Semalam saya hang out dengan sahabat-sahabat saya. Kami sudah berteman lebih dari 20 tahun. Semua sudah menikah dan punya anak menjelang dewasa.
Satu topik yang dibahas - dan sepertinya selalu muncul beberapa tahun belakangan - adalah kesehatan. Umur memang tidak bisa berdusta.
Saya baru menerima hasil medical check up dan seperti tahun sebelumnya dan tahun sebelum itu, selalu kolesterol yang dapat rapor merah. Lalu satu sahabat saya bertanya, Gimana hasil glukosa dalam darah? Dia tahu ibu saya almarhum punya penyakit diabetes dan hipertensi.Â
Setelah saya bilang gula saya masih dalam kondisi normal, dia bercerita. Teman anaknya, usia 19-20 tahun, ada 1 yang baru meninggal karena diabetes. Dan ada 1 teman lagi yang masih dirawat karena kandungan gula dalam darahnya di level 500.Â
500. Wow!Â
Teman saya melanjutkan, sebelumnya teman anaknya itu tidak menderita diabetes, tapi ayahnya, dan ayahnya sering keluar masuk rumah sakit karena penyakit gulanya. Di rumah mereka ada lemari berisi jajanan mengandung gula yang dikunci, supaya ayahnya tidak tergoda untuk ngemil. Tapi kuncinya dipegang oleh si anak...Â
Singkat cerita si anak remaja ini akhirnya dari pradiabet menjadi penderita diabetes seperti ayahnya.
Diabetes adalah penyebab utama kebutaan, stroke, serangan jantung, gagal ginjal dan amputasi kaki. Data dari Kemenkes thn 2015, diabetes adalah penyebab kematian ke 3 di Indonesia. Jumlah penderitanya makin meningkat setiap tahun.
Diprediksi di tahun 2030 akan ada lebih dari 23 juta penderita, meningkat 5 juta orang dibanding tahun 2021. https://www.diabetesatlas.org/data/en/country/94/id.html
Membaca berita wacana pelabelan kandungan gula, saya sangat setuju. Saya belum tahu apakah tetap jadi wacana? Kalau benar dijalankan seperti apa nantinya, apakah benar akan meniru negara tetangga, dengan color code di kemasan, atau yang lain. Tapi lebih penting lagi apakah produsen akan komit untuk jujur dengan jumlah kandungan gula dalam produknya?Â