Seiring berjalannya waktu segala sesuatu akan berubah mengikuti perubahan zaman, tak terkecuali bahasa. Kemungkinan bahasa untuk berubah sangatlah besar, karena bahasa dapat dipastikan akan berkembang menyesuaikan perkembangan kehidupan penuturnya. Hal itu sudah nyata adanya seperti yang terjadi pada bahasa Jawa. Bahasa Jawa yang digunakan masyarakat Jawa saat ini sudah mengalami pekembagan serta terdapat perbedaan dengan bahasa Jawa pada zaman dulu. Awal perkembangan bahasa Jawa dahulu hingga saat ini jika dipandang dari sisi historisnya terdapat 4 bagian yaitu:
1. Bahasa Jawa Kuna (Abad 9-15 M)
Dalam periode ini bahasa Jawa mendapat pengaruh bahasa Sansekerta karena bertepatan dengan adanya para pujangga yang menganut agama Hindu-Budha. Bahasa Jawa Kuna kerap kali disamakan dengan Bahasa Kawi dalam penyebutannya. Dalam Bahasa Jawa Kuna memperhitungkan jangka waktu penggunaan (zaman), sedangkan dalam Bahasa Kawi yang dipertimbangkan adalah penggunanya (digunakan pujangga atau penyair). Karya sastra pada masa ini yaitu karya sastra Jawa Kuna Candakala – Lubdhaka)
2. Bahasa Jawa Tengahan (Abad 13-16 M)
Para penulis pada peiode bahasa Jawa Tengahan masih menggunakan bahasa sastra. Ketika periode ini mulai mendapat pengaruh bahasa dan budaya Arab (Islam), misalnya mulai munculnya tembang gede dan tembang tengahan, suluk, serta kidung.
3. Bahasa Jawa Baru (Abad 15/16-18 M)
Pada bahasa Jawa baru mulai muncul sufiks –ane/-ne, misalnya klambine, sepatune, dan bukune. Mulai berkembangnya bahasa Jawa krama dengan sempurna sejak zaman Sultan Agung II (1613-1645).
4. Bahasa Jawa Modern (Abad 19-sekarang)
Bahasa Jawa Modern yang digunakan saat ini menggunakan istilah-istilah bahasa Jawa pada periode-periode sebelumnya. Misalnya tetap menggunakan bahasa Jawa Kuna sebagai bahasa Sastra (misalnya ingsun dan tirta), menggunakan istilah serapan dari bahasa asing, dan mengambil istilah-istilah teknologi
Dari uraian singkat mengenai perkembangan bahasa Jawa dari masa ke masa, perlu kita perhatikan eksistensinya. Kita perlu lebih giat lagi menggunakan bahasa Jawa sebagai alat komunikasi agar tidak terjadi penurunan karena penuturnya yang mulai enggan menggunakannya.
Keberadaan bahasa daerah sangat dipengaruhi oleh penuturnya. Kemungkinan paling buruk yang disebabkan penuturnya dalam suatu bahasa yaitu kepunahan bahasa itu sendiri karena ditinggalkan penuturnya. Bahkan fenomena tersebut kini sudah sering kita jumpai, misalnya menggunakan bahasa Jawa yang di campur dengan bahasa lain (karena ada beberapa kosa kata yang belum atau tidak tahu dalam bahasa Jawanya). Mungkin hal tersebut terlihat sepele, tetapi jika menjadi kebiasaan akan fatal juga. Bahasa Jawa yang sedikit demi sedikit diganti dengan bahasa lain lama kelamaan akan hilang. Meskipun saat ini penutur bahasa Jawa sangatlah banyak, kemungkinannya untuk punah juga besar (apabila fenomena menggantikan dengan bahasa lain terulang terus).
Dengan demikian, kita harus mulai dari diri kita sendiri untuk mempelajarinya, menggunakannya sebagai alat komunikasi, memperkenalkannya di sekitar lingkungan kita agar bahasa ini tidak terlupakan dan tetap lestari. Ingat, lestarikan bahasa daerah, gunakan bahasa Indonesia sebagai bahasa pemersatu bangsa (dengan antar suku yang ada di Indonesia), dan kuasai juga bahasa asing agar dapat bersaing di era globalisasi. Perkembangan zaman sudah menjadi konsekuensi pasti yang dialami oleh setiap generasi.Â
Memang kita tidak bisa mengelak perubahan, namun tidak semua harus bergerak mengikuti zaman. Perlu juga pemertahanan bahasa utamanya bahasa daerah agar tidak hilang ditelan zaman, karena bahasa daerah merupakan aset budaya yang bernilai tinggi. Jadi, meskipun tidak ada yang abadi, karena yang abadi terjadi hanyalah perubahan, namun kita masih bisa berupaya mempertahankannya, bukan? Agar bahasa Jawa sebagai salah satu aset nasional bangsa tetap terjaga eksistensinya.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H