Mohon tunggu...
Diana Wahyuningtias
Diana Wahyuningtias Mohon Tunggu... ibu rumah tangga -

mom of two yg suka masak, membaca dan makan.\r\n\r\n\r\n\r\n\r\n\r\n

Selanjutnya

Tutup

Cerpen

'Mbah, Kita Kayak Pengemis Aja Ya'

18 November 2011   14:35 Diperbarui: 25 Juni 2015   23:29 171
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Suara cucuku, sania yang menemaniku di siang terik ini membuatku menatapnya pilu. Lidahku terasa kelu, hanya mampu membalas kata-katanya dengan senyum terpaksa. Dalam hati, sudah sejak beberapa menit lalu aku pun mengatakan hal yang sama, aku bagaikan pengemis saja.


Padahal aku bukan peminta-minta. Aku bukan pengemis. Setiap hari aku berjualan buah-buahan keliling dengan bakul yang kupanggul di punggung demi menyambung hidup. Hasilku berjualan itu memang tak seberapa, cukuplah untuk makan aku yang janda ini bersama sania, cucuku.


Sania adalah anak dari putriku semata wayang yang sekarang merantau ke sulawesi. katanya ia disana menjadi perawat manula orang kaya. Aku bersyukur Darmiyanti anakku itu masih rutin mengirimiku sedikit uang untuk biaya sekolah Sania, selain itu di usiaku yang juga manula ini, aku masih bisa mandiri dan kuat berjualan.


Namun entah mengapa, 2 bulan ini Darmi, anakku sing ayu dewe itu belum mengirim uang seperti biasa. 2 bulan lalu dia sempat mengabarkan,

'agak terlambat ya, mak.. 2 minggu lagi aku kirim' kata Darmi ketika menelponku ke hape. Oiya aku ini walau sudah tua dan berjualan keliling juga punya hape lho. hape ini kiriman Darmi sekitar tiga bulan lalu.

Aku cuma mengiyakan kata-katanya waktu itu.

'iya,nduk...'


Ternyata hingga kini Darmi belum juga mengirim uang. Aku nggak enak mau meminta, mungkin anakku di rantau sedang membutuhkan uang itu juga.


Sekarang, persediaan uang sudah menipis dari hasil jual buah keliling tak cukup untuk membayar sekolah sania 2 bulan, ditambah dengan uang ujian akhir yang harus segera dibayar agar cucuku bisa ikut ujian. Besar harapanku ia segera lulus SD dan bisa sekolah di SMP. Akh, semoga Darmiyanti segera rutin mengirimi kami uang lagi untuk meringankan biaya hidup yang makin tinggi saja.


Terpaksa hape ku satu-satunya ini kujual. Uangnya bisa untuk membayar uang ujian dan sekolah Sania. Harapku.


Sudah sejak 1 jam lalu aku dan sania berjalan menyusuri wilayah sekitar pasar biasaku membeli dagangan, ada beberapa toko hape disana dengan jarak berjauhan. Dengan menenteng kotak kardus kecil kesana kemari aku tawarkan hape ini, aku kerap di acuhkan pemiliknya. Padahal aku ini hendak menjual hapeku, bukan ingin meminta-minta.


Penjual pertama, ia membiarkan aku lama menunggu seolah ia sedang sibuk mengutak atik sesuatu, padahal ia tau kardus hape kubawa dan kuletakkan di etalase tokonya. Beberapa saat ketika akhirnya dia menghampiri dan memeriksa hapeku, dia bilang hanya mau membeli seharga 4oo ribu saja.

Aku memilih pergi. Kata anakku dulu, hapeku ini dibelinya seharga 8oo ribu. Aku berharap kali ini bisa menjualnya seharga minimal 5oo ribu.


Aku menuju toko hape lainnya. Dia hanya melirikku sekilas. Dan waktu aku mengatakan hendak menjual hape, dia mengibaskan tangannya tanpa mau melihat ke arahku. Sabar mbah.. aku menghibur diri sendiri.


Penjual ketiga pun menolak membeli hapeku. Katanya hapeku model lama, jadul. 'sekarang ini jamannya Andukin, mbah', gitu katanya..


Disinilah cucuku Sania mengatakan padaku saat kami keluar toko itu,

' mbah kita ini kayak pengemis ya..'


Hatiku miris. Aku pantang minta-minta, jangan sampailah kami menjadi pengemis sungguhan. Tak kusangka juga sebenarnya, menjual hape menjadi hal yang susah. Terkadang memang terasa diacuhkan bagai peminta-minta gratisan, padahal katanya hape ini barang mahal, buat nggaya bisa, buat telpon juga bisa.


Aku lalu menggandeng cucuku yang mulai nampak lelah menemaniku, menuju toko hape keempat. Toko hape terakhir yang kuniatkan 'kulepas jika mau beli walau dengan angka 4oo ribu seperti toko yang pertama'.


Akhirnya hape pun terjual juga dengan harga 45o ribu. Aku tersenyum senang, besok bisa untuk membayar tunggakan sekolah sania, dan aku bisa tenang berjualan buah keliling lagi.


Esoknya seperti biasa aku mulai berjalan berkeliling lagi. Aku sekarang harus berupaya lebih keras agar daganganku laku keras. Aku butuh uang karena Darmi sepertinya juga belum mengirimi lagi entah sampai kapan. biasanya ruteku berjualan di perumahan dan kampung-kampung. Aku kerap berpindah-pindah agar orang tidak bosan padaku.


himpitan ekonomi membuatku harus mencari cara agar jualanku habis laris manis. Akupun mempunyai cara unik, yang mungkin cuma aku yang melakukan itu, yaitu dengan cara menangis. Ya, aku menawarkan buah daganganku sambil menangis. Biasanya kata-kata andalanku,

' bu, pak.. Beli buah saya. Tolong. Dari tadi pagi belum ada yang laku. Saya sudah nggak ada uang buat makan..' kuucapkan sambil airmataku berurai. awalnya banyak yang kasian dan membeli daganganku, tapi lama-lama mereka bosan juga dengan gayaku ini,makanya aku berpindah-pindah tempat agar dapat pembeli baru.


Aku kadang menangis sungguhan karena aku sekarang seperti pengemis beneran yang menghiba-hiba, bedanya aku menghiba agar daganganku dibeli orang.


Untung cucuku Sania tidak tau, aku sekarang terpaksa menjual kesedihan agar kami dapat uang lebih banyak.


Oya, sekarang tempat favoritku berjualan disekitar kampus. Banyak kos-kosan di sana. Apalagi kalo kos-kosanannya perempuan, mereka gampang sekali terenyuh melihat airmataku, lalu patungan untuk beramai-ramai membeli daganganku.

asyiik :)

**********


Terinspirasi dari mbah penjual buah di komplek yang jualannya pakai nangis segala.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerpen Selengkapnya
Lihat Cerpen Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun