Mohon tunggu...
Diana PutriArini
Diana PutriArini Mohon Tunggu... Psikolog - Diana Putri Arini

Penyuka filsafat hidup, berusaha mencari makna hidup agar dapat menjalani hidup penuh kebermaknaan

Selanjutnya

Tutup

Humaniora Pilihan

Tentang Kebaikan yang Disia-siakan

8 Desember 2020   20:03 Diperbarui: 8 Desember 2020   20:23 190
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Sebagai psikolog dan pengajar tentu aku sangat menyukai berbagi informasi dengan orang lain di berbagai kalangan. Kadang jika ditanya berapa biaya yang kudapat sekali ngisi acara, itu bergantung dengan pihak penyelenggara. Tidak sedikit acara yang kuisi tidak dibayar oleh pihak penyelenggara, aku mengangapnya sebagai bentuk amal. 

Dalam ajaran Islam ada tiga amal kebaikan yang tidak akan putus meskipun orang itu meninggal yaitu 1. Doa anak yang shale, 2. Harta jariah, 3. Ilmu yang bermanfaat. Aku menjadikan ilmu yang kupelajari sebagai bentuk amal jariah, apa yang kupelajari dijadikan pembelajaran mengubah perilaku dan kehidupan orang lain aku bersyukur sekali. 

Dalam perjalanan karirku seringkali aku mengalami pembatalan kegiatan, jika pengeyelanggaranya adalah lembaga profesional, aku berhak mengajukan protesku, mereka menggantikan kompensasi kerugian dengan cara menunda kegiatan atau membayar kerugian yang kualami. Jika kegiatan itu bersifat berbayar, namun bagaimana jika kegiatan itu gratis?

Beberapa waktu yang lalu ada perwakilan mahasiswa memintaku menjadi pembicara di kegiatan kampusnya, namun mereka mengakui tidak memiliki dana sehingga tidak bisa melakukan pembayaran untuk narasumber. 

Aku mengatakan tidak masalah, namun kuberikan tipsnya sebaiknya jika meminta penawarna narasumber jangan langsung tembak bahwa acaranya gratis. Hal ini bisa merusak nama instansi, gak enak kan jadi bahan pembicaraan di belakang oleh narasumber lainnya, "Masa' kampus X gak bisa bayar biaya narasumber? padahal biaya SPP nya mahal, padahal kampus elit, padahal kampus favorit."

Oleh karena itu aku ajarkan untuk mengganti penawarannya menjadi media partner, berikan kompensasi ke narasumber seperti promo lembaganya atau melakukan branding namanya kalau bahasa milineal adalah exposure. 

Singkat cerita, aku menerima tawarannya dengan tanggal yang ditentukan dan syarat yang kuberikan. Sebenarnya ada acara yang kubatalkan karena kegiatan narasumber amal ini, namun aku tidak mempermasalahkan. Aku selalu berprinsip rezeki sudah diatur oleh Allah, jika aku melakukan kebaikan sekarang Allah akan membalas kebaikanku kelak. 

Menjadi narasumber bukan perkara gampang, sebagai narasumber, aku selalu menyesuaikan materiku dengan tema yang diberikan. Aku membaca jurnal berkaitan dengan tren kekinian, membaca sumber pustaka lalu menuliskannya dalam bentuk materi PPT. Sehingga apa yang kusampaikan dapat dipertanggungjawabkan secara keilmuan dan keprofesian. 

Di siang hari aku mendapatkan info dari panitia bahwa acaranya yang kuiisi setelah dilakukan rapat ulang dengan panitia dibatalkan dan diganti oleh narasumber lain dari universitas mereka. Aku sempat terdiam sesaat untuk mengendalikan kekecewaan di dalam diriku, ada emosi kesal dan kecewa beradu. 

Perwakilan panitia mengaku tidak bisa berbuat apa-apa. Aku mencoba memaklumi karena posisi tawar sebagai mahasiswa tidak terlalu baik, apalagi jika dosen sudah melakukan intervensi. Aku mencoba berdamai dengan diriku, lalu aku mendapatkan informasi bahwa kegiatan tersebut kemungkinan dialihkan menjadi kegiatan pengabdian dosen. 

Aku hanya bisa mengatakan 'oohh...' 

Sebelumnya aku juga pernah diundag di sebuah komunitas dari universitas beken di Jawa. Mereka memintaku mengisi acara mengenai insecure, lalu meminta maaf dana yang mereka berikan tidak besar. Aku mengatakan tidak masalah karena suka berbagi. Mendekati hari panitia tidak menghubungi lagi, lalu aku berinisiatif mengenai keberlanjutan. Lalu panitia mengatakan bahwa sudah mendapatkan narasumber lain. Mereka mengatakan padaku di H-2. 

Tentang kebaikan dan penghargaan terhadap manusia kadang sering dilupakan. Sebagian manusia tidak sadar waktu orang lain juga berharga seperti halnya waktu mereka. Niat acara mereka baik memberikan keilmuan pada masyarakat, namun bukannya niat baik harus dieksekusi dengan cara yang baik juga? 

Berbicara mengenai ketulusan, kadang kita tidak menghargai ketulusan orang lain yang bersedia menyediakan waktu sepenuhnya untukmu dan memberikan apa yang dia punya.  

Saya tidak membenci kegiatan mahasiswa atau meremehkan kegiatan mereka yang kebanyakan meminta gratis, malah saya senang untuk berbagi, saya menganggap mereka adik tingkat saya, calon generasi ke depan, sebagai senior di bidang psikologi, saya harus menjadi role mode yang baik. 

Tulisan ini saya buat sebagai curahan hati untuk menyampaikan hal-hal yang belum sempat terungkap. Saya harap untuk mahasiswa yang aktif dengan kegiatannya agar lebih bisa menghargai waktu orang lain. 

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun