Yang mana dalam hal tersebut saya kembali diingatkan pada salah satu unggahan kalimat di sebuah akun media sosial Twitter. Kurang lebih tulisannya seperti ini:
"In social media, we chat each others like a close friend. But in a real life, we don't even say "Hello"".
Kalimat tersebut pernah saya baca ketika masih sekolah, dan saya rasa hal itu memang benar adanya.
Ketika kita merasa dekat dan saling berkomentar membicarakan sesuatu dengan seseorang di media sosial, namun di kehidupan nyata bahkan kita tak saling menyapa jika bertemu.
Kejadian seperti itu sering saya alami terhadap teman media sosial yang satu sekolah dengan saya.
Kami merasa seperti teman dekat di media sosial, namun jika bertemu rasanya canggung untuk sekadar menyapa.
Kembali ke aksi "Peluk saya, jika anda merasa aman dengan keberadaan saya". Saya rasa aksi tersebut kurang lengkap karena setelah saling berpelukan, lantas apa yang menjamin bahwa stigma islamphobia dan citra buruk terhadapnya akan berkurang, bahkan menghilang di kalangan masyarakat?
Ibarat kata di suatu tempat dan waktu kita pernah saling memeluk bagai sahabat dekat, namun di lain waktu dan tempat saat bertemu kembali, ternyata kita tak saling menyapa bahkan mengenal satu sama lain.
Menghilangkan citra buruk terhadap seorang muslim terutama untuk mereka yang berpakaian khas bagi saya akan sangat sederhana apabila kalimat "Peluk saya, jika anda merasa aman dengan keberadaan saya" berbalik arah dan ditujukan kepada orang-orang seperti saya, misalnya.Â
Maka yang harusnya terjadi adalah hubungan timbal balik menjadi sebuah hubungan yang semakin erat dari sekadar memeluk saja, yakni sebuah persahabatan, atau bahkan kalimat tersebut dapat berganti menjadi "Bersahabatlah dengan kami, jika kalian merasa aman dengan keberadaan kami".
Karena kita tahu bahwa kebanyakan masyarakat akan melakukan kegiatan sosialnya di seputaran orang-orang yang memiliki kesamaan sepertinya saja, misalnya bagi mereka yang bercadar maka akan berkumpul dengan seseamanya saja.