Mohon tunggu...
Diana Lieur
Diana Lieur Mohon Tunggu... Administrasi - Cuma orang biasa

No matter what we breed; "We still are made of greed"

Selanjutnya

Tutup

Humaniora Artikel Utama

Andai Kita Bertukar Posisi Sebentar Saja, "Akankah Kau Mengerti?"

17 Oktober 2018   10:27 Diperbarui: 17 Oktober 2018   20:00 1475
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

"Kau tak berhak tanyakan hidupku, membuatku semakin terluka. Mudah saja bagimu. Mudah saja untukmu. Coba saja lukamu seperti lukaku".

Kalimat di atas adalah bagian dari lirik lagu berjudul "Mudah Saja" milik band kenamaan yang tak pernah lekang oleh waktu yakni Sheila On 7. 

Lagu-lagunya memang memiliki emosi yang mampu menarik para pendengarnya dalam setiap lirik yang disampaikan, termasuk pada lirik lagu di atas. Sering saya mendengarkan lagu tersebut berulang kali, terlebih ketika perasaan sedang lelah dan kacau. 

Seperti dalam lagu tersebut, bagi saya, ada saatnya suatu hal terlalu sulit untuk dihadapi, namun di lain sisi, orang-orang terdekat atau orang lain malah menganggap bahwa itu mudah untuk dihadapi. Mengapa demikian? Karena mereka tak sedang berada di posisi tersebut, atau bahkan tak pernah sekalipun merasakan di posisi tersebut.

Andai kita bertukar posisi sebentar saja
Memahami keadaan diri sendiri adalah hal yang kadang sulit untuk dilakukan, apalagi untuk memahami keadaan orang lain ? fakta kebanyakan memang begitu.

Saya, anda, dan kalian sepertinya tidak bisa mengelak bahwa manusia cenderung mengutamakan dirinya sendiri, dan sulit untuk memahami keadaan orang lain. Tak percaya?

sumber : yogajurnal.com
sumber : yogajurnal.com
Baiklah, hal ini akan saya analogikan berdasarkan pengalaman sederhana saya selama menjadi mahasiswa yang murat-marit keadaannya.

Singkat cerita, saat itu waktu sudah melewati maghrib, sementara saya harus duduk di halte selama 20 menit dan baru mendapatkan bus menuju arah pulang. Kemudian, seperti biasa sebelum memasuki gerbang tol, bus-bus umum pasti memiliki port-nya sendiri di pinggir jalan untuk menarik penumpang, istilahnya ngetem.

Dan baru akan melanjutkan perjalanannya saat bus yang sama datang menyusul dari arah belakang ,istilahnya sistem dorong. Dan sesampainya bus saya di tempat ngetem tersebut, ternyata di sana sudah tak ada bus yang sama menunggu.

Karena bus yang sebelumnya sudah berangkat lebih dulu sebelum bus saya tiba, maka banyak penumpang di sana yang masuk ke dalam bus saya, alhasil bus yang saya naiki langsung mendadak penuh, dan ternyata di antara penumpang-penumpang yang baru naik tersebut ada satu teman saya yang baru pulang kerja. 

Sambil ketawa kecil saya coba bertanya, seperti ini "Gak ada bus ya tadi ?" dan dia jawab "Ketinggalan bus". Mereka yang mengejar waktu, atau dari arah yang tak dilewati bus (sebelum memasuki tol) biasanya memang akan langsung menuju tempat bus mengetem.

Ketika sekitar 20 menitan bus tersebut mengetem di pinggir jalan, tiba-tiba ada salah satu penumpang yang kesal, sambil mengatakan lelah dan kepanasan, si penumpang itu teriak kepada supir untuk segera berangkat. 

Saya tak ambil pusing perihal berapa lama bus tersebut akan mengetem, toh sudah biasa bagi saya kepanasan, bahkan berdiri satu kaki bagai flamingo di dalam bus tersebut. 

Namun otak saya yang sedang mumet memikirkan warna kebaya untuk wisuda saat itu tiba-tiba mendadak kaget ketika supir bus langsung menjalankan busnya tanpa menunggu bus yang sama datang dari belakang. 

Ternyata teriakan salah satu penumpang yang kelelahan tersebut tidak dihiraukan oleh supir bus, dan si supir langsung berangkat melanjutkan perjalanan. 

Tapi bukan antara supir dan penumpang yang mengeluh lah letak analoginya, melainkan antara penumpang yang mengeluh dan teman saya yang ketinggalan bus lah letak analoginya.

Karena kebanyakan orang memang cenderung mendahulukan kehendaknya tanpa memikirkan keadaan orang lain toh ? Padahal bisa saja 1 menit atau bahkan 30 detik setelah bus saya melanjutkan perjalanan, ternyata ada orang lain yang sedang merasa cemas di perjalanan sambil berharap semoga masih ada bus ngetem di pinggiran gerbang tol. 

Malah bisa saja bus yang saya naiki ternyata adalah bus terakhir di malam itu.

Mudah memang bagi salah satu penumpang yang mengeluh tersebut untuk mengatakan bahwa bus tersebut harus segera melanjutkan perjalanan karena ia sudah kesal, lelah, dan kepanasan. 

Namun di sisi lain apabila sebentar saya ia bertukar posisi sebagai teman saya yang ketinggalan bus ketika pulang kerja, apa mungkin ia akan mengerti ? 

Toh saya yakin jika ia dapat bertukar posisi sebagai penumpang yang sedang menuju tempat bus mengetem tersebut, maka yang ia harapkan adalah "Semoga masih ada bus yang mengetem di sana" bukan berharap "Semoga bus tersebut segera melanjutkan perjalannya". 

Kurang lebih seperti itulah gambaran yang dapat saya tuliskan jika saja seseorang dapat bertukar posisi menjadi orang lain sebentar saja. Sebab bukan perkara mudah bagi kita untuk memahami suatu keadaan. 

Ambil lah contoh misalnya ketika melihat kejadian seseorang artis bunuh diri karena masalah cinta atau stress, maka tak sedikit orang akan mengatakan bahwa artis yang melakukan bunuh diri karena cinta tersebut adalah bodoh dan tidak bersyukur atas prestasinya di dunia hiburan. 

Kenapa? karena mereka bukanlah si artis tersebut. 

Wajar memang ketika seseorang amat sulit untuk memahami keadaan orang lain, toh setiap manusia memang memiliki perjalanan hidupnya masing-masing sejak lahir, dan pengalaman hidup yang berbeda itulah yang kadang mempengaruhi cara berpikir sehingga sulit untuk memahami. 

Si A bisa saja mengatakan bahwa memiliki uang banyak tidak selalu memberikannya kebahagian, karena posisi hidupnya saat itu adalah ia mampu mendapatkan segela sesuatu yang bisa dibeli dengan uang. 

Namun di sisi lain, si B berharap ia bisa mendapatkan uang, karena dari uang tersebut ia mampu menemukan kebahagiaan dalam senyum anaknya yang sedang tergeletak sakit tanpa memiliki biaya untuk operasi. 

Toh posisi si B saat itu memang sedang tidak memiliki uang. 

Dan peristiwa seperti itu akan terus berlanjut selama manusia menjalani hidupnya masing-masing, karena satu-satunya yang membedakan seseorang dengan orang lain adalah perjalanan hidupnya, tanpa kecuali untuk mereka yang terlahir kembar. Salam.

Tangerang, 17 Oktober 2018
Diana.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun