Ia hampir lupa bagaimana hujan menyanyikan senandungnya.
Bahkan pojokan dinding kamar yang menjadi kesukaannya.
Baginya, apapun yang ia sukai dulu tak ada artinya.
Ada sesuatu yang tidak bisa meski telah berusaha ia tutupi, jelas sekali.
Pun ia tertawa, itu hanya pura-pura.
Ia terikat oleh banyak hal ; rasa gelisah yang berkecamuk ataukah rindu yang selalu ingin ia tuntaskan, tanpa banyak tanya kapan dan dimana.
Perihal takdir, ia pernah percaya apa yang ia jaga tak mutlak akan selamanya.
Rasa egois berkecamuk melawan dan selalu siap memberontak pikiran.
Tunduklah ia kepada egonya sepanjang tahun.
Tidaklah ia berkemas bangkit di balik rundung di balik cemas?
Lalu benturkan kenyataan pada keadaan.
Benarkah telah musnah keinginan di perasaan?
Tidaklah ia ingin mengulang rencana yang pernah tersusun, sebelum semua benar-benar hilang.
Lalu alam raya membawa kabar baik bahwa satu-satunya yang ia butuhkan adalah waktu.
Pikirnya mungkin sesekali akan kembali.
Sesuatu dari dalam dirinya mungkin belum sepenuhnya sembuh, tapi ia baik-baik saja, dan akan tetap baik-baik saja ; selalu begitu.
Sampang, 06 Agustus 2021
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H