Mohon tunggu...
Diana Lieur
Diana Lieur Mohon Tunggu... Administrasi - Cuma orang biasa

No matter what we breed; "We still are made of greed"

Selanjutnya

Tutup

Sosbud Pilihan featured

Memahami tentang Mereka yang Belum Siap Menikah

1 Agustus 2018   08:23 Diperbarui: 7 Februari 2021   13:15 2728
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Saat usia saya masih sekitar belasan tahun rasanya menikah adalah hal yang simple dan mudah. Pun saya sering heran dengan mereka-mereka yang belum juga menikah. 

Apa sesulit itu kah menikah? Melihat para seleberitis yang tak kunjung melepas masa lajangnya pun semakin membuat saya heran, padahal jika dilihat dari segi usia, fisik, apalagi materi, mereka sudah bisa dikatakan mampu untuk menikah, toh apa lagi yang mereka tunggu? lagipula menikah itu enak, nantinya gak bakal kesepian, punya anak, ada yang ngelindungin dan kalau ada masalah bisa cerita sama pasangan, mau kemana-mana pun bisa dianterin terus pulangnya ada yang jemput deh.

Namun saat mulai memasuki usia 20 tahunan, agaknya saya ragu pada pendapat sendiri tentang menikah itu mudah. Dibarengi dengan pengalaman yang semakin bertambah, akhirnya saya mulai paham bahwa menikah bukanlah perkara yang simple dan mudah seperti menjelaskan proses turunnya hujan atau kondensasi yang selalu itu-itu saja. 

Misalnya siklus dalam menikah adalah seseorang lulus pendidikan, mendapatkan pekerjaan, kemudian melamar atau menerima lamaran menikah dari pasangan. Namun sayangnya, siklus dalam menikah tidak lah selalu seperti itu.

Berbicara tentang menemukan pasangan hidup adalah sebuah takdir yang sudah digariskan, ya tentu saya percaya tentang itu. Namun untuk konteks ini, tidaklah untuk membahas takdir, melainkan saya mulai paham tentang mereka yang belum juga siap untuk melepas masa lajangnya. 

Mereka bisa saja dikatakan siap dalam segi usia, fisik, dan materi, namun dari segi mental belum tentu siap. Silakan dikatakan lebay tapi memang begitulah keadaannya, setiap orang memiliki jalan pikirannya masing-masing,  dan itu pun yang mulai mengganggu pikiran saya ketika mendengar kata pernikahan.

Mental saya seolah menjadi mundur untuk persoalan menikah. Bukan karena enggan menikah, toh siapa sih yang mau hidupnya kesepian tanpa pasangan? Tapi ada beberapa alasan yang menjadi bahan pertimbangan, mungkin hal ini dianggap sepele namun bisa hilang nantinya setelah memasuki fase pernikahan, dan alasan tersebut antara lain adalah :

1. Tak ada lagi "Me time"

"Me time" adalah moment yang paling berharga di mana seseorang dapat meluangkan waktu untuk dirinya sendiri tanpa kehadiran orang lain, entah itu keluarga, teman, atau pasangan. 

"Me time" bisa dilakukan dengan cara beristirahat atau memanjakan diri sendiri, baik itu membaca buku, merenung di kamar, santai dengan segelas minuman, nonton di bioskop sendirian, dan lainnya. 

Saat ini pun saya merasa beberapa kesempatan "Me time" saya akan hilang jika sudah menikah. Nantinya saya tak akan bisa lagi duduk sendirian sambil menikmati segelas minuman di tengah keramaian Mall kota selama berjam-jam, kemudian saya tak bisa lagi berlama-lama merenung di kamar sendirian, dan yang konyolnya adalah saya akan kesulitan menonton drama korea sendirian karena tugas sebagai seorang istri sudah menunggu.

2. Impian pribadi menjadi sulit dicapai

"Jangan berjalan di depan atau di belakangku, tapi berjalanlah di sampingku dan jadilah pasangan hidupku."

Kalimat yang mirip dengan kutipan milik seorang penulis asal Perancis yakni Albert Camus, sering kali dijadikan kalimat pemanis dalam sebuah pernikahan. Nantinya segala sesuatu akan dilakukan bersama dengan pasangan hidup, mulai dari membangun rumah tangga sampai pada menata masa depan. 

Impian adalah termasuk dalam kategori masa depan, namun ada beberapa impian yang sepertinya agak sulit dicapai apabila sudah menikah. Memang setiap orang memiliki nasibnya masing-masing perihal masa depan, namun yang pasti adalah proses tak pernah mengkhianati hasil toh? Dan proses inilah yang bisa terganggu apabila status seseorang sudah tak lagi hidup melajang.

Bahkan saya pun punya beberapa impian konyol yang sepertinya agak sulit dicapai setelah menikah. Misalnya menonton konser Taylor Swift di luar negeri, atau foto berdua dengan Cameron Dallas dalam keadaan bertelanjang dada (Cameronya ya hehee).

3. Berkurangnya Kebebasan

Baru bulan kemarin saya menghadiri acara pernikahan teman saya. Teman saya ini memang satu kampus dengan saya, dan seperti biasa, setiap kelas pasti memiliki group WhatsApp. 

Menariknya di group WhatsApp pasti akan ramai dengan pembahasan yang penting sampai pada hal yang paling tidak penting untuk dibahas. Dan kami sering bercanda bebas di dalam group tersebut, namun ada satu perubahan yang saya sadari dari group tersebut, yakni teman saya yang statusnya sudah tidak lagi melajang meminta untuk membatasi candaan sewajarnya saja (menyangkut dirinya) yang kami buat di group tersebut, sebab hal itu bisa menjadi boomerang apabila pasangannya membaca dan salah mengartikan candaan-candaan yang dibuat.

Bagi saya hal seperti itu memang pantas dipertegas bahwa ada batasan-batasan tertentu yang sudah tak bisa lagi dilakukan dengan bebas ketika status seseorang sudah menikah. 

Siap tak siap, seperti itulah hidup berkomitmen bersama pasangan. Nantinya, meminta izin atau melaporkan setiap keadaan pada pasangan adalah wajib, sama seperti yang orang tua saya lakukan. Hal-hal privasi menjadi wajar untuk diketahui oleh pasangan. Dan hal ini lah yang mengurangi ruang gerak atau kebebasan seseorang melakukan sesuatu.

Jadi paham tak paham, ya kurang lebih seperti itulah keadaan seseorang yang belum siap menikah termasuk saya, bahkan meskipun sedang menjalani masa berpacaran namun jika mental belum siap untuk melanjutkan ke masa yang lebih serius, terus mau bilang apa ? mana mungkin harus memaksakan diri. 

Bagi beberapa orang, mudah memang mengatakan hal yang berlawanan, misalnya mengatakan menikah adalah mudah, toh karena pada dasarnya mereka tidak sedang berada di posisi seseorang yang mengatakan bahwa menikah itu tidaklah mudah, ya kan ? heheee. Salam.

Tangerang, 1 Agustus 2018

Diana.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Sosbud Selengkapnya
Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun