Mohon tunggu...
Indi Diana Fakhriya
Indi Diana Fakhriya Mohon Tunggu... Mahasiswa - Mahasiswi

Lets do it!

Selanjutnya

Tutup

Ilmu Sosbud

Menggali Makna Intelegensi dan Pengukurannya

27 Maret 2022   22:41 Diperbarui: 27 Maret 2022   22:48 632
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

....dimata saya seperti dia terlahir dengan otak emas.

Semasa sekolah selalu dibuat penasaran dengan perbedaan saya dan teman-teman. Masing-masing kami punya mata pelajaran favorit yang kami pilih karena dianggap mudah atau menyenangkan. Disisi lain ada pula satu dua teman yang menguasai semua mata pelajaran dan mendapat nilai tinggi.

Pemilik ranking satu saat duduk di Sekolah Dasar tidak pernah berganti, selalu dengan orang yang sama dan tidak ada yang menggesernya. Terheran pula mengapa dia bisa bertahan pada posisi satu. 'Saya memang selalu belajar dan saya menyukainya' ujar teman ranking satu, namun dimata saya seperti dia terlahir dengan otak emas.

Melangkah pada jenjang berikutnya, Sekolah Menengah, bertemu dengan tes yang terasa asing karena pertama kalinya. Lambat laun mengerti katanya untuk mengukur kecerdasan. Wah benar-benar hebat pikir saya saat itu bahwa kecerdasan ternyata bisa diukur. Hasil tes tersebut dipergunakan untuk mengelompokkan anak-anak dengan hasil tinggi dan rendah.

Apakah mereka dengan hasil rendah mencerminkan bahwa ia tidak cerdas? Dan mereka dengan hasil tinggi memang cerdas permanen? Apakah hasil ini bisa berubah? Yang rendah menjadi tinggi maupun sebaliknya?

Intelegensi 

Kata intelegensi berasal dari bahasa inggris kecerdasan, intelligence. Definisi yang masih menjadi perbedaan disetiap kacamata para ahli. Howard Gardner (1985) selaku tokoh pencetus teori multiple intelligence, mengemukakan intelegensi adalah kemampuan manusia untuk memecahkan masalah atau menciptakan produk dalam berbagai setting dalam situasi nyata.

Terdapat pula pendapat salah satu tokoh utama perintis pengukuran intelegensi, Alfred Binet, yang menyatakan intelegensi sebagai sisi karakteristik seseorang yang mengandung tiga komponen; kemampuan mengarahkan pikiran dan tindakan, kemampuan mengubah arah tindakan bila telah dilakukan, kemampuan mengkritik diri sendiri.

Masih banyak para ahli lain yang ikut mengemukakan pendapat mengenai intelegensi. Namun semua berujung pada kemampuan diri yang melibatkan proses berpikir rasional. Salah satu video milik CrashCourse yang berjudul 'Controversy Of Intelligence' mengungkapkan bahwa mengartikan kecerdasan jauh lebih sulit daripada membuat julukan untuk para orang cerdas. Kecerdasan tidak seperti tinggi atau berat; tidak dapat diukur dengan skala dan membuat ukuran yang pasti.

Kecerdasan punya arti yang berbeda-beda untuk setiap budaya, usia dan keterampilan. Sekitar abad ke-20, Charles Spearman psikolog Inggris mengemukakan kita memang memiliki satu kecerdasan umum menyeluruh yang mendasari kemampuan mental dan berbeda tiap satu dengan yang lain. Satu kecerdasan tersebut disebut faktor-G. Spearman percaya meskipun seseorang punya talenta khusus, hal tersebut masih termasuk dalam faktor-G yang ia kemukakan.

Faktor-G bagi Spearman merupakan faktor yang terhubung pada semua perilaku kecerdasan. Itulah mengapa seseorang yang tes kognitifnya baik, akan baik pula pada bidang lainnya. 

Namun ada yang menentang teori Spearman tersebut, L. L. Thurstone, perintis psikometrik Amerika yang tidak suka mengurutkan orang dari skalanya. Ia memberikan 56 tes berbeda pada pesertanya kemudian dikelompokkan pada tujuh unsur kemampuan mental. Sehingga seseorang dapat dikatakan hebat dalam satu aspek dan kurang dalam satu aspek lainnya.

Teori ini terdengar adil, namun saat peneliti menggali lebih dalam teori milik Thurstone ditemukan inti yang sama dengan teori milik Spearman, yang menyatakan skor tinggi dalam satu kemampuan biasanya skor tinggi pula pada kemampuan lainnya. Spearman dan Thurstone secara tidak langsung membuka lebih banyak teori modern tentang kecerdasan.

Mengukur Kecerdasan

Berbagai tawaran tes untuk mengukur kecerdasan banyak tersebar dimana-mana. Bahkan sudah available dalam sosial media maupun situs web. Dengan mudah kita bisa mengukur dan mendapat hasil berapa kecerdasan kita dalam bentuk angka. 90-109 disebut rata-rata, 110-119 sebagai rata-rata tinggi, 120-129 kecerdasan diatas rata-rata dan 130 keatas adalah sangat cerdas atau very superior. Dapatkah angka-angka tersebut menjamin kecerdasan seseorang?

Pergantian abad ke-20, pemerintah Prancis mewajibkan seluruh anak untuk masuk sekolah. Sebelumnya anak-anak tidak pernah melakukan pembelajaran dalam kelas dan guru ingin mengukur untuk tahu mana anak yang membutuhkan bantuan ekstra dalam belajar. Hadirlah dua psikolog Prancis, Alfred Binet dan Theodore Simon, mengembangkan tes untuk mengukur mental anak berdasarkan usia. 

Konsepnya mengukur level kemampuan mental anak yang dihubungkan dengan kesetaraan usia tertentu. Misal anak usia 6 tahun dites dengan sesama anak usia 6 tahun. Binet dan Simon percaya bahwa tesnya dapat mengukur kemampuan mental anak. Namun hasil tes tersebut tidak bersifat tetap dan permanen. Beliau yakin bahwa kemampuan dapat ditingkatkan lebih lanjut melalui dukungan lingkungan. Binet juga takut tes tersebut sampai pada pemikiran yang salah seperti menandai anak tidak punya harapan dan peluang.

  • IQ (Intelligence Quotient)

William Stern seorang psikolog Jerman menggunakan teori Binet dan Simon sebagai refrensi penciptaan IQ. Cara menghitung IQ adalah usia mental dibagi usia kronologis dikali seratus. Contohnya, seorang adik dengan usia mental 6 tahun dan usia kronologis 5 tahun maka hasilnya 120. Namun rumus ini sulit digunakan untuk orang dewasa yang sudah keluar dari proses perkembangan seperti anak-anak.

  • Tes Intelegensi

Pada awal tahun 1900, mulai dipromosikan secara luas oleh profesor Stanford, Lewis Terman tentang tes intelegensi. Tes ini berisikan aspek-aspek untuk mengukur penalaran, verbal, kemampuan berpikir logis, kemampuan logika berhitung dan analitis individu. Saat ini dapat dijumpai dalam seleksi CPNS.

Hasil dari tes kecerdasan dapat berubah, namun bukan berarti merubah seluruh aspek kecerdasan. Namun lebih besar disebabkan perbedaan tes untuk pengukuran kemampuan yang berbeda. Segala bentuk pengukuran dimaksudkan untuk mengetahui kemungkinan besar kemampuan pada seseorang. Tidak untuk melabel orang yang tidak cerdas atau tidak punya kemampuan. Sejatinya manusia diciptakan dengan bentuk dan komposisi otak yang sama.

Semoga bermanfaat!

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Ilmu Sosbud Selengkapnya
Lihat Ilmu Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun