Mohon tunggu...
Diana Dip
Diana Dip Mohon Tunggu... -

Selanjutnya

Tutup

Inovasi

Bumi Manusia

26 Februari 2018   18:47 Diperbarui: 26 Februari 2018   19:04 392
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Membahas sesuatu yang berhubungan dengan penjajahan sudah tak asing lagi bagi kita. Perampasan yang dilakukan suatu bangsa kepada bangsa lain demi kejayaan negaranya sendiri seperti yang dilakukan oleh Belanda kepada Nusantara. Tidak hanya kekayaan yang dikuras habis,  melainkan juga perampasan sosial dan budaya. Indonesia terbagi menjadi beragam kelas sosial. Kelas sosial yang tertindas dalam cerita ini adalah kelas pribumi. Pramoedya Ananta Noer sangat ingin memperjuangkan bangsa pribumi dalam novel Bumi Manusia.

Novel ini mengangkat tema tentang kisah percintaan pemuda priayi Jawa dengan gadis keturunan Belanda. Perjuangannya di tengah pergerakan Indonesia terjadi di awal abad ke-20. Pemeran utama dipegang oleh seorang pribumi asli yang merupakan ningrat dari tanah Jawa yang bernama Minke. Dalam novel Bumi Manusia penulis menggunakan sudut pandang orang pertama sebagai pelaku utama seperti kalimat yang dikutip dari novel ini, "Telah aku timbang : belum pernah benar tampilkan diri di hadapan mata orang lain"

Novel ini memuat empat belas tokoh yang memiliki karakteristik berbeda pada tiap tokohnya. Selaku tokoh utama, Minke memiliki karakteristik sifat yang baik, penyayang, cerdas, berjiwa pribumi, dan merupakan keturunan priayi seperti yang terdapat pada halaman 33. Ia mampu memahami ketulusan cinta melalui Jean Marais pada dialog "Cinta itu indah, Minke, juga kebinasaan yang mungkin membuntutinya." 

Sedangkan ayah Minke memiliki sifat yang keras dalam mendidik Minke, pemarah, dan masih berpatokan dengan adat istiadat Jawa. Berbeda dengan sifat ayahnya, Ibu Minke merupakan orang yang penyayang dan bijaksana. Gadis Belanda pujaan hati Minke yaitu Annelies, memiliki karakteristik yang manja, labil dan pendiam.

Herman Mallema memiliki sifat yang kaku dan kasar seperti dalam dialognya yang berkata, "siapa kasih kowe ijin datang kemari, monyet!" Dengusnya dalam melayu pasar. Istri simpanannya yang bernama Nyai Ontosoroh memiliki sifat mandiri, bijaksana, pandai, tegar, dan tegas seperti suaminya. Sifat mereka hampir sama dengan sifat Robert Mallema, yaitu egois dan tidak bermoral. Selain itu, tokoh lain yang bersifat manja adalah May Marais, karena ayahnya yang bernama Jean Marais memiliki sifat penyayang kepadanya. Adapun tokoh yang memiliki sifat negatif seperti Ah Tjong yang berwatak licik, Maiko seorang pelacur dari Jepang, egois dan tidak jujur, dan Robert Surhorf yang sangat pengecut.

Secara keseluruhan, alur dalam novel ini menggunakan alur maju, tetapi di tengah cerita terdapat kias balik seperti yang dikutip pada kalimat "Agar ceritaku ini agak urut, biar kuutarakan dulu yang terjadi di atas sepeninggalku dari Wonokromo dibawa agen polisi kias satu itu ke B" Alur yang digunakan oleh cerita ini adalah alur keras yang merupakan akhir cerita tidak dapat ditebak. 

Di awal dan tengah cerita, pembaca akan berpikir cerita ini berakhir bahagia dengan pernikahan Miinke dan Annelies. Namun ternyata sangat berbeda dari apa yang kita pikirkan, cerita ini diakhiri dengan perpisahan mereka berdua. Minke menetap di Hindia sebagai seorang pribumi, sedangkan Annelies harus pulang ke negaranya, Belanda.

Latar tempat kejadian yang ada di dalam novel ini terdapat pada halaman 24, yaitu di dekat Surabaya di Jawa Timur, di pagi hari pada tahun 1889 pada masa pemerintahan Hindia Belanda. Di dalam konflik tersebut memberikan suasana yang tegang dan genting. Tidak banyak etika yang terkandung dalam novel ini, karena kebanyakan budaya sosial yang muncul merupakan pengggambaran dari beberapa budaya yang ditonjolkan seperti pada kutipan, " ... dan seperti mesin tanganku mengangkat sembah yang kesekian kali ... " 

Pesan yang disampaikan oleh penulis novel Bumi Manusia yang bersifat inspirasional dan kontoversal ini mendorong agar generasi muda tetap mempunyai semangat dalam perjuangan walaupun tidak ada penjajahan kolonial. Setiap pemuda harus berperilaku adil dalam pikiran dan perbuatan.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

Mohon tunggu...

Lihat Konten Inovasi Selengkapnya
Lihat Inovasi Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun