Sekarang aku sudah menyelesaikan studiku dan bekerja serta beraktualisasi. Aku bekerja di bidang yang kukuasai, aku menyukai pekerjaan ini, punya lingkungan pertemanan yang menyenangkan dan adanya dukungan sosial. Aku yang sekarang sudah tidak peduli dengan cibiran dan nasihat orang-orang yang mengatakan seharusnya aku menikah dulu. Bahkan dulu aku pernah dibilangin "Kalo terlalu tinggi pendidikan dan pekerjaan perempuan nanti dapatnya duda."Â
Menurutku peryataan itu kejam sekali namun apa mau dikata, realita inilah yang sering didengar. Mereka mengatakan perempuan menikah diatas usia 25 tahun memiliki kesuburan yang tidak baik. Lagi-lagi perempuan disalahkan? Riset menunjukkan kualitas sperma pria memiliki potensi menghambat atau melancarkan terjadinya reproduksi.Â
Jika perempuan bekerja dengan posisi tinggi akan membuat prianya malu. Lho? bukan pekerjaan kita sebagai perempuan untuk meningkatkan kepercayaan diri dan harga diri orang lain terutama pasangan.Â
Itu adalah masalah mereka yang harus diatasi secara pribadi. Apalagi masalah pengasuhan, perempuan disalahkan terutama mereka sebagai ibu pekerja. Â Padahal membuat anak kan bareng-bareng, ada kerjasama antara ayah dan ibu, namun kenapa pengasuhan dititik beratkan kepada perempuan?Â
Aku suka bertanya-tanya apakah orang yang menasehatiku dengan niat baik menurut mereka adalah orang orang yang berbahagia dengan kehidupannya? Jika kita mencoba makanan enak di suatu resto, sebagian besar orang akan merekomendasikan ke orang lain agar bisa merasakan kenikmatan makanan tersebut.Â
Namun ada juga orang yang mencoba makanan tidak enak atau basi, lalu merekomendasikan orang lain untuk mencoba makanan tersebut agar penderitaan sama rata.Â
Pernah gak sih ada rekan yang nyobain makanan " Ih gak enak makanannya, asem banget. Coba deh rasain." Aku bertanya kenapa sih menyarankan sesuatu tidak enak? apakah tidak percaya diri dengan kemampuan lidahnya atau biar orang lain juga merasakan sensasi tidak enak tersebut.Â
Sama halnya dengan orang-orang yang menganggap kehidupan perempuan diatas 25 tahun itu menderita karena belum menikah dan belum merasakan punya anak. Apakah pernah mereka mengobrol dengan perempuan tersebut mengenai passionnya, pencapaiannya, cita-citanya, atau hobinya. Bukankah kehidupan itu pilihan dan tanggung jawab dari pembuat keputusan tersebut.Â
Tubuh perempuan adalah miliknya, sesuka mereka untuk bertindak dan bersikap asal dapat bertanggung jawab. Reproduksi bagi sebagian besar orang bukan masalah perempuan si pemilik tubuh namun masalah publik.Â
Kenapa mengomentari kehidupan orang lain yang belum punya anak dan memberikan saran untuk konsumsi ini dan berobat ini tanpa diminta? ini menimbulkan tekanan tersendiri. terutama perempuannya yang disalahkan karena rahimnya tidak subur. Penggunaan kb atau pemilihan kelahiran menggunakan sesar dianggap sebagai pandangan sesat.Â
Lebih menyedihkan sekali yang berkomentar tersebut adalah sesama perempuan. Padahal mereka pernah diposisi yang sama.Â