Mohon tunggu...
Diana F Singgih
Diana F Singgih Mohon Tunggu... Lainnya - baru belajar menulis

Pensiunan yang saat ini hobinya merajut dan traveling

Selanjutnya

Tutup

Parenting Artikel Utama

Belajar Menjadi Mertua

17 September 2024   09:40 Diperbarui: 17 September 2024   19:01 134
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Tidak ada kata berhenti untuk belajar sesuatu. Berapa pun umur kita, kita masih perlu terus belajar. Di sini saya akan menulis tentang belajar menjaga hubungan baik dengan menantu.

Ketika anak sulung menikah 9 tahun lalu, saya belajar menjadi mertua. Sebelum menikah mereka sudah dekat sejak di kampus, dan beberapa kali anak gadis tsb diajak bertemu kami, jadi saya sudah cukup mengenalnya. Tapi status sebagai ibu pacar dan sebagai mertua pasti berbeda. 

Banyak sekali saya baca dan dengar, atau lihat di film, kisah tidak enak antara mertua perempuan dan menantu perempuan. Saya sendiri punya hubungan yang baik dengan almarhum ibu mertua. Mungkin karena durasi pertemuan kami tidak pernah lama, beliau tinggal di Malang sedangkan kami di Bekasi.

Jadi pertemuan hanya saat libur Lebaran, atau kalau beliau berdua berkunjung ke Jakarta dsk menengok anak menantu yang banyak tersebar di sisi pulau Jawa bagian barat. Tapi memang ibu mertua saya orang yang baik oleh karena itu konflik mertua/menantu tidak pernah terjadi pada saya.

Seingat saya mertua saya tidak pernah mengkritik saya baik secara langsung ataupun lewat suami. Beliau bahkan selalu perhatian kepada saya, padahal dengan 11 anak, bisa dihitung berapa jumlah menantunya. 

Dulu sekali waktu belum ada water heater di rumahnya, beliau selalu memasak air untuk mandi pagi anak menantu dan cucu yang membutuhkan, karena Malang pada jaman itu masih dingin. Khusus untuk saya, bantal di kamar yang saya dan suami gunakan, selalu disiapkan yang non kapuk, karena beliau ingat saya punya penyakit asma yang suka kambuh kalau pakai bantal kapuk.

Belum lagi makanan yang khusus dibuat sesuai kesukaan anak menantu. Suami suka iwak pe (ikan pari yang diasap), jadi menu itu selalu terhidang ketika kami mudik. Potongan ikan pari asap dicampur tahu goreng, dimasak dengan santan dan lombok ijo.  Perhatian-perhatian seperti itu yang membuat kami mencintainya.

Baca juga: Anak dan Buku

Ibu saya sendiri termasuk orang yang ekspresif, jadi kadang muncul konflik kecil dengan menantu perempuannya, terutama yang pernah menumpang tinggal di rumah orang tua saya setelah menikah.

Dari mereka saya belajar. Mengambil yang baik, meninggalkan yang kurang baik.

Bagaimana menjaga hubungan dengan menantu perempuan?

Saat ini saya punya menantu perempuan 2 orang dan 1 menantu laki-laki.

Dari pengalaman pribadi, pertama, jangan berharap terlalu tinggi. Tidak ada manusia yang sempurna, dan lagipula, anak kita pasti banyak kurangnya. Jadi tidak fair kalau kita mengharapkan menantu yang sempurna. Barometer saya adalah kebahagiaan anak. Selama anak saya terlihat happy, saya juga happy.

Kedua, tahan lisan dari kritikan atau sindiran. Kalau di awal pernikahan anak dan menantu perempuan tinggal serumah dengan kita, tutup mata saja jika melihatnya seperti kurang meladeni anak kita. Atau tidak sering masuk dapur. Kalau menurut kita ada yang perlu diperbaiki, sampaikan baik-baik pada anak kita. Dia yang lebih mengerti cara pendekatan ke pasangannya.

Ketiga, think outside the box. Kalau kita di posisi dia, apakah kita mau kalau mertua kita begini, atau begitu terhadap kita?

Keempat, tentunya jangan ikut campur urusan dalam negeri mereka, meskipun mereka tinggal dengan kita. 

Hubungan dengan anak menantu ketika sudah ada cucu

Ketika cucu mulai hadir, level pelajaran saya meningkat. Sudah umum kalau kakek nenek itu suka memanjakan cucu. Cucu ingin ini dan itu, dibelikan. Apalagi kalau dulu orang tua tidak bisa membelikan anaknya suatu barang karena keterbatasan biaya, dan sekarang berkecukupan jadi ingin melampiaskan membelikan macam-macam untuk cucu. Ini bisa menjadi pemicu kejengkelan menantu pada mertuanya.

Pendidikan anak adalah ranah kekuasaan orang tua, bukan kakek nenek. Seperti saya tulis di point ke 3 di atas, apakah kita mau mertua kita ikut-ikutan mengatur cara didik kita? 

Saya melihat ibu saya dulu terlalu mencampuri cara didik cucu-cucunya dari adik perempuan saya. Adik saya tinggal dengan ibu saya cukup lama, dan karena dia bercerai ketika anaknya bayi, maka ibu saya yang lebih banyak mengasuh si cucu ketika adik saya bekerja.

Pada akhirnya si cucu jadi lebih dekat dengan neneknya dan kurang dekat secara emosional dengan ibunya. Pada masa itu beberapa kali adik saya curhat pada saya karena merasa ibu kami terlalu memanjakan sang cucu dan mengabaikan disiplin yang diajarkan adik saya ke anaknya.

Dari sejak cucu saya masih bayi, apalagi ketika makin besar dan sudah pintar bicara, setiap ingin membelikan sesuatu untuk cucu, atau cucu minta dibelikan sesuatu, saya selalu tanya ke anak/menantu, boleh nggak mama belikan dia? Atau jika sang cucu ingin nonton film kesukaan dia sedangkan dia ada jatah screen time per hari, maka saya akan minta dia tanya dulu ke orangtuanya, kalau dapat ijin barulah dia boleh nonton di rumah.

Punya menantu laki-laki berbeda. Laki-laki relatif lebih cuek dan tidak gampang memasukkan sesuatu ke dalam perasaan. Jadi kalaupun saya pernah salah bicara, dan saya koreksi setelahnya karena kuatir menyinggung perasaannya, dia menanggapi dengan santai tanpa beban. 

Sekarang saya punya menantu perempuan lagi dari anak bungsu. Tiap manusia punya karakter dan sifat yang berbeda, jadi saya perlu mempelajari cara berkomunikasi dengan menantu yang baru ini demi terpeliharanya keharmonisan dalam dunia kecil kami sekeluarga.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Parenting Selengkapnya
Lihat Parenting Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun