Nama : Diana Marsono
NIM : 42321010027
Dosen Apollo, Prof. Dr, M.Si.Ak
Universitas Mercubuana
Leibniz memperkenalkan sebutan" teodisi" pada tahun 1710 Masehi lewat bukunya dengan judul yang sama. Tujuan dia menulis novel serta membagikan konsep menimpa teodisi yakni guna pembelaan atas kemahakuasaan serta kemahabaikan Allah melebihi penderitaan.Â
Dia membagikan konsep yang jelas dengan membaginya jadi 2 bagian, ialah menimpa Allah serta manusia. Leibniz membagi kodrat Allah jadi 3 bagian, ialah rasional, kehendak serta mahakuasa. Kodrat rasional berkaitan dengan watak kebijaksanaan dari Allah. Kodrat kehendak berhubungan dengan tujuan Allah terhadap tiap tindakan- Nya cuma guna kebaikan.
Sebaliknya kodrat mahakuasa berhubungan dengan keahlian Allah guna memguna suatu jadi terdapat. Kodrat Allah ini setelah itu oleh Leibniz digunakan sesuatu rekonsiliasi dengan kehendak leluasa dari manusia yang kerap menuju kepada keburukan.Â
Dari perihal ini, kodrat kehendak Allah timbul dengan 2 jenis, ialah kehendak anteseden serta kehendak konsekuen. Kehendak anteseden berkaitan dengan kehendak Allah guna membagikan kebaikan kepada manusia. Sebaliknya kehendak konsekuen berkaitan dengan konsekuensi yang dirasakan oleh manusia dalam wujud penderitaan sebagai akibat dari kesalahan yang diperguna oleh manusia.
Definisi Teodesi
Teodisi merupakan pemikiran filosofis guna menanggapi alibi dari Tuhan yang Mahabaik mengizinkan terdapatnya kejahatan di dunia, sehingga sanggup menuntaskan isu dari permasalahan kejahatan. Sebagian ilmu teodisi pula mangulas permasalahan pembuktian kejahatan dengan berupaya guna" menyelaraskan keberadaan Tuhan yang Mahapengampun, Mahakuasa, serta Mahatahu dengan keberadaan kejahatan ataupun penderitaan di dunia".Â
Sebutan ini dicetuskan pada tahun 1710 oleh filsuf Jerman Gottfried Leibniz dalam karyanya yang bertajuk Thodice, meski lebih dahulu bermacam pemecahan guna permasalahan kejahatan sudah diajukan. Filsuf Britania John Hick melaporkan kalau ada 3 tradisi utama dalam teodisi: teodisi Plotinus, teodisi Agustinus, serta teodisi Ireneus. Filsuf lain melaporkan kalau teodisi merupakan disiplin modern sebab Tuhan dalam keyakinan dunia kuno umumnya tidak sempurna.
Kata" teodisi" berasal dari bahasa Yunani ialah theos serta dike yang tiap- tiap berarti Tuhan serta keadilan. Sebutan ini dikaiatkan dengan watak Tuhan yang penuh kebajikan, kemahatahuan serta kemahakuasaan terhadap seluruh makhluk ciptaan- Nya. Kata" teodisi" pula digunakan oleh para teolog guna membagikan pembenaran terhadap seluruh sikap Tuhan atas makhluk ciptaan- Nya.[1]
Sebutan" teodisi" awal kali diperkenalkan oleh filsuf asal Jerman yang bernama Gottfried Leibniz. Dia memperkenalkannya di dalam bukunya yang bertajuk Essais sur la Thodice Bonte de Dieu, la Libert de l' homme et l' origine du mal ataupun diterjemahkan jadi Teodisi: Esai tentang Kebaikan Tuhan, Kebebasan Manusia serta Keaslian Watak Setan.Â
Dalam karya ini, diberikan uraian kalau kebaikan Tuhan tidak berlawanan dengan realitas terdapatnya bermacam- macam tipe kejahatan di dunia. Kejahatan senantiasa terdapat, namun dunia masih jadi tempat yang layak guna ditempati sebab terdapatnya keelokan serta kesenangan.