Seorang ibu sanggup merawat 10 anak, tapi sebaliknya, 10 anak belum tentu sanggup merawat ibu (atau ayahnya) di masa tuanya.
Merawat orang tua tidaklah mudah.Â
Ketika ibu saya terkena stroke akhir tahun 2016, kami anak-anaknya sadar bahwa tidak mungkin beliau tinggal sendirian di rumahnya, atau berdua dengan perawat. Waktu masih sehat beliau tinggal sendiri (ayah kami berpulang 2013), hanya kadang-kadang menginap di rumah anak kalau sedang kangen.Â
Bagaimana kalau perawat mendadak kabur meninggalkan pasien? Bagaimana kalau terjadi emergency dan perlu dibawa ke rumah sakit, apakah perawat bisa diandalkan? Saudara saya banyak, tapi memang tidak semua mampu mengakomodasi ibu untuk tinggal bersama.Â
Ada yang rumahnya tidak 1 level hingga sulit untuk aksesbilitas kursi roda. Atau rumahnya kecil tidak ada kamar kosong. Ada yang jauh dan tidak memungkinkan mengantar ibu ke sana. Macam-macam alasan. Beberapa kali sempat terjadi adu kata-kata di grup chat keluarga mengenai perawatan ibu.Â
Dengan pertimbangan beberapa hal, akhirnya diputuskan anak-anak bergiliran menerima ibu di rumahnya. Dari 6 anak yang lahir dari rahim ibu, 4 dari kami bergantian merawat ibu di rumah.Â
Arrangement tsb berjalan cukup baik, meskipun tidak terlalu mulus, kadang timbul friksi antara saudara, dan juga kendala perawat yang gonta ganti karena tidak betah. Ibu nampak senang setiap tahun ada perubahan suasana. Manusia adalah makhluk sosial, dia butuh teman. Apalagi ketika sakit. Dikelilingi anak cucu merupakan penambah semangat yang sering kali lebih mustajab daripada obat.Â
Perjalanan itu kami lalui hingga ibu berpulang hampir 2 tahun lalu.
Seorang ibu sanggup merawat 10 anak, tapi sebaliknya, 10 anak belum tentu sanggup merawat ibu (atau ayahnya) di masa tuanya.
Kalimat itu sering terlintas di kepala saya setiap ada ketidaksepahaman antar saudara terkait kondisi ibu. Saya ingat hal serupa terjadi di sepupu-sepupu saya waktu tante saya sakit tua. Dan ternyata beberapa teman-teman seusia juga menceritakan kisah sama. Ada yang benar-benar tega tidak mempedulikan ibu/ayahnya dan membiarkan saudaranya yang mengurus.Â
Tentunya banyak juga keluarga yang anak-anaknya rukun mengurus orang tuanya hingga tiada. Contohnya keluarga suami. Mertua saya punya anak 11. Sebagian tinggal di kota yang sama dengan mertua, sebagian lagi merantau ke luar kota. Ketika ibu mertua sakit -- beliau kena stroke juga hingga bertahun-tahun -- lalu ayah mertua menderita pikun, anak yang di rantau rajin pulang. Yang tinggal sekota tak usah ditanya. Setiap hari mereka menyambangi rumah orang tuanya. Hingga sekarang, ketika mertua saya sudah berpulang semuanya, 11 anak dan pasangannya, masih rukun dan sering piknik keluarga.Â
Berdasarkan pengalaman dan pengamatan, saya berkesimpulan bahwa orang tua yang berhasil itu bukan hanya yang anaknya berhasil menjadi orang kaya, terkenal atau bersekolah setinggi mungkin. Memiliki anak-anak yang care dan sayang pada orang tuanya di masa tua, tetap rukun dan saling menghormati sepeninggal mereka, inilah orang tua yang berhasil.Â
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H