Dinding,,,dinding papan rumah ini terasa menatapku foto-foto tua berwarna hitam putih yang kusam,menempel di beberapa sudut,ada bingkai yang miring bekasditiup angin,daun jendela sebelah kanan dekat pintu selalu berbunyi nyaring enselnya sudah berkarat,kacanya pecah sebelah.Dan gentingnya yang dulu berwarna merah liat sekarang menghitam sedikit kehijauan lumut berserakan,tak beraturan diatas atap,seolah-olah ada seseorang yang sudah mengacak-acaknya.semua terasa keropos.
Aku menghela nafas lalu menghirupnya kembali kuat-kuat.
Bayangan wajah ibu yang mulai keriput mengantar dipelupuk matadan permintaannyaajaib itu kembali terngiang-ngiang di telingaku,aku tak tahu mengapa ibu ingin kembali kerumah ini?
setelah bertahun-tahun meninggalkannya, adakah kenangan bisa membuat seseoarang bahagia,ibu akan ditimbun kesunyian disini.Harusnya dia tetap bersama kami dijakarta,bukan meminta pulang dan menghabiskan sisa usia kesunyian yang panjang”ibu dilahirkan dirumah itu juga,juga kakekmu,dan kakek buyutmu dan saudara-saudara ibu yang lain.Bila rumah itu sampai terjual dan berpindah tangan ibu tak akan hidup tenang.
Begitu alasan ibu ketika aku bertanya,dan aku dibuat senyap olehnya...
Memang seperti itu adanya.Rumah ini adalah limas turun menurun dari keluarga ibu,dibangun oleh kakek buyutnya,dinding dan kayu-kayunya terasa tua tapi setia,seperti ibu yang bersetia dari kenangan masa lalu
Sudah beberapa tahun terakhir rumah ini terlantar,harusnya wak safar(kakak ibu, saudara laki-laki satu-satunya) yang merawat rumah ini,bukankah begitu yang tersurat kepercayaan orang kampung kami?
Anak laki-laki yang mewarisi semua harta kekayaan peninggalan orang tua,termasuk rumah limas yang jadi symbol sebuah keluarga,tapi uwak safar tak berdaya,dia terlilit hutang,demikian banyak lantaran ulah nakal beberapa anak laki-lakinya yang gila berjudi an terjerat rentenir habis terjual,kebun-kebun duku,durian,sapi,kerbau,motor,perhiasan,dan terakhir rumah ini terancam pindah tangan.
“Tebuslah rumah itu dik,ibu mohon ibu tidak akan meminta apapun padamu,hanya itu,”mata ibuperlahan basah dan berkaca-kaca saat mengucapkan permintaannya,seperti ada kaca rapuh didalam vety,lalu pecah berhamburan,
Aku tak tahu harus bagaimana,ibu begitu setia dan cinta pada rumah ini. Dia ingin merawatnya,seperti merawat kenangan yang tertempel disetiap penjuruannya,ibu memang begitu,setiap kami mudik lebaran dan bermalaman dirumah ini,dia tidak akan bosan-bosannya bercerita tentang masa kecilnya,masa gadisnya,dan ketika ia menikah,lalu perlahan meninggalkan rumah ini,mengikuti ayah merantau kejakarta.
“Pohon jambu air didepan itu ibu yang menanam saat masih gadis “tunjuk ibu pada sebatang pohon jambu air yang buahnya merah manis.selalu lebat setiap tahun,didekat pagar depan kiri kanan pintu gerbang,bergerombolan batang-batangkembang sepatu,mawar,dan beberapa bunga yang aku sendiri tiadak tahu namanya,berdesak-desakan tetapi seolah-olah paham untuk berbagi tempat dan kehangatan,dipojok pagar paling kanan,pohon jambu air itu tumbuh dengan rimbun,dahan-dahannya rajin dipangkas,kata ibu,jambu air akan berbuah lebat jika knopinya rajin dirapikan.