Mohon tunggu...
Diana F Singgih
Diana F Singgih Mohon Tunggu... Lainnya - baru belajar menulis

Pensiunan yang saat ini hobinya merajut dan traveling

Selanjutnya

Tutup

Sosbud

Seberapa Sopan Kita di Jalanan?

24 September 2024   08:26 Diperbarui: 24 September 2024   08:57 43
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Sosbud. Sumber ilustrasi: KOMPAS.com/Pesona Indonesia

Indonesia terkenal dengan penduduknya yang ramah dan sopan. Begitulah yang selalu kita dengar sejak kita kecil. 

Tak usah kita bahas tingkat kesopanan warganet negeri kita di jagat maya, mari kita bicarakan adab dan sopan santun kita di jalan raya. 

Jalan raya adalah tempat yang kita habiskan mungkin 2-3 jam dalam sehari, bahkan bisa lebih, tergantung pekerjaan dan jarak lokasi rumah ke tempat bekerja.

Bagi orang yang bekerja di Jakarta dan tinggal di kota-kota satelitnya yaitu Bekasi, Depok, Bogor, Tangerang, pilihan untuk pergi bekerja adalah naik mobil/motor pribadi, atau menggunakan transportasi publik seperti KRL, bis, MRT, ojek online atau kombinasi transportasi publik. Panjang jalan raya tidak berbanding lurus dengan jumlah kendaraan. Kemacetan selalu terjadi di jam-jam sibuk pergi dan pulang kantor, dan di beberapa lokasi kemacetan bisa terjadi hampir sepanjang hari.

Jalan raya dibangun pemerintah dari dana APBN untuk digunakan semua lapisan masyarakat. Dana APBN didapat di antaranya dari pajak. Mungkin karena itu maka masyarakat yang membayar pajak merasa memiliki jalan dan menggunakan semaunya.

Lihatlah pengemudi motor yang melintas di jalan layang non tol Casablanca dari Tanah Abang ke Kampung Melayu dan sebaliknya. Meskipun sudah ada rambu roda dua dilarang melintas di situ, setiap hari selalu ada pengemudi motor melanggar. Hampir setiap hari pula ada polisi berjaga, bukan di mulut jalan tapi di ujung akhir, untuk menilang pengemudi motor. Dan sesama pengemudi motor itu akan saling menginformasikan begitu ada mobil PJR sehingga teman-teman di belakangnya akan langsung putar balik dan melawan arus, mengganggu mobil-mobil yang akan melintas. 

Lihat juga kelakuan pengemudi mobil yang berhenti di lampu merah, dan langsung membunyikan klakson begitu lampu berubah hijau. Belum sempat mengganti gigi dan menginjak gas, sudah diklakson dari belakang. Sungguh tidak sabaran.

Tengok juga banyaknya pengemudi yang tidak mau antre di jalur yang benar dan menyerobot di mulut jembatan. Belum lagi angkutan kota yang berhenti sembarangan di manapun penumpangnya ingin berhenti. Kendali untuk berhenti ada di tangan supir, mereka bisa mulai mengedukasi penumpangnya untuk turun di halte terdekat.

Berapa kali terjadi kecelakaan di perlintasan rel kereta api karena pengemudi motor atau mobil menerobos ketika sirine perlintasan sudah berbunyi.

Kita juga melihat pengemudi motor yang melintas di trotoar, haknya pejalan kaki. 

Ingat juga kasus viral pengemudi yang arogan mengeluarkan senjata api untuk menakut-nakuti pengemudi lain, sangat meresahkan pengguna jalan lainnya.

Masih banyak sekali perilaku yang menunjukkan keegoisan masyarakat pengguna jalan. Mau cepat, mau menang sendiri, ugal-ugalan, tidak patuh aturan. 

Bagaimana mengubah perilaku di jalan raya menjadi baik?

Kuncinya ada pada disiplin. Chaos di jalan raya adalah cerminan rendahnya disiplin masyarakat dalam berlalu lintas. 

Kalau kita bandingkan dengan masyarakat di negara maju, tingkat disiplin mereka di jalan raya sangat baik. Pengemudi mobil akan memberi kesempatan pejalan kaki menyeberang. Ketika akan keluar dari jalan kecil pegemudi mobil akan menunggu sampai jalan di depannya kosong sebelum mereka belok. Kendaraan umum berhenti di halte. Meskipun jalanan padat, tapi pengemudi mobil tidak zig zag berganti-ganti jalur sembarangan.

Setiap berkunjung ke luar negeri saya sering kagum karena jarang sekali melihat polisi lalu lintas. Rambu lalu lintas dipatuhi meskipun tidak ada polisi berjaga-jaga. Polisi lalu lintas di sana mengandalkan kamera elektronik (ETLE) untuk pelanggaran. Keponakan saya yang sedang sekolah di Adelaide, baru-baru ini menerima surat cinta dari polisi, berisi foto ketika mobilnya melaju di atas kecepatan yang diijinkan. Dendanya fantastis, AUD 395. 

Membentuk disiplin perlu diajarkan dari kecil, dan diberi contoh yang baik. Jika sudah terbiasa disiplin di rumah lalu ditambah didikan disiplin di sekolah, diharapkan anak-anak akan berkembang dengan kebiasaan berdisiplin. 

Mengajarkan disiplin perlu waktu panjang tidak cukup setahun dua tahun. Mungkin perlu 1 generasi untuk memperbaiki disiplin masyarakat Indonesia. Bukan hanya di jalanan, tapi juga aktivitas lain di ruang publik seperti membuang sampah di tempat sampah. 

Faktor lain yang juga penting adalah peran instansi yang berwenang. Polisi tidak boleh menerima suap di pinggir jalan, penerapan sanksi tidak tebang pilih memberi privilege pada oknum-oknum tertentu, dsb. Jadi semua pihak harus menjalankan disiplin dan kejujuran.

Entah kapan bisa melihat tertib dan disiplin di semua lini kehidupan masyarakat negeri tercinta ini.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Sosbud Selengkapnya
Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun