Mohon tunggu...
Dian agashie
Dian agashie Mohon Tunggu... Lainnya - ibu rumah tangga

hobi menulis

Selanjutnya

Tutup

Cerpen

Maafkan Aku Anakku

28 Agustus 2023   23:51 Diperbarui: 28 Agustus 2023   23:54 161
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Hari ini kejadian itu terulang kembali sama seperti waktu itu. Kau menangis, tantrum, tidak terkendali. Tempatnya pun sama, di kamar mandi. Tapi hari ini aku berhasil menahan diri, walau hampir saja kulakukan hal yang sama. Alhamdulillah Allah masih menjagaku, dirimu masih aman di tanganku. 

Aku seorang ibu muda yang memiliki balita usia dua tahun. Kata suamiku usia dia saat ini adalah usia yang paling rentan akan hal emosional. Dia akan sering berkata 'Tidak' dalam berbagai hal. Mulai dari di ajak mandi, diingatkan untuk segera pakai baju supaya tidak masuk angin, waktunya makan, cebok saat pipis di celana, dan lain-lain. Semua hal yang tidak sesuai keinginannya pasti dia akan menolak dengan keras. Sedih? Sudah pasti. Ya, mau bagaimana lagi. Usianya sekarang memang masih dalam tahap perkembangan kognitif. Dia sedang belajar mengekspresikan dirinya saat marah, kecewa, dan sedih. Namun, karena keterbatasan bahasa sering kali hanya terdengar kata tidak dan teriakan yang melengking. Tentu membuat kupingku sakit, terlebih mengganggu tetangga. 

"Nuril, cebok dulu, yuk! Ini basah lho, Nak," ajakku.

"Enggak!"

"Nuril, pakai baju dulu dong sayang," pintaku.

"Enggak!" dengan teriakannya yang khas.

"Nuril, makannya tinggal dua suap lagi nih, mubazir lho. Habiskan, yuk!" 

"Gak mau! Kenyang," katanya.

Beberapa kata dia sudah bisa mengutarakannya, tapi kebanyakan memang menggeleng atau bicara 'Tidak'. Kesabaran seorang ibu memang di uji di usia ini. Tak ayal bagi seorang ibu jika sedang lelah, lapar, kondisi rumah berantakan menjadi lebih emosi dari anaknya sendiri. Akhirnya ocehan keluar, sisa tenaga dikerahkan semua demi anaknya kembali bersih dari pipis di celana. Kadang harus bopong anaknya padahal badan sudah pada ngenteg. Parahnya lagi kalau tangisan anak tak kunjung berhenti, siraman air bergayung-gayung harus membasahi sekujur tubuhnya. Setelah itu hanyalah penyesalan.

"Bunda siram kamu, nih, hayo! Masih nangis juga? Ga mau berhenti?"

Kata-kata itu selalu terngiang-ngiang dalam lamunanku saat anakku berusia delapan belas bulan. Aku hilang kendali. Aku lupa karena kejadian apa sampai aku melakukan hal itu pada anakku. Yang aku ingat dulu ayahku pernah melakukan hal yang sama ke adikku. Dia menyiram kepala adikku berkali-kali di depan mataku. Karena adikku semakin menjerit ayahku angkat badannya dan diceburkannya ke bak mandi. Astagfirullah! Kejadian itu betul-betul masih membekas sampai aku punya anak sekarang. Padahal saat itu aku dan adikku masih sekolah dasar. Hanya karena adikku menangis tidak mau sekolah, ayahku bilang, "Ada setannya ini," dan melakukan penyiraman itu. Katanya biar setannya pergi. 

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerpen Selengkapnya
Lihat Cerpen Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun