiatan pengajaran/perkuliahan, membimbing kegiatan mahasiswa, membimbing skripsi/tesis, mengembangkan bahan ajar, dsb. Bukti yang harus disediakan. Contoh: jika saya mengajar 2 mata kuliah untuk dua kelas. Bukti fisik yang harus saya sediakan adalah: SK mata kuliah yang diajar; jurnal kuliah; bukti kehadiran mahasiswa; daftar hasil nilai akhir. Semua bukti harus diketahui pejabat. Dalam interpretasi para dosen di lingkungan kerja saya adalah legalisir cap basah dan tanda tangan pejabat tempat dosen bernaung. Setelah bukti fisik yg dibubuhi semua atribut relasi kuasa ketidakpercayaan dan paranoid Dikti terhadap kampus fiktif tersebut "beres", bukti tersebut kemudian discan untuk diunggah ke dalam sistem. Ini baru pengajaran untuk 1 kelas. Total dengan 3 mata kuliah di dua program studi, maka 3 kali lipat berkas yang harus saya siapkan, scan, serta 2 orang pejabat dimintai tanda tangan. Kita lanjutkan ke pembimbing skripsi. Bahan yang disiapkan, SK dosen pembimbing dengan bukti kinerja catatan perkembangan skripsi mahasiswa. Meskipun saat discan berwarna sudah tertera stempel institusi, tetapi kenangan "masa-masa SMA kita" tentang stempel biru tampaknya patut dilestarikan sebagai penanda sahnya bukti fotocopy berkas. Harap sabar, kita lanjutkan ke penguji ujian akhir. Bukti yang diunggah dan diberkaskan adalah, SK penguji, undangan sebagai penguji skripsi, berita acara ujian skripsi.
  2. Penelitian. Saat ini hampir semua perguruan tinggi mewajibkan penelitian dosen diunggah dalam jurnal online. Tetapi bukti apa yang mesti disiapkan, SK kontrak penelitian, hasil penelitian. Selalu berupa bukti fisik, legalisir discan. Lalu apa gunanya website jurnal online yang ditulis dalam aplikasi?Coba tanyakan pada semut yang merayap di dinding.
  3. Pengabdian. Siapkan SK surat tugas, dan bukti kinerja pengabdian bagi masyarakat. Iya, legalisir jangan lupa. Tanpanya mungkin pengabdian bisa dianggap inisiatif ilegal.
  4. Penunjang. Tidak sedikit dosen yang terlibat dalam berbagai kegiatan yang menunjang pembangunan di lembaga pemerintahan; organisasi masyarakat; atau lembaga penelitian. Siapkan bukti fisik dari masing-masing institusi berstempel, scan, dan unggah. Apakah semua berakhir setelah aplikasi BKD menyatakan kinerja memenuhi beban kerja? Tidak saudara-saudara. Laporan kinerja harus melewati kejelian Asesor internal melihat skor dari keempat bidang di atas. Rubrik skor BKD seharusnya lebih ringan daripada materi kuliah yang pernah kita terima atau ajarkan. Namun, bukti empiris kerapnya terjadi perbedaan interpretasi pembacaan rubrik antara dosen dengan asesor menyebabkan kesalahan input skor berulang. Akibatnya urusan Laporan Kinerja bolak balik revisi adalah hal yang tampak sibuk tapi sejatinya nonproduktif. Saya pikir tim penyusun rubrik BKD perlu mendesain ulang rubrik dan sistem penyekoran yang lebih mudah dipahami dan sistematis. Jika kita sering membaca, kita tentu bisa menilai mana informasi yang mudah dipahami, mana yang multitafsir. Desain tabel rubrik BKD yang memanjang melelahkan untuk dibaca, sedangkan jika dicetak ukuran huruf dalam kolom terlalu kecil untuk dirujuk saat input skor.

Terakhir. Astaga! Dimana-mana kita bicara era 4.0.  Kinerja dosen masih dinilai manual. Kemana desainer website  yang memungkinkan dosen merekam bukti kinerja yang setiap saat bisa diakses? Apa gunanya website sistem informasi akademik? 

Harusnya dosen mulai belajar tertib mengarsipkan bukti. Baik, setiap mengajar. Fotocopy. Scan lagi. Besok ujian skripsi scan semua berkas dulu. Tiap ketemu Dekan, todong tanda tangan. Ujian akhir semester setelah koreksi input nilai di sistem akademik, unduh, cetak. Legalisir, scan. 

Menulis buku, meneliti, mengabdinya kapan? Mungkin ada yang berminat meneliti kinerja tulisan dosen setelah sertifikasi? Atau ini hanya kasus saya yang mismanage. 

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

Mohon tunggu...

Lihat Konten Pendidikan Selengkapnya
Lihat Pendidikan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun