Mohon tunggu...
Dian Aulia Salsabila
Dian Aulia Salsabila Mohon Tunggu... Mahasiswa - Mahasiswa Perencanaan Wilayah dan Kota Universitas Jember

Mahasiswa yang sedang belajar menulis.

Selanjutnya

Tutup

Ilmu Sosbud

Jember Perlu Sistematisasi Akan Kebutuhan Lahan Pemukiman

26 September 2022   23:27 Diperbarui: 28 September 2022   13:34 715
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Pertumbuhan jumlah penduduk pada suatu wilayah merupakan pertumbuhan yang bersifat dinamis. Tak menampik fakta, bahwa seiring bertambahnya waktu jumlah penduduk Indonesia terus bertambah. Tercatat jumlah penduduk Indonesia mencapai 275,36 juta jiwa pada bulan Juni 2022, berdasarkan data Direktorat Jenderal Kependudukan dan Pencatatan Sipil (Dukcapil) Kementrian Dalam Negeri. 

Jumlah tersebut bertambah dari tahun sebelumnya pada Juni 2021 sebesar 3,13 juta jiwa (1,15%). Dari bulan Desember 2021 saja jumlah penduduk sudah bertambah 1,48 juta jiwa (0,54%). Begitupula dengan Kabupaten Jember, Kabupaten Jember ikut serta dalam kenaikan jumlah penduduk Indonesia.

Berdasarkan data hasil sensus penduduk 2020 dari Badan Pusat Statistik (BPS) Kabupaten Jember, Kabupaten Jember mengalami kenaikan sebesar 204.003 jiwa dalam jangka waktu sepuluh tahun terakhir, yaitu periode 2010-2020 atau satu dekade. Berdasarkan data terakhir bulan September 2020, jumlah penduduk Kabupaten Jember sebanyak 2.536.729 jiwa. Jumlah tersebut naik sebesar 8,75 persen dari jumlah penduduk tahun 2010 yang hanya sebesar 2.332.726 jiwa. 

Dilihat dari fakta data sensus penduduk Kabupaten Jember, setiap dekade selalu mengalami pertambahan penduduk. Dengan luas daratan Kabupaten Jember sebesar 3.293,34 km2, maka kepadatan penduduk Kabupaten Jember 770,26 jiwa per km2 . Kecenderungan pertumbuhan penduduk yang selalu meningkat pada akhirnya berdampak pada kurangnya ruang atau lahan.

Tidak hanya kecenderungan jumlah penduduk yang meningkat tetapi juga ada fakor urbanisasi yang menjadi penyebab kurangnya lahan atau ruang di Kabupaten Jember. Kabupaten Jember dikenal pula sebagai kota pendidikan, sehingga tak heran bila terjadi urbanisasi di Kabupaten Jember. Pertambahan jumlah penduduk  ini akan mendorong meningkatnya kegiatan sosial ekonomi yang akhirnya menyebabkan kenaikan akan kebutuhan lahan. Kebutuhan lahan berhubungan dengan perluasan lahan di perkotaan yang digunakan untuk prasarana, seperti perumahan, ruang publik, jaringan sanitasi, jaringan air, dan lainnya. 

Pertumbuhan alamiah yang meningkat sedangkan arah pengembangan wilayah kurang terkendali mengakibatkan kebutuhan lahan semakin tinggi. Inilah permasalahan yang sering dialami suatu kota, permintaan lahan yang tinggi akan tetapi ketersediaan lahan yang ada terbatas.

Ketersediaan lahan yang terbatas pada akhirnya mengakibatkan perebutan ruang di perkotaan. Berdasarkan analisis Marx (Basundoro, 2012) mengatakan perebutan ruang di perkotaan merupakan bagian dari adanya perebutan pada alat-alat produksi. Kondisi ini beriringan dengan kegiatan pembangunan serta pertambahan penduduk yang meningkatkan akan permintaan lahan. Hal tersebut sesuai dengan prinsip ekonomi pemilik lahan akan semaksimal mungkin untuk menggunakan lahannya. 

Kegiatan-kegiatan yang dianggap tidak menguntungkan dan tidak produktif akan ditinggalkan untuk digantikan dengan kegiatan yang menguntungkan dan jauh lebih produktif. Biasanya hal ini tidak diikuti dengan kebijakan untuk membagi ruang kota secara adil dan legal. Oleh sebab itu, banyak pemanfaatan dan penggunaan lahan yang sering mengabaikan perencanaan ruang dan tata bangunan. Hal tesebut juga terjadi di beberapa kawasan Kabupaten Jember, akibat kurangnya perencanaan dan tata ruang membuat terjadi ketidakteraturan fungsi dimana intensitas ruang yang tidak seimbang berimplikasi terhadap penurunan kualitas lingkungan.

Perebutan ruang di Kabupaten Jember terjadi pada pusat kabupaten pada lahan pemukiman. Banyak kawasan seperti gang yang kurang ditata letak ruang pemukimannya. Jarak antar rumah sangatlah sempit dan jalur transportasi untuk lewat semakin kecil. Hal ini terjadi akbat pertambahan penduduk dan pertumbuhan yang terjadi secara alamiah. 

Selain itu, ada beberapa kawasan yang membangun tempat tinggal di pinggiran jalur kereta. Pemukiman tersebut juga menghambat jalur lewat transportasi antar gang. Fenomena lahan lainnya yang terjadi, yaitu lahan pertanian ke penggunaan non pertanian secara teoritis dijelaskan dalam konteks ekonomika lahan. Ekonomika lahan menempatkan sumber daya lahan sebagai faktor produksi. Maka secara alamiah inilah akan terjadi perubahan dalam penggunaan lahan untuk berbagai aktivitas.

Fenomena konversi lahan pertanian ke non pertanian ini banyak dijadikan penggunaan sebagai pemukiman. Sayangnya, banyak lahan perumahan yang masih rendah kepadatan. Padahal banyak lahan pemukiman warga yang penataan dalam gang-gang sempit yang tidak tertata dan berdampak pada lingkungan. 

Rata-rata hal tersebut terjadi pada penduduk yang memiliki keterbatasan ekonomi. Mereka tidak akan memilih lahan baru di luar pusat kabupaten sebab tidak sebanding dengan ketersediaannya fasilitas dan transportasi. Maka tidak ada pilihan lain selain memilih lahan di dalam kota dengan kompensasi tertentu, seperti kualitas lingkungan atau lahan yang tidak sepadan. Jika pada akhirnya alih fungsi lahan untuk perumahan tidak produktif maka akan menimbulkan kerugian, dibalik berkurangnya lahan produksi pertanian.

Bagi Permasalahan lahan di Kabupaten Jember ini yang biasanya terjadi karena spekulasi harga dan harga lahan tinggi sehingga sangat sedikit orang yang dapat membeli rumah secara tunai. Serta adanya pemilikan tanah secara absentee (tanah yang letaknya diluar daerah tempat tinggal yang memiliki tanah tersebut ) di kawasan pedesaan pinggiran kota. 

Penyebab lainnya karena pewarisan yang turun temurun sehingga mengakibatkan subdivisi tanah, dimana bentuknya tidak teratur dan batasnya tidak jelas. Ditambah lagi jumlah penduduk di pemukiman tersebut terus bertambah. Permasalahan lahan ini juga disebabkan kurangnya dana pemerintah untuk pembebasan tanah dalam pembangunan fasilitas, membuat wilayah tersebut kualitasnya semakin jelek.

Jika permasalahan lahan ini tidak ditata dan diatasi maka akan menghambat pemenuhan kebutuhan bagi aktivitas hidup masyarakat. Pengembangan wilayah perkotaan pun ke depannya akan sulit akibat bertabrakan dengan pertumbuhan alamiah itu sendiri. Dampak yang paling terasa lagi adalah masalah lingkungan yang menyebabkan kurangnya drainase bahkan sampai pengelolaan sampah nantinya. Maka butuh cara untuk mengatasi sebelum permasalahan lahan yang kurang penataaan ini tidak semakin parah.

Sumber : Konsep Konsolidasi Tanah (Hery Budianto : 2001)
Sumber : Konsep Konsolidasi Tanah (Hery Budianto : 2001)

Ada solusi dalam penataan dimana juga mengatur kepemilikan lahan. Melalui beberapa pendekatan, yaitu konsolidasi tanah (Land readjustment) atau Resettlement. Konsolidasi tanah dalam pengertiannya merupakan kegiatan mengatur bentuk tanah yang semula tidak teratur menjadi bidang-bidang tanah yang lebih teratur, diiringi dengan penyediaan tanah untuk fasilitas umum disusul dengan pembangunan fisiknya, dan juga penegasan penguasaan tanah dengan sertifikat sehingga dapat memenuhi segala persyaratan. Konsolidasi tanah ini membantu masalah pembangunan dalam masalah dana dan pengadaan tanah. 

Dari prespektif ekonomi selain membantu dalam pembiayaan, konsolidasi tanah memberikan kemampuan membangun menurut kemampuan masing-masing dari berbagai lapisan penduduk. Memudahkan pula bagi pemerintah untuk melakukan investasi dalam penyediaan lokasi. Konsolidasi tanah juga menghambat spekulasi tanah melalui pengendalian penyediaan tanah atau lahan menurut harga maupun luas sesuai perencanaan kota. Akan tetapi, kesulitan yang dihadapi adalah mencari tanah bagi perluasan.  

Sedangkan Resettlement (Pemukiman Kembali) adalah memindahkan jumlah penduduk padat ke kawasan lain dimana sesuai dengan standard yang telah disesuaikan. Maka dalam rencana pembangunannya perlu penyediaan bunga kredit sangat rendah, pembangunan sarana dan prasarana, serta pemberdayaan masyarakat. 

Tetapi resettlement memiliki kelemahan adanya kompensasi atau ganti rugi yang diberikan kepada masyarakat tidak sesuai dengan penyerahan lahan yang telah mereka lakukan, meskipun mencari tanah perluasan tidak sesulit konsolidasi tanah. Kelemahan tersebut dapat dihindari jika ada keadilan di dalamnya. Kedua solusi tersebut bisa digunakan sesuai kondisi permasalahan di lapangan, diiringi pula oleh pelaksanaan yang sesuai prosedur hukum yang berlaku.

Permasalahan akan kebutuhan lahan pemukiman masih dianggap sepele di Kabupaten Jember, seharusnya hal tersebut perlu diperhatikan untuk pengembangan dan perencanaan kota di masa yang akan datang. Tanpa disadari mulai ada perebutan ruang yang terjadi akibat pertumbuhan secara alamiah. Sebelum semakin serius dan berdampak hingga menurunnya kualitas lingkungan dan lahan produksi. Butuh penataan terutama di wilayah pemukiman yang berkembang secara alami baik dengan konsolidasi tanah ataupun resettlement. 

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Ilmu Sosbud Selengkapnya
Lihat Ilmu Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun