Mohon tunggu...
dian equanti
dian equanti Mohon Tunggu... Dosen - Pengajar Geografi

Menggemari isu Lingkungan, dan Kependudukan

Selanjutnya

Tutup

Humaniora Artikel Utama

Benarkah Mulai Berbohong Tanda Anak Semakin Cerdas?

18 Agustus 2017   16:55 Diperbarui: 19 Agustus 2017   03:33 2027
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Ilustrasi. Parenting.co

Secara pribadi, saya sendiri menanggapi kenyataan bahwa Keenar yang kurang dari sebulan masuk PAUD ini sudah berbohong, malah berpikir, Keenar semakin cerdas. Iya, kecerdasan menemukan cara menghindar dari marah nenek, sekaligus melimpahkan tuduhan ke orang lain. Dan saya yakin, kecepatan berpikir ini tidak direncakan sebelumnya. Begitu dituduh, "kamu yang nyoret dinding ya?" "Ndak. "Siapa yang buat?" Kak Dinda yang coret". 

Si nenek pun langsung percaya, dan parahnya kalimat yang digunakan untuk mengonfirmasi pada Dinda pun kalimat tuduhan, bukan bertanya, "Dinda tahu nggak siapa yang mencoret dinding rumah nenek". Dinda yang harga dirinya terluka, menjawab dengan nada tinggi sebagai bentuk ekspresi marah sekaligus pertahanan. Dan jadilah gap antar generasi, bagaimana sopan adalah bahasa wajib anak pada orang tua, namun sebagai orang tua kita kadang lupa bersikap sopan pada anak-anak.

Tak hanya antara nenek dan cucu. Paradigma mendidik yang berbeda dihadapi orang tua dengan kakek nenek si anak. Saya merasa bangga langsung mengunggah gambar coretan itu di akun instagram. Gambar orang-orangan (setidaknya ada bulatan kepala, mata, dan garis menunjukkan badan, tangan dan kaki) adalah prestasi buat Keenar setelah seminggu masuk PAUD. 

Sebelumnya ia hanya menggores kertas berbentuk lingkaran-lingkaran amoeboid. Sebaliknya, sang  nenek mengganggap itu mengotori dinding, mengancam mau mencubit. Si anak menjerit, mama si anak tersinggung,marah. Dan begitulah.

Jadi dapatkah kita simpulkan anak-anak sudah bisa berbohong semenjak dini? Saya sendiri belum dapat mengatakan apakah berbohong dapat menjadi penanda kecerdasan anak, terlebih latar belakang ilmu saya bukan psikologi. Semua yang saya kisahkan murni berdasarkan refleksi pribadi. 

Namun seorang psikolog University of Toronto, Kang Lee mengatakan belajar berbohong adalah tahap alami perkembangan anak. Keterampilan berbohong meningkat seiring pertambahan usia anak-anak. Bruno Verschuere mengatakan, "berbohong memerlukan usaha serta pikiran tajam dan luwes". 

Senada dengan Kang Lee, Verschuere menyatakan berbohong adalah bagian dari proses perkembangan, seperti halnya berjalan dan berbicara. Anak-anak belajar berbohong antara umur 2 dan 5 tahun. Berbohong ini sering dilakukan saat menguji kemandirian.

Journal of Intercultural Communication Research 2016 mengklasifikasi alasan mengapa manusia berbohong dalam empat klasifikasi respon jawaban, yaitu 36 persen untuk melindungi diri sendiri, sekitar  44 persen untuk mempromosikan diri sendiri 11 persen bertujuan mempengaruhi orang lain, dan 9 persen alasan tak jelas. 

Dalam katagori melindungi diri sendiri, berbohong dilakukan untuk menutupi kesalahan pribadi, menghindar. Sedangkan promosi diri, berbohong ditujukan untuk mendapatkan keuntungan pribadi, termasuk kesan, humor, keuntungan ekonomi. Sikap pura-pura, membentuk citra pribadi tertentu yang tidak asli bisa tergolong berbohong untuk mempengaruhi orang lain. 

Sikap yang ditunjukkan bahkan bisa saja altruistic (gemar membantu orang lain), untuk tujuan sosial dan sopan santun, bahkan modus jahat. Dan yang terakhir katagori tidak jelas bersifat patologis (penyakit kejiwaan) yang mengabaikan realitas, hingga tanpa alasan yang tidak diketahui buat diri sendiri.

Di akhir tulisan ini, hasil refleksi saya adalah, saya bersyukur Keenar tumbuh sebagai anak yang cerdas, ia memiliki kreativitas dan mampu mengekspresikannya dalam coretan-coretan yang mulai "berwujud suatu benda". Kebohongan yang dia lakukan merupakan bahan renungan bagi orang dewasa yang berada di sekitarnya. 

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun