Mohon tunggu...
Diana PutriArini
Diana PutriArini Mohon Tunggu... Psikolog - Diana Putri Arini

Penyuka filsafat hidup, berusaha mencari makna hidup agar dapat menjalani hidup penuh kebermaknaan

Selanjutnya

Tutup

Film

Keadilan Tokoh Adil yang Tak Pernah Ditemukan Hingga Akhir Hayat

1 Mei 2024   21:25 Diperbarui: 1 Mei 2024   21:29 98
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Joko Anwar mengeluarkan film terbaru mengenai film horor religius, thriller dan gore. Ditengah gempuran film religius yang dianggap menakutkan pengikutnya dan menurunkan iman, seperti film Qiblat yang dikecap oleh Majelis ULama Indonesia.  Joko Anwar tak peduli, horor religius dikeluarkan berdasarkan sudut pandang agama. Saya tidak sedang membicarakan mengenai sudut pandang pembalasan dan siksa di dalam kubur. Saya memahami dalam ajaran agama saya, yaitu Islam segala hal yang dilakukan di dunia akan dipertanggung jawabkan akhirnya. 

Saya sedang membicarakan tokoh Adil. 

Seorang anak sulung dari orangtua penyayang yang memiliki usaha toko roti. Dari awal scene, saya menangkap tokoh Adil sedikit berbeda dengan anak seusianya. Adil terlihat kemayu, bahkan adiknya menyebutkannya cantik. Adegan pertama menunjukkan ada sedikit perilaku bullying dari rekan seusianya. 

Disini saya menilai, Adil mendapatkan perlakuan tidak adil dengan gayanya yang tidak biasa. Hal ini menunjukkan perilaku Adil yang cenderung pasif, pengalah dan kurang mampu melindungi diri. Adil tidak pernah diajarkan keterampilan sosial untuk bersikap melindungi diri sendiri, mengonfrontasi lawan atau menunjukkan batasan diri. 

Hal ini terlihat ketika adegan pencurian, saat adiknya meminta Adil untuk menghalanginya, Adil tidak melakukan. Adil tidak mampu untuk melarang orangtuanya agar tidak keluar rumah karena ia mendapatkan info bahwa diluar akan terjadi bahaya. 

Sejatinya Adil kecil adalah anak baik yang suka membantu. Hal ini terlihat dengan sikap Adil yang menanyakan keadaan orang asing tak dikenalnya yang masuk di tokonya. Orang asing yang tidak lain teroris tersentuh kebaikan Adil, ia menyarankan Adil untuk tidak keluar rumah dan menyerahkan kaset rekaman. Sayangnya, Adil tidak cukup kuat untuk bersikeras melarang orangtuanya keluar. Akhirnya orangtuanya menjadi korban bom bunuh diri. 

Pernyataan adiknya yang menyatakan seharusnya Adil yang kena bom bukan orangtuanya. 

Tentu itu menyakitkan sekali dan menimbulkan luka yang mendalam. Adil sudah tahu ada kondisi bahaya di luar , ia tidak punya kekuatan untuk melindungi, sekarang orangtuanya mati, mereka yatim piatu. Rasa bersalah hadir bahkan mungkin saya ia membenarkan seharusnya ia saja yang mati bukan orangtuanya. 

Jadilah Adil dan Sita yatim piatu, pihak kerabat yang tidak mau mengurusnya menaruh mereka berdua ke pondok pesantren. Mereka dijejali dengan norma agama yang bersifat hukuman. Sejujurnya, saya termasuk relate dengan keadaan mereka ketika belajar agama . Hal yang saya kenal dari Allah adalah hukumannya seperti azab, siksaan dan dosa. 

Saat saya masih kecil, saya takut sekali dengan siksa kubur bahkan saya sempat menghafal hal yang ditanyakan malaikat mirip seperti calon pekerja yang mencari kisi-kisi pertanyaan dari interviewer hehehe. Saya baru menyadari kasih Allah di usia 18 tahun, saya baru sadar maha baiknya Allah dan pemaafnya. 

Kembali di film, Adil dan Sita diajari sifat Tuhan yang penghukum. Mirisnya, orang yang mengajari agama ternyata melakukan perbuatan tercela yang diazab Allah. Pak Ilham selaku pemilik pondok pesantren memiliki ketertarikan seks pada anak laki-laki, hal ini diketahui oleh para ustadz dan ustdzah yang menormalisasikan perilaku ini. Bahkan ada salah satu ustadzah mendiamkan perilaku ini dengan alasan pak Ilham sudah menjadi donatur pesantren ini. 

Ada adegan Adil berteriak ketika berada di dalam ruangan. Saya menafsirkan Adil tidak hanya mendapatkan pelecehan seksual, namun pemerkosaan serius. Ia dipaksa untuk menjadi pelampiasan nafsu laki-laki tua. Di luar ruangan itu ada orang yang menjaga, artinya perbuatan ini sudah sistematis, bahkan bukan kali pertama. 

Adil anak yatim piatu, tidak ada orangtua yang akan pasang badan untuk melaporkan kasus ini ke ranah hukum, tidak ada juga orang yang akan membelanya. Kepribadiannya pasif dan tidak berdaya, ia harus menunggu pertolongan yaitu adiknya yang ia paling percaya. 

Adegan berlanjut saat Adil dewasa dan menjadi petugas pemandi jenazah. Dari raut dan postur Adil, ia tidak kemayu lagi. Ia tumbuh dengan pria tinggi, brewok dan cukup pendiam. Ia bertengkar dengan istrinya, namun ia tak membantah hanya diam. Saat adiknya mau melakukan eksperimen membuktikan siksa kubur, Adil tidak kuasa untuk melarang adiknya. Ia kembali pasrah dengan keadaan. 

Sampai kematiannya, Adil tidak mendapatkan keadilan. Ketika ia tahu pelaku pemerkosanya ada berada di dekatnya, ia belum mampu melakukan konfrontasi. Bahkan ketika mau membunuh pelaku tersebut, ia tidak dapat melakukannya. Kepribadian Adil sudah menyimpang sejak awal, ia tak sempat untuk kembali menjadi normal dan memahami kondisi diri. Kehidupan yang gelap, kepribadian yang menyimpang, tidak ada orang dewasa yang memperbaiki diri membuat Adil hidup jauh dari agama juga. Ia juga mendapatkan siksa kubur menurut film. 

Sejujurnya , saya sangat simpati dengan kondisi Adil. Ia benar-benar korban dari perlakuan yang salah, ya saya tidak memungkiri bahwa Sita juga korban keadaan. Sebagai orang yang bekerja di perlindungan perempuan dan anak, kondisi Adil membuatku tersadar mengenai dampak penyimpangan perilaku yang signifikan tak terobati dari korban kekerasan seksual. 

Kasus kekerasan seksual anak laki-laki atau remaja laki-laki kurang menjadi perhatian. Mirisnya pelakunya adalah orang yang dihormati seperti guru, ustabdz, tokoh agama atau pejabat setempat. Ia seakan menjadi tumbal yang dikorbankan agar kestabilan do tempatnya berjalan lancar, sementara pelaku melalang buana dengan topeng orang baik atau orang suci. 

Tidak sedikit kasus ini tidak diadili karena stereorotip malu atau memang korban berasal dari kalangan yang rentan sekali, sehingga pelaporan akan berdampak pada kesejahteraannya secara ekonomi atau sosial. Belum lagi, ia mendapatkan stigma kenapa tidak mampu melindungi diri? kenapa dia tidak melawan ketika diperintahkan untuk menyentuh kelamin pelaku? 

Dalam tulisan ini, aku masih percaya bahwa Allah itu maha baik. Dalam agama Islam, kita diwajibkan menyebutkan basmallah sebelum beaktivitas. bismillahirrahmanirrahim  memiliki makna dengan menyebut nama Allah Maha Pengasih lagi Maha Penyayang. Akankah mereka yang menjadi korban karena salah perlakuan orang dewasa juga mendapatkan kebaikan Allah? 

Aku pernah membaca cerita kebaikan Allah seperti ia mengampuni orang yang sudah membunuh 100 nyawa, ketika ia bertobat dan mencari guru, ia meninggal di jalan. Malaikat Ridwan penjaga surga dan Malaikat Malik berdebat untuk memasukkannya, lalu Allah menyuruh para malaikat untuk menghitung jarak yang akan ditempuhnya. Jika langkah kaki mayat ini dekat dengan tempat dituju maka, ia berhak masuk surga begitu pula sebaliknya. Ternyata jaraknya dekat. 

Saya tersentuh dengan kebaikan Allah dalam cerita itu. Saya berharap walau ini hanyalah sebuah cerita fiksi yang difilmkan, semoga ada keadilan dan kebaikan Allah untuk tokoh Adil dan Adil-adil lainnya yang menjadi korban kekerasan seksual. 

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Film Selengkapnya
Lihat Film Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun