Mohon tunggu...
Diana Rahma
Diana Rahma Mohon Tunggu... Mahasiswa - Undergraduate, Criminology Student

I've learned that I still have a lot to learn

Selanjutnya

Tutup

Hukum

Kriminologi Forensik: Kontribusi Psikologi Forensik dalam Sistem Peradilan Pidana

21 Desember 2021   07:30 Diperbarui: 21 Desember 2021   07:45 362
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Hukum. Sumber ilustrasi: FREEPIK/Freepik

Psikologi Forensik

Psikologi Forensik menurut American Psychological Association (APA) merupakan psikologi terapan yang bekerja dalam sub disiplin kriminologi, ketika menerapkan pengetahuan ilmiah, teknis, atau hukum untuk membantu menangani masalah hukum, kontrak, dan administrasi. 

Sementara itu, Goldstein (2003) berargumen bawah Psikologi Forensik menjadi bidang yang melibatkan penerapan penelitian psikologis, teori, praktik, dan metodologi khusus tradisional (misalnya, wawancara. pengujian psikologis. penilaian forensik, dan instrumen yang relevan secara forensik) untuk pertanyaan hokum. 

Goldstein (2003) lebih lanjut membedakan aplikasi praktik dan penelitian.  Sisi praktik psikologi forensik menghasilkan produk untuk sistem hukum, seperti laporan atau kesaksian.  Sisi penelitian memiliki tujuannya untuk merancang, melakukan, dan menafsirkan studi empiris, yang tujuannya adalah untuk menyelidiki kelompok individu atau bidang yang menjadi perhatian atau relevansi dengan sistem hokum (Roesch, Zapf, & Hart, 2010).  

Dengan demikian, dapat diartikan bahwa Psikologi Forensik adalah praktik psikologi (didefinisikan untuk mencakup penelitian serta pemberian layanan langsung dan tidak langsung dan konsultasi) di dalam atau dalam hubungannya dengan salah satu atau kedua sisi sistem hukum pidana dan perdata.

Psikologi dan Hukum

Dalam kaitannya dengan Kriminologi, Psikologi memiliki interseksi dengan hukum yang mencakup dua aspek, yaitu:

(1) Aspek klinis, seperti kegilaan, kompetensi dari pelaku kejahatan, resiko kekerasan, dan lain sebagainya;

(2) Aspek Eksperimental, seperti perkembangan kongnitif, sosial, neuropsikologi, yang berimplikasi pada pengambilan keputusan, saksi mata, dan lain sebagainya.

Selanjutnya, ada yang disebut sebagai Legal Psychology atau psikologi hukum, yaitu sebuah psikologi terapan yang berhubungan dengan penyelidikan fungsi manusia yang terkait dengan keseluruhan system hukum. Lebih tepatnya, Psikologi Hukum berfokus pada fungsi-fungsi seperti: persepsi, ingatan, dan pengambilan keputusan. Tugas psikologi hukum adalah mempelajari bagaimana hukum mempengaruhi perilaku manusia, dan mempelajari manusia di bawah pengaruh hukum.

Peran dalam Sistem Peradilan Pidana

Psikologi Forensik memiliki beberapa peran yang meliputi: 1). Conducting application and interventions; 2). Research; 3). Communicating with other Professionals; dan 4). Training other Professionals. Cakupan layanan psikologis yang diberikan oleh praktisi forensik sangat luas dan beragam. Layanan tersebut dapat berkisar dari menasihati pengacara tentang masalah psikologis dalam masalah yang diperebutkan, membantu pengadilan dalam memahami implikasi dari temuan penelitian yang relevan, menilai risiko pelaku melakukan pelanggaran kembali dan memberi nasihat kepada pengadilan tentang risiko itu, menilai kemampuan atau ketidakmampuan pihak untuk melakukan fungsi tertentu dan melaporkan temuannya kepada pengacara atau pengadilan, misalnya, menilai korban kejahatan, menilai orang yang menuntut cedera psikologis setelah kecelakaan di jalan atau di tempat kerja, atau menilai keterampilan orang tua (Thomson, 2013).

Selain itu, Psikologi Forensik memiliki peran penting dalam sistem peradilan pidana untuk membantu penyidikan dan pembuktian yang berkaitan dengan kondisi psikologis terdakwa. Sebuah riset Psikologi Forensik terdahulu menemukan bahwa 29% dari 347 putusan yang keliru yang disebabkan oleh false memory. 

Dari banyak faktor yang menyebabkan putusan hukum yang keliru, factor utamanya adalah false memory. Hal ini disebabkan karena memori seseorang terbatas dalam mengingat, sehingga berdampak pada kesaksian atau keterangan yang disampaikan. Selain itu juga disebabkan minimnya alat bukti forensik yang terbatas untuk mendeteksi adanya kebohongan. 

Dalam hal ini, riset Psikologi Forensik di Indonesia juga perlu ditingkatkan sebagai rujukan bagi para hakim. Psikologi Forensik memiliki keunikan dibandingkan dengan disiplin psikologi lainnya, diantaranya: kompetensi spesifik (etik), dan kualitas (obyektf, kritis, independen).

Proses analisis forensik melibatkan pengambilan pengamatan faktual dari bukti yang tersedia, membentuk dan menguji kemungkinan penjelasan untuk apa yang menyebabkan bukti, dan akhirnya mengembangkan pemahaman yang lebih dalam tentang item bukti tertentu atau kejahatan secara keseluruhan.  Meliputi: 1). Mengumpulkan data: fakta dari bukti yang tersedia; 2). Memperluas & menguji hipotesis; dan 3). Memperluas pemahaman yang lebih mendalam: interpretasi, laporan, membuktikan ahli


Referensi:

Goldstein, A. M. (2003). Overview of forensic psychology. In A. M. Goldstein (Ed.), Handbook of psychology: Forensic psychology, Vol. 11, pp. 3–20). John Wiley & Sons Inc.

Roesch, R., Zapf, P. a., & Hart, S. D. (2010). Forensic Psychology and Law. New Jersey: John Wile & Sons, Inc.

Thomson, D. (2013). Creating Ethical Guidelines for Forensic Psychology. Australian Psychologist, 48(1), 28-31.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Hukum Selengkapnya
Lihat Hukum Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun