Mohon tunggu...
Diana Putri
Diana Putri Mohon Tunggu... Guru - On Proses

Berdamai dengan diri sendiri adalah bentuk rasa syukur kepada Sang Maha

Selanjutnya

Tutup

Cerpen Pilihan

Batas Hati Dua Negara

16 Februari 2021   04:00 Diperbarui: 16 Februari 2021   05:54 225
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Jenggala belantara masih meninggalkan aroma khasnya. Rentetan batang coklat masih enggan bergeser dari tempat semulanya. Kicauan kukila terdengar adiwarna nan selesa. Rumput-rumput pendek mulai mendayu, meliuk, tak berpegang teguh. Gesekan langkah membentuk angka satu hingga tujuh.

            “1, 2, 3, semua maju!”

            “Siap, maju”

            Susunan batako membentang membentuk lapangan dengan titik tengah logo kebanggaan. Baret biru tersemat pada tiap-tiap kepala yang berbanjar. Jejeran sepatu dislap hitam terlihat silau dari aksa.

“Sudah tiga bulan kalian di tempah di tempat ini, saatnya kalian diberangkatkan ke medan tugas. Misi perdamaian. Sanggupkah kalian?”

            “Siap”

            “Jaga nama bangsa!”

            “Siap”

            “Jaga nama dan prestasi, di mananapun kalian ditempatkan!”

            “Siap”

            “Saya akan memberikan waktu 5 menit untuk bertemu keluarga, sebelum kalian diberangkatkan. Manfaatkan waktu itu dengan baik”

            “Siap”

            Netra Nendra mulai menelisik tiap sudut. Mencari sosok nama yang selalu menjelma. Menatap lalu menapis menyesuaikan nama. Berharap Dia ada dan berdiri di sebelah sana. Hasil inginnya dipatahkan oleh sudut pandang matanya. Ujung ke ujung tak ada secercah ciri-ciri yang dimaunya. Gejolak hati dan pikirannya bertaut hingga nafas itu tersulut.

            “Nendra” Sapa Binta dari belakang sambil memegang pundak Nendra

            “Binta” Jawabnya dengan senyum lebar

            “Bin, kamu …”

            Benak Nendra sekelebat kembali pada gelegak di pertemuan terakhir dengan Binta. Pinta itu menjadi adu tak bertemu. Binta yang bersahabat dengan jarak tiba-tiba naik pitam dengan waktu. Apa yang seolah telah berdamai dengan hidupnya, membalik segala kisah sakit untuk dirinya. Dan sabar yang tengah Ia pupuk, kini berubah menjadi tandus.

            Kala petang Nendra mengirim sebuah pesan. Tempat favorit menjadi tujuan Nendra dan Binta. Enam bulan tak berjumpa telah menghimpun rindu. Dua kesibukan memberi jedah, merebut waktu, dan semua itu atas nama temu.

            Kaos pendek putih berpadu padan dengan celana jeans. Topi hitam melingkar berjalan mengikuti jejak langkah Nendra. Dari jauh meja nomor lima berpenghuni satu dan memang benar Binta sudah datang terlebuh dahulu.

            Pelita yang melingkar di tempat-tempat bagian belakang, menyorot sayu ke arah Binta. Sesekali Binta menarik diri dari binar sorot sayu. Namun benteng pertahanan mengelak perlahan runtuh.

            “Bin, bagaimana pekerjaanmu hari ini?” Ucap Nendra di awal percakapan

            “Lancar, Kamu?”

            “Ya, begitulah”

            “Lalu ada kesibukan apa lagi selain kewajibanmu Nen?” Tanya Binta kembali

            “Bin, Saya ada tugas baru” Ungkapnya dengan berhenti sejenak

            “Apa?” Tukas Binta

            “Saya akan pergi keluar negeri selama satu tahun”

            “Hhhh” Sambil tertawa kecil dan memalingkan muka ke kanan

            “Tanpa tugas baru saja, berjumpa rasanya susah” Imbuhnya

            “Bin, ini semua bagian dari tugas dan kewajiban”

            “Atas nama perintah harus dilaksanakan”

            “Tanpa mengindahkan sedikit ucapanku?”

            “Lalu buat apa semua ini Nen? Sudahlah percuma”

            “Aku mau pulang”

            “Bin, kuharap Kamu datang di upacara pelepasan” Ungkap Nendra sambil memegang tangan Binta.

            “Saya mohon jangan mengambil keputusan di saat seperti ini. Saya tahu ini semua berat bagi Kamu. Bertahanlah sampai batas itu pergi menjauh, meski berpadu pada dua negara nan jauh”

            “Kita lihat saja nanti, saat upacara pelepasanmu” Sahutnya singkat sambil melepas tangan Nendra cepat.

***

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerpen Selengkapnya
Lihat Cerpen Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun