Mohon tunggu...
Diana Putri
Diana Putri Mohon Tunggu... Full Time Blogger - cagur

Sedang berusaha mengurangi konsumsi kopi,gula,dan tepung berlebih. Mengisi hari-hari dengan niatan mengurangi konsumsi beberapa hal diatas dengan membaca dan menulis.

Selanjutnya

Tutup

Humaniora Pilihan

Televisi Bukan Pengasuh Instan untuk Anak

21 Maret 2018   13:08 Diperbarui: 21 Maret 2018   20:40 441
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Televisi adalah sistem penyiaran gambar yang disertai dengan bunyi (suara) melalui kabel atau melalui angkasa dengan menggunakan alat yang mengubah cahaya (gambar) dan bunyi (suara) menjadi gelombang listrik dan mengubahnya kembali menjadi berkas cahaya yang dapat dilihat dan bunyi yang dapat didengar; atau pesawat penerima gambar siaran televisi;  hal ini menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia. 

Dan menurut saya televisi adalah sebuah kotak kosong yang berisi banyak kabel dan mesin yang berguna untuk menyalurkan tenaga dari satelit menjadi sebuah gambar yang bisa bergerak dan bersuara. Dan harus dilihat atau ditonton sesuai usia, agar tidak terjadi sesuatu yang berbahaya.

Itu definisi yang saya pikir cocok dengan televisi karena sesuai penggunaan yang tepat dengan siaran dan usia yang tepat maka tv akan berguna baik untuk menghibur, menambah wawasan dan informasi. Namun bila disalah gunakan atau seperti judul yang saya utarakan akan dapat membahayakan karena bisa jadi siaran atau tontonan yang salah apabila ditonton oleh usia yang salah akan menjadi ingatan atau menjadi sebuah contoh yang tidak tepat. 

Karena mungkin merasa bahwa segala sesuatu yang ada ditv adalah benar.  Anak boleh menonton televisi dengan usia minimal 5 tahun karena dimasa ini anak sudah mulai mampu mengerti dan tahu. Dibawah usia itu disarankan jangan karena benar - benar anak diusia itu belum bisa menerima gambar yang bergerak cepat dan bahaya radiasi cahaya dari televisi

Terlebih lagi anak, anak seperti yang sudah saya jelaskan di artikel - artikel sebelumnua anak dapat diibaratkan sebagai kertas atau batu apabila ada suatu hal yang dilakukan terhadap kertas atau batu itu maka bila terjadi kesalahan tidak dapat dikembalikan. Kalaupun bisa dikembalikan pasti tidak bisa kembali seperti semula. Terdapat beberapa bekas yang tidak dapat disembunyikan. Jadi lebih tepatnya anak adalah suatu hal yang benar - benar harus dijaga dan benar - benar berhati - hati dalam penjagaan dan pengasuhannya. 

Alangkah baiknya para orang tua tidak mencari jalan yang instan dalam pengasuhan. Di Indonesia banyak atau sering sekali untuk menenangkan atau agar anak mau diam dan tidak mengganggu pekerjaan orang tua maka pilihan termurah dan mudah jatuh kepada tayangan televisi yang jelas - jelas berbahaya apabila tanpa pengawasan orang tua. 

Kembali lagi bahwasannya anak belum dapat mengetahui mana yang salah dan benar maka ia akan tertarik dengan segala yang ditontonnya. Yang ditakutkan anak akan mengikuti yang salah. Lalu anda pasti bertanya tanya, lalu bagaimana? Apakah kita harus mengawasinya terus menerus? Kan sama saja kita tidak dapat bekerja, atau melakukan aktivitas lain? 

Cara lain yang dapat dilakukan dengan mudah anda dapat mengamankan remote televisi, namun anda tidak boleh begitu saja pergi anda harus tetap berada didekatnya. Paling tidak anda harus dapat mendengar sayup- sayup suaranya agar tetap mengontrol tontonan anak.  Atau dengan pemberian video yang dapat disalurkan ke televisi nah dengan begitu jelas- jelas tontonan terkontrol. Dengan begitu dampak buruk dari tontinan tv dapat terkontrol

Tapi memang tidak ada guru atau orang tua yang sempurna dalam mendidik anak walaupun sudah menggeluti pendidikan tentang anak tidak dapat dipungkiri bahwa ia benar - benar ahli. Tapi bagaimanapun itu yang penting sudah berusaha semaksimal mungkin agar anak menjadi pribadi yang baik, bermanfaat dan mengikuti norma yang ada.salam sharing

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun