Mohon tunggu...
dian equanti
dian equanti Mohon Tunggu... Dosen - Pengajar Geografi

Menggemari isu Lingkungan, dan Kependudukan

Selanjutnya

Tutup

Lyfe Pilihan featured

Kontes Kecantikan dan Definisi Cantik yang Mahal

9 Maret 2017   14:43 Diperbarui: 7 Maret 2020   10:30 1068
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Ketika Kompasiana mengajukan topik "definisi cantik", saya berpikir pertanyaan ini sepertinya akan punya jawaban sama jika diajukan kepada pemenang beauty pageant alias kontes puteri-puterian di Kerajaan Bumi.

Cantik luar dalam, begitu jargonnya. Cantik fisiknya, perilakunya, juga cerdas pemikirannya, atau dikenal dengan 3 B, Beauty, Behaviour, Brain. Kalaupun 3 parameter tersebut disusun menurut prioritas, akan lebih baik jika Behaviour, Brain, terakhir Beauty yang tentu menjadi daya tarik tambahan. 

Menelusur jejak penanaman konsep cantik ala putri, anak-anak perempuan perkotaan biasanya tak lepas dari pengenalannya dengan karakter-karakter Disney. Kisah-kisah klasik Putri Salju, Cinderella, hingga yang Frozen adalah sejumlah karakter yang populer.

Ahli bahasa Carmen Fought dan Karen Eisenhauer melakukan analisis terhadap dialog 12 film Disney. Fought menyatakan ada pesan tersirat yang disampaikan kepada anak perempuan, bahwa nilai diri mereka didasarkan pada penampilan. 

Pada film-film awal, antara lain Putri Salju, Cinderella, Sleeping Beauty, The Little Mermaid, dan Beauty and the Beast, 60 persen pujian berkaitan dengan penampilan, dan hanya 9 persen  pada kemampuan.

Pergeseran paradigma yang bergerak menuju pada kesetaraan gender, direspons pada film-film yang lebih baru. Tangled dan Brave misalnya, pujian lebih meningkat pada kemampuan. Anak-anak perempuan mendapat lebih pengakuan pada keberaniannya daripada penampilannya.

Kombinasi sifat-sifat cantik fisik, baik hati, cerdas, dan berani menjadi sari konsep kecantikan secara universal. Dalam kontes-kontes kecantikan, paramater-parameter cantik ini digunakan untuk menilai para kontestan.

"Being a princess" seperti yang dominan dihadirkan dalam kontes kecantikan, seolah menjadi ajang mewujudkan "mimpi menjadi putri" sebagian wanita muda di dunia. Berbungkus duta wisata, pemberdaya perempuan dan kerja sosial lainnya, tetap saja apa yang disajikan ke penyimaknya di seluruh dunia adalah tentang kecantikan fisik para peserta kompetisi itu. Dengan alasan yang sama saya pernah menyatakan ketidaksetujuan atas diselenggarakannya kontes kecantikan versi alternatif religius, you named it. 

Walau berbungkus baju rapat seluruh tubuh, ditambah penguasaan bahasa asing, kemampuan olah seni, sekali lagi subyektivitas juri akan dipengaruhi kecantikan penampilan fisiknya.

Masalahnya di sini, adalah penilaian-penilaian pada tubuh, wajah, bisa jadi juga karakter perempuan yang membuat seolah perempuan adalah obyek yang bisa kita klasifikasikan dalam grade A, B, C. Cantik, lumayan cantik, cantik tapi kurang cerdas, dan seterusnya. 

Perempuan menjadi tidak mandiri bahkan sekedar untuk menghargai dirinya sendiri, karena ia senantiasa disodorkan sejumlah kriteria idol, yang justru mengedepankan keindahan ragawi.

Lewat kontes kecantikan yang menghadirkan standar cantik tersebut, pemenang atau finalisnya membawa kepentingan kapitalisme melalui promosi produk sponsornya. Ke mana ini berujung? Apalagi kalau bukan pada tingginya harga cantik yang harus dibeli. 

Beberapa tahun lalu dalam liputan Ujian Nasional diberitakan seorang anak artis tampil tidak percaya diri saat harus mengikuti ujian di sebuah sekolah, hanya karena tidak mengenakan make up. Sebegitu jauh konsep cantik ini terinternalisasi pada bawah sadar perempuan, hingga sebagian remaja kita kehilangan rasa nyaman menghadirkan diri seutuhnya. 

Remaja dan perempuan muda yang lekat kesehariannya dengan gawai terkoneksi internet juga menyaksikan paparan standar yang mahal, dan cenderung merujuk pada stigma tunggal. Cantik itu mesti sempurna, menyeluruh, dan sangat detil. 

Sekerumpul jerawat, jaringan bekas luka, warna tidak merata, gelap di bagian lipatan tubuh, payudara kendor, bokong kurang berisi, rambut di tungkai, alis tipis, semua ini dianggap mengganggu. Dan pasar menghadirkan penghalau gangguan tersebut dengan produk kosmetik.

Bukan berarti dalam tulisan ini saya anti terhadap produktivitas ekonomi yang dihasilkan, namun pilihan untuk menghabiskan energi, kerisauan pada bungkus luar dirasa kurang bijak bagi utuhnya pribadi kita sebagai perempuan. 

Selayaknya potensi-potensi lain inilah yang dikembangkan, apapun pilihan peran perempuan, sebagai Ibu, wanita pekerja, anak perempuan, sahabat, dan anggota masyarakat perempuan.

International Women's Day 2017 mengangkat tema kampanye "BeBoldForChange". Perubahan untuk menghapus stigma tentang cantik adalah hal kecil yang bisa kita mulai dari diri sendiri. Menghargai diri dengan anugerah fisik yang membawa sifat ras pada kulit, genetika pada ekspresi raga, serta mewakili budaya yang kita hidupi. 

Sumber bacaan:
National Geographic Indonesia. Januari 2017. Lanskap Gender yang Berubah. Ekspresi gender.
Female Daily, 2017

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Lyfe Selengkapnya
Lihat Lyfe Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun