Masa remaja adalah masa peralihan dimana mereka akan mengalami perubahan, baik secara fisik maupun psikis dari anak-anak menuju dewasa. Dalam masa peralihan ini, remaja kerap mengalami permasalahan, salah satu permasalahan yang dialami remaja, terutama remaja putri adalah kenaikan berat badan yang bisa yang menimbulkan ketidak percayaan diri.
Sebagian remaja akan melakukan “diet” karena ingin memiliki tubuh proporsional yang sesuai dengan standarnya dan lingkungannya. Hanya saja kebanyakan remaja memiliki kesalahan perspektif dalam menafsirkan kata “diet”.
Dimana kebanyakan remaja memahami “diet” sebagai upaya mengurangi porsi makanan hingga tidak makan. Padahal “diet” sendiri adalah “mengatur pola makan sesuai kebutuhan tubuh.”
Saat ini banyak jenis “diet” yang bertujuan untuk menurunkan berat badan di media sosial, seperti instagram, tiktok, dan lain sebagainya. “Diet” yang paling sering dicoba oleh remaja putri adalah diet ala k-pop idol yang mana diet ini dianggap mampu menurunkan berat badan dalam waktu singkat. Seperti yang kita tahu kebanyakan idol Kpop dituntut untuk memiliki tubuh kurus dan ramping. Salah satu contohnya adalah diet ala IU (penyanyi solo) yang bisa menurunkan berat badan sebanyak 5 kg dalam waktu seminggu.
Diet IU sering dikatakan sebagai diet ekstrim dikarenakan dalam sehari hanya mengkonsumsi satu butir apel saat sarapan, dua butir ubi saat makan siang, dan segelas susu protein saat makan malam, serta tetap melakukan olahraga yang cukup intens. Meskipun dikatakan diet ekstrim, banyak sekali remaja putri yang mencoba diet IU.
Pada diet ini, terjadi penurunan kalori yang sangat drastis dimana dalam sehari hanya 500 kalori yang masuk ke tubuh, padahal kebutuhan kalori pada remaja adalah 1.400 - 3.200 kalori per harinya.
Menurut ahli gizi, “diet” IU ini boleh saja dilakukan asalkan dengan jangka waktu yang pendek karena apabila dilakukan dalam jangka waktu yang panjang dapat berbahaya bagi kesehatan tubuh akibat defisit kalori yang sangat ekstrim.
Risiko yang ditimbulkan dari diet IU apabila dilakukan dalam jangka waktu pendek adalah mengalami kekurangan karbohidrat yang menimbulkan efek, seperti pusing, lemas, mual, lesu, dehidrasi, konstipasi, dan kehilangan selera makan.
Apabila dilakukan dalam jangka waktu panjang, dapat menyebabkan kekurangan karbohidrat yang menimbulkan efek lebih parah bagi tubuh, yaitu berat badan akan naik-turun secara drastis, masalah pencernaan, kolesterol tinggi, hingga penyakit ginjal.
Selain itu, bahaya defisit kalori berlebihan dapat memperlambat metabolisme tubuh dikarenakan tubuh kekurangan bahan bakar untuk bekerja secara optimal, kemudian juga berisiko menurunkan imunitas tubuh. Hal ini berlaku apabila defisit kalori dilakukan dengan aktivitas fisik yang terlalu tinggi.