Hal ini diakibatkan karena saya yang gila nilai tanpa menikmati prosesnya.Â
Saya merasa tersiksa ketika saya mengerjakan tugas-tugas yang diberikan, mungkin saya mendapatkan nilai yang tinggi. Tetapi, saya tidak terlalu paham dengan materinya, hasilnya waktu ujian saya hanya dapat mengerjakan semampu saya saja.
Pada saat saya mendapatkan SNMPTN, saya tidak tahu arah saya ingin ke mana, akhirnya saya tidak lolos. Bahkan SBMPTN juga saya masih tidak tahu tujuan saya. Akhirnya saya asal-asalan memilih jurusan yang tidak saya inginkan.Â
Oleh karena itu, saya memilih untuk mengikuti UTBK tahun 2021 dan alhamdulilah lolos. Namun, pada saat saya belajar UTBK 2021 bagian TKA, saya merasa apa yang saya pelajari di waktu SMA hanya sedikit yang saya tahu. Akibat gila nilai, saya bahkan tidak memahami konsep yang dipelajari di sekolah. Sewaktu saya belajar UTBK, saya juga merasa tersiksa pada awalnya. Saya hanya mengharapkan saya lolos UTBK, ya...Â
Mungkin semua pelajar juga mengharapkan hal yang sama.Â
Tapi, semakin lama saya belajar, saya semakin nyaman dan belajar untuk menikmati prosesnya.Â
Hasilnya saya jadi lebih paham dan mengerti materi yang telah saya pelajari, dan saya juga berpikir bahwa pelajaran SMA yang saya anggap susah ternyata tidak sesusah yang saya kira, hal ini karena saya sewaktu SMA tidak menikmati prosesnya sama sekali.Â
Berbeda pada saat saya sudah kuliah, semenjak saya menikmati prosesnya, saya suka dengan tugas yang diberikan, walaupun saya sendiri juga mengeluh. Saya juga menikmati kuliah yang saya lakukan dan sekarang saya sudah tahu arah tujuan saya ke mana.
Dalam cerita saya tersebut, kita dapat melihat bahwa gila nilai tidak selalu membuahkan hasil yang baik kepada diri kita sendiri. Oleh karena itu, kita sama-sama untuk dapat menikmati prosesnya. Hal ini juga dapat melatih diri kita untuk mengembangkan kemampuan kita.Â
Guru-guru juga bisa belajar untuk dapat menghargai proses dari anak didik mereka masing-masing. Dibangku kuliah sendiri, masih ada beberapa dosen yang lebih melihat nilai daripada keaktifan mahasiswanya sebagai acuan IP.Â
Bahkan kita tidak tahu apakah mereka mengerjakan tugas dengan cara JOKI atau tidak? Karena saya sendiri punya teman yang sering JOKI untuk tugasnya dan untuk ujiannya hanya untuk mendapatkan IP yang tinggi.Â