Hal ini diumumkan pada Kamis (18/12/2014) oleh Sekretaris Jenderal Perhimpunan Rumah Sakit Seluruh Indonesia (PERSI), dr. Wasista Budiwaluyo, berbagi ulasan akhir tahun 2015 tentang JKN dan prospeknya ke depan di Jakarta. Menurut dia, penetapan harga oleh Kementerian Kesehatan mendorong rumah sakit mencari cara agar tetap mendapatkan keuntungan dari peserta BPJS yang mendapat pelayanan kesehatan. Contohnya adalah penghapusan obat-obatan yang biasanya mahal untuk memilih kasus yang dianggap layak.
"Sebagian besar rumah sakit swasta memilih kasus yang menguntungkan. Jika pasien terdiagnosis dengan perawatan lanjutan yang mahal, jika menderita kerugian, pasien tersebut dirujuk ke rumah sakit yang lebih tinggi," ujar Wasista. Akibatnya, rujukan dari rumah sakit lain meningkat di beberapa rumah sakit pemerintah atau daerah cenderung menerima peningkatan jumlah pasien BPJS. Hal ini mengakibatkan lambatnya pemrosesan di banyak rumah sakit yang dirujuk secara rutin, menyebabkan beberapa pasien tidak tertolong. Wasista berharap pemerintah dalam hal ini Kementerian Kesehatan dan BPJS mengevaluasi kembali sistem rujukan berjenjang agar pelayanan kesehatan bagi peserta BPJS dapat ditingkatkan.Â
 KESIMPULANÂ
Dari permasalahan dan berbagai opini yang telah disebutkan di atas, dapat disimpulkan bahwa masih terdapat berbagai kendala yang muncul dalam pelaksanaan program KIS, yaitu lebih tepatnya dalam hal kesenjangan. Banyak dari para pengguna KIS yang merasa dikesampingkan dalam mendapatkan pelayanan kesehatan dibandingkan dengan pelayanan reguler (Non KIS). Untuk mengatasi hal tersebut, diperlukan sebuah sikap profesional agar semua pihak yang terlibat merasakan keadilan dan kepuasan terhadap program KIS. Dalam mengambil keputusan, setiap tenaga kesehatan harus mendasarinya dengan prinsip persamaan dan etika keutamaan, artinya setiap keinginan pasien harus diperlakukan sama dan adil, menjunjung prinsip-prinsip moral, legal dan kemanusiaan. Bagaimanapun, keselamatan pasien adalah hal yang utama untuk ditindaklanjuti dalam memberikan pelayanan kesehatan tanpa memandang pasien tersebut pengguna KIS atau bukan. Selain itu, untuk menghasilkan tenaga kesehatan yang profesional dalam bekerja, pemberdayaan dan peningkatan kemampuan sangatlah diperlukan melalui jalur pendidikan formal maupun non formal. Walaupun sudah terdapat solusi yang diberikan oleh pemerintah berupa penerapan program JKN yang sampai saat ini sedang dijalankan dan terus dilakukan perbaikan dan evaluasi, namun sebagai tenaga kesehatan bersikap profesional dalam bekerja itu sangatlah penting dan perlu. Maka dari itu, kode etik profesi harus tetap diterapkan dan ditegakkan dalam memberikan pelayanan kesehatan.
Â
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H