Tampaknya negara maju memang berpeluang membahagiakan warganya. Di antara deretan negara dengan HDI di atas 0,8 tersebut, ada Norwegia, Denmark, Islandia, Switzerland  dan Finlandia yang termasuk 5 besar negara paling bahagia di dunia. Membandingkan indikator HDI dengan indeks kebahagiaan, memang ada sudut pandang berbeda pada keduanya dalam memandang keberhasilan pembangunan.  Penggunaan parameter lama sekolah memunculkan kritik terhadap HDI yang tidak mengakomodasi kebebasan masing-masing warga dalam membuat berbagai pilihan tentang pendidikan formal. Warga negara yang memilih untuk tidak menempuh pendidikan tinggi, secara kasar jatuh pada kelompok sosial yang lebih rendah dibanding mereka yang bersekolah lebih lama.
Juni 2016 menandai komitmen OECD (Organization for Economic Cooperation and Development) untuk mendefinisikan ulang makna pertumbuhan ekonomi dengan mengetengahkan kesejahteraan penduduk sebagai perhatian utama upaya pemerintah. Demikian pula pemimpin UNDP dalam pidatonya menegaskan bahwa kualitas lebih penting daripada pertumbuhan ekonomi itu sendiri. Perhatian lebih pada kebahagiaan haruslah menjadi bagian dari upaya bersama mewujudkan pembangunan manusia yang berkelanjutan.
Mewujudkan warga bahagia tentu membutuhkan upaya keras semua pihak, baik pemerintahan hingga masyarakatnya sendiri. Tidak hanya bertujuan meningkatkan citra positif persepsi korupsi, mengingat aspek kebahagiaan mencakup berbagai aspek hingga urusan perlindungan hak menjalankan pilihan. Kita sebagai warga masyarakat pun punya peran dalam menyebarkan perasaan nyaman, dan peduli lewat kedermawanan dan menciptakan perasaan positif itu dalam keseharian.
Salam Bahagia
19 Oktober 2017.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H