Kecelakaan menjadi akibat utama dari bonceng tiga ini. Ditemukannya sebanyak 8.378 kasus pelanggarab motor yang terjaring ETLE dan petugas-petugas di jalan pada Senin (13/06/22), yang dikutip dari laporan harian pelaksanaan Operasi Patuh. 50 persen dari total kasus tersebut, atau sebanyak 4.189, adalah pelanggaran yang dimana dilakukannya membonceng penumpang lebih dari satu orang.
"Kalau nekat si iya, soalnya karena emang mereka ada faktor ngga ada uang buat mesen gocar kali ya makanya nekat banget nge-boti," sambung Ali.
Betul sekali, salah satu alasan lahirnya budaya bonceng tiga ini memang karena faktor keuangan dari masyarakat. Meskipun sekarang sudah banyak kalangan yang menggunakan gocar dari aplikasi gojek sebagai sarana kendaraan bagi orang-orang yang ditemani oleh orang lainnya yang lebih dari satu, tetapi tetap saja tidak dipergunakan dengan baik fitur itu. Kembali lagi, memang faktor finansial dari orang-orang tersebut, jadi bukan sepenuhnya salah mereka juga. Jika tidak nekat, mereka tidak akan bisa bepergian.
Sedangkan, kasus ini dalam aspek sosiologi termasuk dalam suatu penyimpangan yang dimana terjadi karena hasil proses sosialisasi subkebudayaan yang menyimpang. Dijabarkan lebih lebar lagi bahwa subkebudayaan adalah suatu kebudayaan khusus yang normanya
bertentangan dengan norma-norma budaya yang dominan. Unsur budaya menyimpang meliputi perilaku dan nilai-nilai yang dimiliki oleh anggota-anggota kelompok yang bertentangan dengan tata tertib masyarakat. Sama seperti penyimpangan tersebut, disini bonceng tiga sudah melanggar dan menyimpang dari tata tertib yang ada di masyarakat.
Pada akhirnya, melakukan budaya bonceng tiga ini lumayan sulit untuk diberantas dikarenakan banyaknya faktor-faktor tertentu dari dalam. Namun, usahakan untuk mencari alternatif lain selain bonceng tiga ya, sob!
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H