Mohon tunggu...
Dian Burhani
Dian Burhani Mohon Tunggu... Penulis - Science writer

Science writer

Selanjutnya

Tutup

Nature Artikel Utama

Konsep Circular Economy, Solusi Jitu Tangani Limbah Masker

19 Juli 2022   10:28 Diperbarui: 20 Juli 2022   18:47 887
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Masker medis bekas sangat berpotensi menjadi limbah mikroplastik. Proses degradasi limbah plastik menjadi mikroplastik dapat terjadi karena angin, temperatur, mekanik dan sinar UV yang menyebabkan plastik terfragmentasi menjadi ukuran mikro (independent via KOMPAs.com)

Status endemik Covid-2019 di Indonesia mungkin saja sudah di depan mata. Ketentuan penggunaan masker pun sudah dilonggarkan. Per 17 Mei 2022 lalu, masyarakat Indonesia sudah diperbolehkan tidak menggunakan masker di ruang terbuka, walaupun terlihat banyak yang sudah mencuri start dan abai dalam pemakaiannya. 

Memang, sejak pandemi dan diterapkannya new normal, masker sudah menjadi must-wear item bagi kita. Masker medis sekali pakai khususnya, pemakaiannya yang tidak bisa di-reused dan harus diganti per empat jam sekali menjadikan masker medis sekali pakai berpotensi sebagai penyumbang limbah terbesar sejak pandemi. 

Li et al. (2022) mencatat sekitar 449.5 miliar masker medis sudah digunakan dari Januari 2020 hingga maret 2021 secara global, dimana masing-masing individual telah menggunakan masker medis sebanyak 59.4 buah. 

Terlepas dari itu, memang tidak bisa dipungkiri, masker medis menjadi senjata pamungkas kita melawan virus Sars Cov-2. Tapi ternyata di balik itu semua, masker medis berbalik menjadi ancaman tersembunyi di kemudian hari apabila kita membuangnya tidak sesuai dengan ketentuannya. 

Limbah mikroplastik dari masker medis

Masker medis yang biasa kita gunakan terdiri dari tiga lapisan. Lapisan luar (outer layer) terbuat dari spun bond nonwoven. Lapisan tengah (filtering layer) dari melt blown nonwoven dan lapisan dalam (inner layer) terbuat dari nonwoven yang tahan air. 

Sebagian besar material yang digunakan adalah polipropilen yang notabene merupakan material berbahan baku plastik. Karena tergolong limbah medis, masker medis bekas sekali pakai memiliki protokol pembuangan khusus. 

Sayangnya, kurangnya informasi dan ignorance masyarakat dan pemerintah sendiri menyebabkan banyak yang abai dalam pembuangan masker medis bekas. Sehingga, banyak kita temukan masker medis bekas dibuang sembarangan dan berakhir di laut.

Padahal, masker medis bekas sangat berpotensi menjadi limbah mikroplastik. Proses degradasi limbah plastik menjadi mikroplastik dapat terjadi karena angin, temperatur, mekanik (disebabkan karena arus laut yang kuat), dan sinar UV yang menyebabkan plastik terfragmentasi menjadi ukuran mikro (<100 nm -- 5 mm) (Ray et al. 2020). 

Bahaya limbah mikroplastik sudah tidak asing lagi bagi kita, banyak penelitian dan media yang memberitakan ancaman mikroplastik bagi tubuh manusia. Ditambah lagi, kharakteristik nya yang tidak biodegradable menyebabkan mikroplastik ini akan terus ada di bumi bahkan sampai beratus tahun yang akan datang.

Antara limbah plastik dan perubahan iklim

Limbah plastik dan perubahan iklim memiliki keterikatan yang sangat kuat. Ford et al. (2022) dalam artikelnya menyebutkan bahwa plastik berbahan dasar fosil menyumbang emisi rumah kaca (GHG emission) yang signifikan mulai dari awal hingga akhir siklus hidupnya. 

Lebih lanjut, perubahan iklim menyebabkan perubahan cuaca ekstrim sangat berperan dalam terdegradasinya limbah plastik menjadi mikroplastik dan membantu meluasnya penyebaran limbah plastik di bumi. Bahkan, sampah plastik telah ditemukan di dasar palung Mariana yang merupakan palung terdalam di dunia.

Potensi dan tantangan bioplastik

Mengacu pada Surat Edaran SE.3/MENLHK/PBSL3/PLB2/3/2021 poin 9, Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan Indonesia memberikan kewenangan kepada Pemerintah daerah dalam menyediakan tempat sampah masker. 

Tetapi memang, implementasinya hingga saat ini belum terasa. Bahkan, di kota-kota besar, jarang sekali kita jumpai tempah sampah khusus masker medis.

Kekhawatiran terhadap rendahnya penanganan limbah di Indonesia, khususnya limbah plastik yang disebabkan oleh masker medis bekas juga menjadi concern semua pihak.

Para peneliti di Indonesia, misalnya, tengah melakukan riset pengembangan material berbahan baku ramah lingkungan, yaitu biomassa yang sustainable (bioplastik) pengganti propilen. 

Bioplastik ini menghasilkan emisi gas rumah kaca yang lebih rendah dibandingkan dengan plastik konvensional. Namun demikian, ada potensi resiko tersembunyi di balik produksi plastik berbahan baku biomass aini. 

Seperti yang diketahui, biomassa tentu saja membutuhkan lahan untuk tumbuh. Dan dibutuhkan lahan yang sangat luas (sekitar 61 juta hektar) untuk memenuhi kebutuhan plastik secara global. 

Apabila penggunaan lahan ini dijadikan sebagai faktor dalam menghitung kajian siklus hidup bioplastik, hasil emisi gas rumah kaca nya akan hampir sama dengan plastik konvensional (Liptow and Tilman, 2012). 

Selain itu, penyeragaman penanaman biomassa tentu saja dapat merusak biodiversitas. Masih banyak pekerjaan rumah yang harus diselesaikan sebelum kita bisa menggunakan bioplastik sebagai daily basis. 

Oleh karena itu, diperlukan solusi lain yang dapat secara langsung menjawab tantangan masifnya kuantitas limbah masker medis yang sudah ada di lingkungan saat ini.

Ekonomi Sirkular

Di sinilah konsep pemanfaatan daur ulang sangat berperan dan masyarakat Indonesia sudah aware dengan hal tersebut.

Sejak tahun 2021, pemerintah mulai mendorong diterapkannya ekonomi sirkular di Indonesia. 

Ekonomi sirkular merupakan suatu konsep model industri yang berfokus pada reducing, reusing, dan recycling yang mengarah pada pengurangan konsumsi sumber daya primer dan produksi limbah.

Lebih lanjut, ekonomi sirkular diharapkan dapat menjawab dua permasalahan utama saat ini, yaitu lingkungan dan ekonomi (ekon.go.id). Hal yang juga disambut baik oleh semua kalangan masyarakat.

Hal ini dibuktikan dengan meningkatnya antusias industri menggandeng peneliti untuk mengolah limbah masker medis menjadi produk jadi yang dapat langsung digunakan, seperti beton, furniture, hingga pot tanaman.

Di Indonesia sendiri beberapa start up seperti Dumask, parong.pong, Maskit, Evoware dan Yayasan Upakara Bhuvana Nusantara telah berhasil mengolah limbah masker medis menjadi produk lain sekaligus mengkampanyekan green lifestyle dengan mengajak dan mengedukasi masyarakat untuk membuang masker medis bekas pakai sesuai dengan protokol kesehatan yang benar, yaitu dengan memisahkan masker medis bekas pakai dari sampah lain, melakukan disinfektasi dan kemudian mengirimkan masker medis bekas yang telah steril ini kepada mereka. 

Salah satu teknologi yang digunakan dalam pengolahan limbah masker medis adalah teknologi hidrotermal yang mendistegrasi masker menjadi pelet plastik. Pelet ini kemudian dibentuk menjadi produk yang ingin dibentuk, misalnya wall tile dan sebagai pengganti pasir pada beton.

Dokpri
Dokpri

Dukungan masyarakat Indonesia sangat berperan penting dalam keberhasilan pemanfaatan ekonomi sirkular limbah masker medis. Peran aktif masyarakat dalam memilah dan mengirimkan masker medis bekas sekali pakai nya patut diacungi jempol. 

Dengan mulai melonggarnya peraturan masker di Indonesia, diperkirakan konsumsi masker akan berkurang secara bertahap, hingga waktunya tiba, aturan penggunaan masker akan dicabut.

Tetapi, kita perlu ingat bahwa di luar sana, masih banyak limbah masker medis bekas yang jika tidak ditangani secepatnya akan berubah menjadi mikroplastik yang berpotensi membahayakan diri kita. Mari mulai dari diri sendiri, demi bumi yang lebih baik.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Nature Selengkapnya
Lihat Nature Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun