Mohon tunggu...
Diana F Singgih
Diana F Singgih Mohon Tunggu... Lainnya - baru belajar menulis

Pensiunan yang saat ini hobinya merajut dan traveling

Selanjutnya

Tutup

Parenting

Anak dan Buku

19 Agustus 2024   12:55 Diperbarui: 19 Agustus 2024   14:22 39
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Apakah benar masyarakat Indonesia rendah minat bacanya, dan rendah pula tingkat literasinya? 

Ada masanya di mana setiap mall punya gerai buku. Biasanya ramai menjelang tahun ajaran baru. Para orang tua belanja buku pelajaran untuk anak-anak, beli peralatan tulis dan tas baru. Anak-anak berkumpul di bagian komik dan buku anak, ada yang duduk dan jongkok membaca buku. 

Di era digital ini, toko buku konvensional mulai kehilangan energi. Toko buku Gunung Agung yang sudah beroperasi sekian dasawarsa saja akhirnya menutup semua gerainya tahun lalu. Toko buku besar lainnya misalnya Gramedia, meskipun masih punya beberapa gerai offline, akhirnya menawarkan platform digital. 

Buku itu mahal, oleh karenanya bagi sebagian masyarakat, buku itu seperti kebutuhan tersier. Di era di mana digencarkan kampanye hijau memang lebih sustainable kalau penggemar buku hardcopy beralih ke e-book. Tapi seberapa banyak orang Indonesia gemar membaca buku ataupun e-book? Atau hanya siswa sekolah dan mahasiswa karena tuntutan akademik? Apakah di sekolah masih diharuskan membaca karya sastra seperti generasi saya sekian dekade lalu? Membaca karya Chairil Anwar atau Sutan Takdir Alisyahbana, misalnya. 

Beberapa bulan lalu saya melihat seorang anak usia belasan membaca buku sambil minum jus di mall. Saya sampai terperangah. Langka sekali melihat anak membaca dengan asik dan bukan main game atau tiktok-an di ponsel.  

Mengajari anak agar senang membaca dimulai dari rumah 

Waktu anak-anak milenial saya masih kecil, mereka sering saya bawa ke toko buku. Saya tumbuh di keluarga yang suka membaca. Ibu saya guru, dan beliau suka membeli buku-buku bekas teman-temannya para ekspatriat di Bandung yang akan pulang ke negara mereka. 

Karena tahu membaca itu asyik dan menyenangkan, saya ingin menularkan kegemaran membaca ke anak-anak. Berawal dari buku komik seperi Doraemon, Kobo Chan, detektif Conan sampai Tintin, lanjut ke non komik karya Enyd Blyton dengan Sapta Siaga dan Lima Sekawan. Ini buku2 konsumsi masa kecil saya juga.

Dulu, tiap bulan kami selalu mengunjungi toko buku. Tapi sejak anak-anak dewasa, terus terang saya juga hampir tidak pernah lagi masuk ke toko buku.

Kendala yang menyebabkan anak tidak suka membaca

Perlu menciptakan suasana gemar membaca untuk anak. Anak adalah peniru yang unggul. Mereka akan lebih pintar memegang gadget jika pengasuhnya memegang ponsel sepanjang hari. Anak-anak yang ibunya suka melukis atau menggambar akan ikut-ikutan memegang pensil di usia dini.

Untuk anak kecil usia 1-5 tahun paling tepat memberinya buku cetak dengan lembaran yang tebal dan dilapisi bahan anti basah jadi tidak mudah sobek dan basah. Model buku pop-up berisi halaman tiga dimensi dan gambar-gambar berwarna cerah juga akan menarik mata balita. Buku anak-anak biasanya tiap halamannya lebih banyak gambar dibanding tulisan. Buku-buku ini tidak murah tapi berguna sekali sebagai titik awal anak belajar menyukai buku. 

 

Sampai hari ini, meski anak-anak saya sudah menikah, semua masih suka membaca. Ada yang bacaannya komik Jepang dan segala macam berbau Jepang. Yang perempuan, semua dibaca, novel hardcopy, e-book, komik Jepang, dll. Anak perempuan saya ini juga yang paling rajin membelikan keponakannya buku anak-anak. Jadi 2 cucu saya sudah mulai mengenal buku dari bayi. 

Koleksi komik anak-anak saya yang 1 lemari itu sekarang menjadi favorit para cucu keponakan kalau keluarga besar berkumpul di rumah. Senang rasanya melihat anak-anak kecil memegang buku dan bukannya gadget.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Parenting Selengkapnya
Lihat Parenting Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun