Begitupun sebaliknya, bagi orang-orang yang berlawanan dari penampilan bercadar atau khas ketimuran akan berkumpul dengan sesamanya juga.Â
Dari fenomena keduanya saya mampu menebak bahwa rasa aman dan nyaman adalah salah satu alasannya.
Padahal kalau berbicara rasa aman, bagi saya bukanlah hal yang memerlukan waktu singkat, apalagi untuk menghilangkan stigma buruk seperti islamphobia.
Jadi jika hanya sekadar memeluk, maka untuk apa? Bukankah lebih baik setelah memeluk kita sama-sama saling menciptakan rasa aman dengan hubungan yang lebih dekat dan berkelanjutan, yang mana saya merasa aman dengan keberadaan merekam misalnya. Pun sebaliknya mereka merasa aman dengan keberadaan saya.Â
Saya mampu menjamin bahwa yang terjadi adalah hubungan yang lebih dekat dari sekedar memeluk saja, yakni sebuah persahabatan, di mana antara keduanya perlu saling berbaur dan berkumpul di lain waktu dan tempat selanjutnya.
Maka lambat laun, stigma islamphobia dan citra buruk pada muslimah bercadar dan muslim berpenampilan khas akan semakin berkurang.Â
Dan saya sendiripun sudah melakukannya, karena di tempat saya kuliah tidaklah sedikit para muslimah yang menggunakan cadar, tapi kami saling berbaur bahkan saya sering datang ke indekosnya untuk mengobrol, meski masih ada beberapa yang enggan mencoba untuk berkumpul dan berbaur dengan yang berbeda.
Saya mohon maaf apabila ada kalimat yang kurang menyenangkan, selamat Tahun baru Islam 2018, 1 Muharam 1440 Hijriah, dan semoga kita dapat hijrah ke kehidupan yang lebih baik lagi. Salam.
Tangerang, 11 September 2018
Diana.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H