Aku bukan pecinta musium. Meskipun selalu kudengar datanglah ke musium untuk memperluas pengetahuanmu, belajar tentang peradaban di masa lalu, tentang sejarah negara tertentu.
Musium itu menarik, kata banyak orang. Tapi aku orang yang pembosan. Aku bosan melihat benda mati dipajang. Sejarah tak terlalu menarik minatku.
Aku pernah masuk ke Louvre, itu karena aku ingin lihat lukisan Mona Lisa. Melewati banyak ruangan dan koridor panjang di mana patung-patung dan relief dipajang, sebagian berbentuk manusia telanjang. Lalu masuk ke ruangan yang padat dengan manusia yang ingin berfoto dengan latar belakang lukisan Leonardo da Vinci yang terkenal itu.
Aku juga sudah ke musium Ullen Sentanu di Sleman, Jogjakarta, dan juga ke musium Geologi di Bandung, musium Satria Mandala dan beberapa musium lain. Itu semua untuk anak-anakku, sebagai variasi piknik selain ke kebun raya dan tempat bermain.
Aku memang bukan pecinta musium. Tapi musium yang satu ini menarik minatku.
Terletak di bagian upper town Zagreb, tidak jauh dari gereja St. Mark dan gereja St. Catherine, persis di ujung jalan kalau kita menggunakan cable car terpendek di dunia, kita akan sampai di musium ini. Di dalam satu bangunan kuno berdesain Barok, musium ini tidak terlalu besar. Di sisi kiri pintu masuk ada counter pembelian tiket, EUR 0,60 per orang. Area bagian depan ini juga ada toko suvenir dan cafe kecil.
Musium ini didirikan oleh 2 artis Zagreb, Olinka ViÅ¡tica, produser film, dan Dražen GrubiÅ¡ić, pematung, yang putus setelah 4 tahun menjalin hubungan. Musium ini berisi koleksi benda yang mereka miliki saat masih berdua, dan juga sumbangan dari teman-teman dan orang asing. Sebelum ditempatkan secara permanen di Zagreb, koleksi benda-benda kenangan ini sempat dipamerkan di beberapa kota seluruh dunia seperti San Fransisco, Paris, Istanbul, Singapura, London, New York, Tokyo dan kota-kota lain.Â
Di dalam, kita bisa menemukan benda-benda kenangan dan cerita singkat tentang benda tsb. Tidak semuanya tentang patah hati antara pasangan pria dan wanita. Ada juga yang mengisahkan perasaan seorang perempuan ketika ibu mertua yang dia kasihi menderita Alzheimer dan memberinya selembar sapu tangan untuk menyeka airmata. Ada cerita tentang rekaman suara seorang pria yang bercita-cita menjadi penyanyi opera. Dia merekam suaranya dan memberikannya pada sang kekasih. Setelah itu sang pria pergi berperang dan terluka di bagian leher sehingga pita suaranya terganggu. Sepulang dari medan perang dia mendapati kekasihnya sudah menikah. Akhirnya pria ini menikah dengan orang lain dan punya anak. Ketika kekasih pertama pria tsb meninggal, anaknya mengirimkan rekaman suara sang pria ke anak perempuannya, yang kemudian menyumbangkan kaset tsb ke musium.Â
Tak semua tulisan menggambarkan kesedihan luka yang menyayat hati. Ada yang ringan bercerita tentang leontin yang diterima seorang perempuan dari kekasihnya, yang kemudian dia ketahui juga memberikan leontin yang sama kepada pacarnya yang lain. Juga kisah tentang ponsel yang diberikan seorang laki-laki pada seorang wanita, dengan caption: Dia memberiku ponselnya supaya aku tidak bisa menelponnya lagi.
Musium ini memang menarik, tata letak displaynya bagus dan kalimat yang digunakan sangat indah. Benda-benda yang kelihatan biasa dan digunakan sehari-hari, tapi bagi pemiliknya punya arti sangat dalam.Â
Bukankah kita juga seperti itu? Mendengarkan lagu tertentu, apakah kenangan kita akan terbang ke suatu masa yang sudah lewat, tentang seseorang yang tak lagi kita miliki? Atau melewati bangku taman yang dulu sering diduduki bersama pacar yang ternyata menikah dengan orang lain?
Semua orang punya rahasia hati yang disimpan dalam-dalam.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H