Mohon tunggu...
Diana Fadhilah
Diana Fadhilah Mohon Tunggu... Mahasiswa - Mahasiswa Pascasarjana

Interest in biology

Selanjutnya

Tutup

Nature

Ekonomi Untung, Produktivitas Ekosistem Buntung

21 Desember 2022   21:55 Diperbarui: 2 Januari 2023   14:38 112
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Nature. Sumber ilustrasi: Unsplash

Kecepatan tingkat penebangan hutan di Indonesia diprediksi paling tinggi di dunia yaitu 1000 – 5000 km2/ tahun. Penebangan tersebut juga terjadi di hutan rawa gambut yang bertujuan untuk mengalihfungsikan menjadi perkebunan sawit, lahan pertanian, dan perkebunan karet. Luas perkebunan sawit di Indonesia terus meningkat setiap tahunnya di lahan gambut yang dapat mencapai tiga juta hektar di Asia Tenggara (Luas Asia Tenggara = 450 juta hektar), dan secara keseluruhan total luas perkebunan sawit di Indonesia yaitu 15,08 juta hektar.

Pendapatan Masyarakat Bertambah

Perluasan perkebunan sawit memiliki berbagai dampak positif maupun negatif dalam perekonomian masyarakat, lingkungan di sekitarnya, dan industri CPO (Crude Palm Oil). 

Pendapatan masyarakat membaik ketika terjadi perluasan perkebunan sawit dibandingkan dengan pendapatan ketika lahan masih digunakan untuk perkebunan karet. Kebutuhan minyak kelapa sawit yang terus meningkat, berefek pada harga sawit yang cukup stabil dan menjanjikan bagi masyarakat yang menanam dan bekerja di kebun sawit. Bukan hanya bekerja di kebun sawit, namun masyarakat juga berpeluang untuk bekerja di sektor industri kelapa sawit.

Walaupun pendapatan masyarakat dan devisa negara meningkat serta menurunnya kemiskinan, berbagai persoalan lingkungan muncul sebagai efek sampingnya. Semakin luas areal perkebunan sawit dibuka, maka semakin banyak terjadi deforestasi hutan. Hal tersebut dapat meningkatkan emisi karbon dan mempengaruhi iklim.

Dampak Lingkungan Perluasan Kebun Sawit

Kelapa sawit membutuhkan banyak air untuk pertumbuhan dan perkembangannya. Tidak sedikit masyarakat sekitar perkebunan sawit yang mengeluhkan kekurangan air ketika kekeringan melanda. 

Masyarakat menggali sumurnya lebih dalam demi mendapatkan air di sekitar perkebunan sawit. Bukan hanya masyarakat yang merasakan dampak kekurangan air akibat perluasan kebun sawit tersebut, tetapi juga flora dan fauna yang hidup di sekitarnya. 

Tumbuhan sangat sensitif terhadap kekurangan air karena berpengaruh langsung dalam proses fotosintesis. Tidak semua jenis tumbuhan dapat bertahan hidup dengan konsentrasi air yang semakin sedikit. Oleh karena itu, kekurangan air tersebut dapat mempengaruhi keanekaragaman flora dan fauna di sekitar perkebunan sawit.

Selain air, kelapa sawit juga membutuhkan zat mineral lainnya yang didapatkan dari pupuk. Semakin banyak pupuk yang diberikan kepada kelapa sawit dan seiring juga dengan perluasan kebun, maka potensi tercemarnya air sungai dan kolam di sekitar kebun akan meningkat. Hal tersebut dikarenakan air sisa proses pemupukan terbawa oleh aliran air.          

Semakin maraknya perluasan kebun sawit di Sumatera dan Kalimantan menjadi salah satu penyebab fragmentasi habitat flora dan fauna yang tersedia. Daerah tutupan yang diakibatkan oleh daun yang tumpang tindih juga dapat menurunkan vegetasi tanah dan berimplikasi pada penurunan keanekaragaman hayati.

Produktivitas Primer Bersih Kebun Sawit

Perluasan kebun sawit di sekitar hutan rawa gambut semakin sering terjadi. Contohnya perkebunan sawit di rawa gambut desa Pematang Gadung, Ketapang, Kalimantan Barat. Produktivitas di hutan rawa gambut dapat menurun jika terjadi penebangan pohon dan pembukaan lahan, termasuk juga ekspansi kebun sawit. 

Telah diketahui bahwa hutan rawa gambut di Pematang Gadung memiliki produktivitas primer bersih (NPP / Net Primary Productivity) yang tinggi yaitu 13,2 Mg C/ha/tahun dibandingkan dengan hutan tropis Brazil dan Malaysia (10,1 dan 5,5 Mg C/ha/tahun) (Basuki et al., 2018). Bila dibandingkan dengan areal kebun sawit yang memiliki NPP 3,7 Mg C/ha/tahun, NPP hutan rawa gambut jauh lebih tinggi.

Nilai produktivitas primer bersih perkebunan sawit dapat meningkat dengan bertambahnya umur dan kematangan kelapa sawit yang ditanam. Jika umur kelapa sawit bertambah, maka ukuran tubuh termasuk kanopi dan ukuran buahnya akan bertambah. 

Hal tersebut sejalan dengan nilai produktivitas yang terus bertambah. Meskipun nilai produktivitas kebun sawit dapat terus bertambah, namun nilainya tidak dapat setinggi nilai produktivitas pada hutan yang belum tersentuh oleh penebangan dan penggantian fungsi lahan.

Upaya Meningkatkan Produktivitas Ekosistem

Berbagai langkah harus dilakukan untuk meningkatkan produktivitas ekosistem dan ekonomi masyarakat di sekitar areal kebun sawit. Dampak lingkungan yang diakibatkan oleh perluasan kebun sawit sebaiknya dijelaskan secara transparan. Peran pemerintah juga sangat diperlukan dalam membuat kebijakan, menegakkan hukum, serta pemberian izin dalam perluasan kebun sawit di Indonesia. Dalam perencanaan dan pengelolaan kebun sawit juga mesti memperhatikan faktor biotik dan abiotik yang mempengaruhi pertumbuhan dan produksi kelapa sawit, sehingga produksi sawit dapat maksimal dan produktivitas ekosistem juga tidak begitu rendah. Masyarakat sekitar juga diharapkan untuk berpartisipasi dalam pengawasan lingkungan kebun sawit.

Tugas Mata Kuliah Biodiversitas Tropika

Pascasarjana Biologi Universitas Andalas

Dosen Pengampu: Dr. Feskaharny Alamsjah

Referensi

Basuki, I., Kauffman, J.B., Peterson, J. Anshari, G., Murdiyarso, D. 2018. Land cover changes reduce net primary production in tropical  coastal peatlands of West Kalimantan, Indonesia. Springer: Mitig Adapt Strateg Glob Change. https://doi.org/10.1007/s11027-018-9811-2 

Utami, R., Putri, E.I.K., Ekayani, M. 2017. Dampak ekonomi dan lingkungan ekspansi perkebunan kelapa sawit (studi kasus: Desa Penyambungan, Kecamatan Merlung, Kabupaten Tanjung Jabung Barat, Jambi). Jurnal Ilmu Pertanian Indonesia 22(2): 115 – 126. doi:10.18343/jipi.22.2.115

Wakhid, N., Hirano., Takashi. 2021. Soil CO2 emissions and net primary production of an oil palm plantation established on tropical peat. International Mire Conservation Group and International Peatland Society 27(13): 1 – 11. DOI: 10.19189/MaP.2021.OMB.StA.2159

Widodo, I.T., Dasanto, B.D. 2010. Estimasi nilai lingkungan perkebunan kelapa sawit ditinjau dari neraca air tanaman kelapa sawit (studi kasus: perkebunan kelapa sawit di Kecamatan Dayun, Kabupaten Siak, Propinsi Riau). J. Agromet 24(1): 23 – 32. http://journal.ipb.ac.id/index.php/agromet

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Nature Selengkapnya
Lihat Nature Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun