Mohon tunggu...
Diana Tri Hartati
Diana Tri Hartati Mohon Tunggu... Penulis - penulis buku anak, penulis artikel

Seorang ibu rumah tangga yang suka menulis. Kadang nge-halu kalau lagi sendiri 😁

Selanjutnya

Tutup

Diary Pilihan

Semangat Sang Tunanetra yang Tak Pernah Padam

18 Desember 2022   09:31 Diperbarui: 18 Desember 2022   09:54 174
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Ketika rasa syukur mulai menipis, lihatlah mereka yang berada di bawah kita niscaya kita 'kan segera sadar betapa besar karunia yang Tuhan berikan untuk kita

 

Suara sepeda motor menderu memasuki halaman kantor pagi itu. Waktu menunjukkan pukul 07.45. Saya yang tengah membersihkan meja kerja pun mendongak, melihat siapa yang datang. Ah, ternyata salah satu rekan kerja saya yang hebat yang barusan datang. Sejenak saya memperhatikannya. Dengan tertatih ia turun dari sepeda motor, lalu setelah berbasa-basi dengan mas gojek dan membayar uang transport, ia pun melangkah masuk ke kantor.

Saya menyapanya, mengucapkan selamat pagi sambil terus melanjutkan aktivitas. Dengan keramahannya yang 100% asli tanpa pemanis buatan maupun tambahan penyedap rasa ia menjawab sapaan saya. Selanjutnya ia berjalan menuju ruang kerjanya yang berada  di lantai dua gedung kantor kami.

Sebut saja namanya Akang. Secara nama aslinya saya juga tidak tahu karena saya tidak pernah menanyakan padanya maupun melihat KTPnya. Hehehe. Secara kebetulan kami dipertemukan di tempat kerja yang sama, bedanya ia adalah penyiar radio, sedangkan saya adalah salah seorang admin. Ya, kami bekerja di salah satu stasiun radio.

Profesi penyiar radio mungkin tak asing lagi bagi kita, namun satu hal yang membuat saya kagum adalah karena ia adalah seorang tunanetra. Pada saat pertama kali bertemu dengannya saya sempat tak percaya dengan kemampuannya. Dalam hati saya bertanya-tanya, hmm mungkinkah dalam kondisinya itu ia bisa melaksanakan pekerjaannya? Membaca pesan di WhatsApp atau sms, bukankah kita harus menggunakan mata?

Saya tidak pernah menanyakan secara langsung kepadanya karena khawatir hal itu akan menyinggung perasaannya, namun setelah beberapa saat lamanya kami bergaul saya bisa menyelami dirinya sebagai seorang yang tidak mudah tersinggung. Kami sering ngobrol ngalor-ngidul seputar anak, pekerjaan dan lain sebagainya. Ternyata ia seorang yang sangat humoris.

Pernah suatu ketika saya sedang mengetik lembar kerja. Tiba-tiba Akang datang dan duduk di hadapan saya. Ia pun nyeletuk,"Mbak Diana pasti menggunakan dua jari ya ngetiknya?" ia tertawa terbahak. Saya sangat kaget, kok ia bisa tahu saya hanya menggunakan dua jari, dan memang saat itu benar adanya saya menggunakan dua jari dari tangan saya. Hehehe. 

Nah, karena Akang seorang yang humoris akhirnya saya memberanikan diri untuk bertanya tentang kondisinya dan bagaimana ia bisa menghandle pekerjaannya dengan kondisi keterbatasannya tersebut.

Ia mengaku mulai mengalami kelainan pada matanya saat kelas 5 Sekolah Dasar. Setelah ia sakit demam, pandangan matanya sedikit kabur. Ia mengatakan hal itu pada orangtuanya namun karena orangtuanya bukan orang berpunya maka upaya yang dilakukan tidaklah maksimal. Dari waktu ke waktu pandangannya semakin kabur, dan setelah itu ia mengalami kebutaan total. Ia tidak lagi bisa melihat apa pun di sekelilingnya.

Apa yang dirasakannya saat itu tidak bisa digambarkan. Depresi? pasti. Di masa pertumbuhan dan perkembangannya, ia harus kehilangan netranya. Sebagai seorang anak berusia sekitar 11 tahun, yang bisa ia lakukan hanyalah menangis. Tak tahu lagi selain itu, dan hanyalah gelap, gelap dan gelap. Orangtuanya pun shock dan tentu sangat sedih. Bagaimana masa depan sang putra dalam keadaan tunanetra?

Perlahan, orangtua dan Akang akhirnya bisa menerima kenyataan pahit itu. Mereka sadar bahwa apa yang digariskan oleh Tuhan tentu ada hikmah baik yang tersembunyi. Akang mulai kembali bersemangat. Ia meneruskan pendidikannya di Sekolah Luar Biasa. Di sekolah yang baru ia mempelajari huruf braille, mempelajari banyak ilmu dan bergaul dengan teman senasib seperjuangan.

Dalam kesehariannya, Akang juga sama sekali tidak merasa minder terhadap mereka yang normal. Ia bisa menyesuaikan diri dengan baik. Dan satu terpatri dalam hatinya, ia bercita-cita ingin menjadi seorang penyiar radio. Mungkin hal itu sulit secara nalar, namun ia tidak patah semangat dan terus belajar.

Pada akhirnya takdir mempertemukan Akang dengan seorang pemilik stasiun radio. Akang mengutarakan keinginannya untuk menjadi penyiar. Setelah menjalani beberapa tes, akhirnya Akang diterima bekerja. Rasa penasaran tentu mendera orang-orang yang mengetahui keadaannya sebagai tunanetra, bagaimana ia bisa melaksanakan tugasnya tersebut. Yah, ternyata ia men-setting handphone miliknya secara khusus menggunakan huruf braille. Sehingga ia sama sekali tidak menemui kendala saat membaca pesan sms maupun WhatsApp dari pendengar yang request lagu.

Maka rasa penasaran saya terjawab sudah. Penggunaan huruf braille di handphonenya juga bermanfaat saat ia melakukan order di Gojek juga atau apa pun yang berhubungan dengan seluler. O ya, sebagai tambahan informasi tentang Akang, ia aktif juga di media sosial Facebook untuk mengunggah aktivitas kesehariannya.

Di Facebook, ia sering membagikan kegiatannya sebagai pengamen di Malioboro, Yogyakarta. Ia melakukannya bersama teman-temannya. Sering Akang dan teman-temannya juga menggelar kerja sosial dimana dari hasil ngamennya ia sumbangkan untuk korban bencana alam. Luar biasa ya! Dalam keterbatasannya ternyata mereka para tunanetra itu tetap ingin berbagi.

Mengenai kehidupan rumah tangganya, Akang memiliki seorang istri yang juga seorang tunanetra dan dua anak yang normal. Saya pribadi membayangkan bagaimana saat mereka mengasuh anak-anak mereka sedari kecil? Merawat kedua anak mereka sejak bayi hingga saat ini? Tentu sungguh sulit bukan? Belum lagi mereka harus menghidupi anak-anak mereka. Namun buktinya mereka bisa.

Oh ya, Akang merupakan seorang berprestasi lho. Beberapa kali ia ikut dalam lomba dan menyabet gelar juara. Prestasi terakhirnya, ia menjadi juara harapan ke-3 stand up comedy yang digelar di Ambarukmo Plaza, Yogyakarta baru-baru ini. Wow!

Saya sangat bersyukur bisa bertemu dengan sosok Akang. Ia adalah seorang tunanetra yang luar biasa. Ramah, murah senyum dan selalu bersemangat dalam menjalani kehidupannya. Darinya saya banyak belajar bahwa keterbatasan janganlah menghalangi kita untuk mencapai tujuan atau cita-cita, jangan pernah. "Don't Limit Your Challenges but Challenge Your Limits".

 

 

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Diary Selengkapnya
Lihat Diary Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun