Tidak semua orang senang mendengarkan cerita dari kawan, saudara, pasangan atau orang lain yang baru saja dikenal diangkutan umum dan lokasi lainnya. Ada beberapa alasan mengapa suatu cerita sangat membosankan. letaknya bisa saja pada cerita yang kurang menarik didengar, bisa juga pada sang  pembawa cerita yang kurang pandai dalam menceritakan pengalamannya padahal ceritanya sangat menarik untuk didengar. selain itu ada juga yang lebih parah, yaitu letaknya pada pendengar yang memang cenderung kurang simpati terhadap cerita seseorang.
Tapi cerita yang kudengar dari saudara kali ini benar-benar kunikmati sambil banyak bertanya karena rasa penasaranku. Diawali dengan cengar-cengir khas bocah kurang kerjaan seperti diriku ini, aku mulai mepet-mepet merapat bagai copet ke samping saudaraku yang tengah asyik duduk di bale bambu dan bercerita lagi tentang pengalaman mengajarnya di tanah papua. Agnes Refrinnas namanya, dia bukanlah seorang penyanyi. Dia hanya seorang ibu guru jawa, begitulah gelar yang diberikan murid-muridnya di Papua. Hehee terdengar lucu memang, tapi mengandung banyak arti dan rasa hormat. Sepertinya aku sudah ketinggalan beberapa cerita karena saat bergabung, ceritanya sudah sampai ke menggali sumur. untung sumurnya belum terlalu dalam digali, kalo sudah dalam waaah mana mungkin sumurnya harus diurug dulu kemudian digali lagi. Supaya aku bisa menulis ceritanya disini. ehhh mengetik, bukan menulis maksudku.Â
Bertempatan di SD Inpres 05 Salio, Waigeo, Raja Ampat, Papua Barat. Kisah ini dimulai ketika sulit mendapatkan air bersih, bukan karena tidak ada. tapi lokasinya yang cukup jauh dari tempat tinggal dan lumayan bikin kaki cararangkeul. Maka membuat sumur di samping rumah adalah cara paling tepat. Tapi sebelumnya saya akan ceritakan dulu kisah yang lebih berharga dari sekedar nonton konser dengan tiket VVIP. Berbeda dengan kebanyakan murid SD yang sudah mengenal hiruk pikuk megahnya kota, karena anak-anak di kota biasanya malu dan enggan menyapa gurunya jika bertemu diluar sekolah (Termasuk aku saat SD hehehee).Â
Anak-anak di SD salio sangat cepat berbaur dengan guru mereka, dan sangat sering berkunjung kerumah sesekali mereka membuat masakan bersama. Sambil memberikan sayur dan buah-buahan dari hasil berkebun. Hal tersebut mereka lakukan atas inisiatif mereka sendiri dan kadang mama mama atau orang tua mereka sering menyuruh anak-anaknya memberikan hasil kebun sembari menanyakan apakah ibu guru masih punya beras, kalau beras habis maka sumbangan beras dari murid-muridnya lah yang senantiasa membantu.Â
Mengharukan memang mendengar ceritanya di saat guru di luar pulau terpencil banyak sekali mendapat perlakuan seenak jidat murid didikannya dan wali murid mereka. Tapi di Papua yang notabenenya masih tertinggal jauh dalam pendidikan malah menjunjung tinggi rasa hormat. Bener, guru disana sangat dihormati. Kalo kalian gak percaya, kesana aja sendiri. ehhh jangan sendiri, ajak-ajak aku lah sebagai teman ngobrol ngalor ngidul hehee. Â Hasil alam yang melimpah juga ditambah kekayaan laut yang tak terbatas, menjadikan pulau ini tak pernah sepi dari kegiatan mencari ikan di laut. Lucunya lagi ketika hasil laut yang mereka dapat malah diberikan untuk ibu guru jawa ini, duh benar-benar berbakti kalian. Sesekali anak-anak ini mendapatkan mie instant dari ibu guru jawa, dan anehnya di saat anak kost-kost'n di pulau jawa mengeluh makan mie melulu. Anak-anak ini malah gembira, mungkin karena rasa bumbunya yang sedap seperti mereknya.Â
Itulah cerita yang aku dapatkan dari ibu guru jawa hehee.
Tangerang, 1 September 2016
Diana
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H