Mohon tunggu...
Diana Lieur
Diana Lieur Mohon Tunggu... Administrasi - Cuma orang biasa

No matter what we breed; "We still are made of greed"

Selanjutnya

Tutup

Puisi Pilihan

"Nak, Sepucuk SK Digadai dan Sejuta Harapan Ditanam"

30 Agustus 2016   09:23 Diperbarui: 2 September 2016   20:39 14
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

 Memang benar adanya, hidup kadang tak adil

Menumpuk harapan yang harus dibayar

"Nak, semangat belajar dan jadilah anak yang pintar... tak seperti orang tua mu ini"

Begitulah harapan kebanyakan orang tua

 

Aku heran, mengapa aku dituntut harus pintar ?

Padahal jika besar nanti

Aku tak akan jadi dokter

Karena dari awal aku sudah tau diri

Dan dunia kadang tak adil

 

Biaya darimana aku jadi dokter ?

Usia ku sudah tak dimaklumi lagi sekarang

Tak wajar bila terus berteriak

"Kapal minta duit !!!!!"

 

Tapi aku tak mau kalah oleh angin

Katanya angin pun memiliki tujuan

Maka kupastikan pada ayah dan ibu

Tujuan ku adalah menjadi kaya

Jadi berhenti lah menuntut ku menjadi pintar

 

Percaya lah,

Orang pintar tak selalu berakhir bahagia

 

Kalau tak percaya,

Coba tengok saja dipabrik kopi sebelah

Ada kawanku yang dulunya benar-benar dipuji para guru

Namanya harum sebagai siswa kls unggulan

Kesana kemari memecahkan soal fisika, kimia, matematika mati-matian

 

Sementara aku,

Masih cengengesan dengan dasi miring di kls reguler

Tak peduli ocehan protes guru penuh curiga 

Karena rumus gelombang ku yang salah

Tapi dengan hasil yang benar 

 

Mulut tak tau diri ini terus mengoceh membela pikiran, seakan kaya raya adalah tujuan paling tepat

Namun mengerem mendadak saat ibu ku bicara

"Nak, menjadi kaya bukan lah tujuan.. tetapi keinginan semua orang"

Ujarnya megakhiri pembicaraan dimeja makan

 

Sambil mendengar lagu catch my breath dikamar

Aku terus memikirkan kata-kata ibuku tadi 

 

Lamunan membawa ku pada kisah bi hebring tetangga ku

Sambil menenteng gorengan haraneut diatas kepala

Dia selalu teriak,

"Pang laris tanjung kumpul, barang habis duit kumpul"

Lain hal nya dengan pak botak yang masih tetangga ku juga

Sudah tua usianya, namun rumah usang nya tak pernah sepi dari anak-anak

Mereka datang bukan untuk bermain

Melainkan belajar untuk memenuhi tugas dari sekolah

 

Jika keduanya adalah nasib yang harus kupilih

Tentu lah kalian tau mana yang lebih baik

 

Matahari pagi mengeluarkan sihirnya

Membangunkan ku yang terlanjur dalam pertengahan semester

Namun matahari tak pernah memaksa ku untuk menjadi pintar

Hanya saja saat hendak mencium harum tangan sebagai adat ketimuran

Ku tatap mata orang tua ku

 

Tatapannya seolah berkata,,

Teruslah berjuang penuh semangat nak

Karena sepucuk SK telah digadaikan

Teruntuk masa depan anakku tersayang.

 

 

Diana, 30 Agustus Tangerang.

 

 

 

 

 

 

 

 

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
  6. 6
  7. 7
  8. 8
Mohon tunggu...

Lihat Konten Puisi Selengkapnya
Lihat Puisi Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun