"Oh jadi gitu, sama seperti suamimu, kamu diam juga kupikir karena kamu ingin jadi ketua." Kata Halima.
"Iya, kupikir juga gitu." Kata Liyana.
"Nggak lah..! Aku tidak pernah ingin punya jabatan di sekolah. Aku pinginnya jadi penjual.." kataku.
"Cuma yaitu, sejak mereka diangkat jadi ketua dan wakil ketua, aku jadi takut, nanti kalau ada inspeksi gimana..?
Terus suamiku juga bilang lagi, 'Ya kalau ada inspeksi bilang saja, terkait hal itu saya tidak tahu-menahu dan tidak ikut-ikut Pak.', gitu katanya. Ya sudah makanya mulai dari sekarang aku akan seperti itu."
"Iya ya, kembali lagi kalau ada inspeksi gimana?" Kata Liyana merenung.
"Ya udah, yang benar ya ikuti kata suaminya Alia, bilang saja mengenai hal itu, saya tidak tahu-menahu." Kata Halima.
"Iya, benar-benar..." kata Liyana, masih setengah termenung.
Hening sejenak. Liyana kemudian berbaring lagi. Aku dan Halima termenung masih termenung. Lalu Halima memandangi lagi gawainya. Aku akhirnya ikut berbaring lagi di sebelah Liyana, sambil memainkan gawaiku.
"Ngomong-ngomong Dinda kok belum kesini, Ya?" Tanya Liyana lagi, tangannya dan matanya masih fokus ke gawainya.
"Ada jam kali," kataku di sampingnya.Â