Mohon tunggu...
DIANA Sweety
DIANA Sweety Mohon Tunggu... Penulis - penulis, enterprenuer, bisnis

Mahasiswa jurusan Filsafat Islam di Uin Sunan Kalijaga

Selanjutnya

Tutup

Financial

Pinjol Berkeliaran Bebas di Tengah Pandemi

2 Juli 2021   14:22 Diperbarui: 8 Juli 2021   20:13 158
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Ditengah kesulitan mencari pekerjaan di tengah pandemi, banyak orang yang terjerat dengan aplikasi pinjol alias pinjaman online. Tak jarang mereka terjerat dengan beberapa aplikasi pinjol yang tidak terdaftar di OJK. Tawaran yang menarik untuk meminjam uang dengan tenor yang lama dan bunga rendah tanpa jaminan, menjadikan mereka tertarik untuk melakukan pinjaman online. Alhasil, semuanya berbanding terbalik dengan kenyataan yang sebenarnya. Mungkin, niat awal ingin meminjam 500 ribu pada saat pengembalian dengan tenor yang begitu cepat malah membuat si pengguna pinjol melakukan pinjaman online lagi di platform aplikasi pinjol lainnya. Satu persatu mulai pinjaman aplikasi layaknya koleksi di hp, gali lubang tutup lubang demi menutupi hutang-piutang.

Peminjaman yang mulanya berjumlah 500 rb menjadi 10 juta bahkan lebih dari itu. Apalagi pinjol yang sifatnya ilegal, tak jarang mereka mengancam, mengintimidasi lewat kontak hp si pengguna pinjol dengan ancaman penyalahgunaan data pribadi yang akan disebarluaskan melalui kontak si pengguna. Tak jarang pengguna pinjol mengalami depresi dan bahkan berniat bunuh diri. Tak hanya itu, sempat beberapa pengguna pinjol yang sudah melunasi hutangnya tiba-tiba masih ada pembayaran meskipun tidak melakukan pinjaman kembali. Memang belum ada UUD yang memberikan penjelasan hukuman bagi yang menyalahgunakan data pribadi, aturan itu hanya berupa himbauan yang terbentuk dalam Peraturan Menteri (Permen) No 20 tahun 2016 tentang Perlindungan Data Pribadi (PDP) yang berlaku sejak 1 Desember 2016, detailnya ada dilaman kominfo,” ungkap Dirjen Aptika Kemkominfo.

 Pemilik data pribadi adalah individu yang padanya melekat Data Perseorangan Tertentu. Setiap penyelenggara Sistem Elektronik harus mempunyai aturan internal perlindungan Data Pribadi yang dikelolanya. Perolehan dan pengumpulan Data Pribadi oleh Penyelenggara Sistem Elektronik wajib berdasarkan ketentuan peraturan perundang-undangan. Harusnya pengguna pinjaman online memahami himbauan hukum di negara kita. Hampir semua platform aplikasi pinjol baik terdaftar ojk maupun ilegal dipenuhi teriakan-teriakan dari mereka yang terjerat oleh bunga yang tinggi dan tenor yang sangat singkat. Cara mengenali pinjaman platform ilegal yakni biasanya tidak mematuhi regulasi OJK, tidak masuk dalam daftar fintech resmi, tidak mau tunduk pada peraturan, dan tidak mau diawasi. Himbauan, “Berhati-hati juga karena mulai banyak platform ilegal yang mencantumkan logo OJK atau AFPI (Asosiasi Fintech Pendanaan Bersama Indonesia) dan mencantumkannya di website atau aplikasi mereka. Aplikasi pinjol ilegal itu sendiri seringkali menyerupai nama platform resmi, dan meminta akses data pribadi dalam ponsel melebihi dari yang diperbolehkan regulasi, yaitu Camera, Microphone, dan Location. Ciri terakhir, antara lain kontak pengaduan yang tidak jelas, tidak terdaftar dalam keanggotaan AFPI, dan lokasi kantor tidak diketahui atau mencantumkan alamat luar negeri. Sampai saat ini OJK mengingatkan per Juni 2021 fitench P2P resmi berjumlah 125 platform, terdiri dari 65 platform berizin dan 60 platform terdaftar. Kita berada dalam tatanan negara hukum, seharusnya kita merasa aman dengan adanya perlindungan hukum di negara kita sendiri. Namun, ditengah pandemi seperti ini malah dijadikan ajang memanfaatkan kesempatan oleh pihak-pihak tertentu guna meraup keuntungan yang sebesar-besarnya. Pihak OJK juga kembali memperketat peraturan perundang-undangan bagi aplikasi-aplikasi pinjol yang tidak taat aturan. Tenor beranda seringkali tidak singkron dengan kenyataannya, al-hasil beberapa pihak dirugikan oleh aplikasi-aplikasi tersebut. Situs-situs pinjol ilegal biasanya membuat situs website asal-asalan, perundang-undangan yang dibuat layaknya aplikasi yang terdaftar resmi baik kemkominfo, AFPI, ataupun OJK. Saat ini yang menjadi pertanyaan adalah siapa antek-antek dibalik para pinjol ilegal tersebut. Jika ditelusuri sejauh ini, belum ada penangkapan atau terciduknya orang-orang dibalik pinjol ilegal. Ada baiknya masyarakat kita juga ikut serta memerangi para pelaku penyedia layanan pinjol ilegal. Salah satu caranya membuat perusahaan mereka bangkrut dengan melakukan aksi massal peminjaman melalui akun fake. Namun kendalanya mereka cukup handal di dunia teknologi bisa jadi para mafia pinjol adalah para hacker. Demi bertahan hidup ditengah pandemi, setidaknya kita antisipasi/mawas diri untuk menggunakan smartphone. Karena waktu kosong di tengah pandemi memungkinkan orang-orang untuk menggunakan gadget lebih lama. Budaya konsumtif menjadikan mereka terjebak pada iklan-iklan yang menarik perhatian, keterbatasan dana adalah kendala utama yang memungkinkan mereka masuk ke pinjol.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

Mohon tunggu...

Lihat Konten Financial Selengkapnya
Lihat Financial Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun