Mohon tunggu...
Dian Purnama
Dian Purnama Mohon Tunggu... Freelancer - klaverstory.com

-Job fils your pocket, adventure fils your soul-

Selanjutnya

Tutup

Travel Story Pilihan

Wisata Budaya dan Kuliner Yogyakarta bersama Koteka X KJog

29 Agustus 2023   20:19 Diperbarui: 29 Agustus 2023   20:27 577
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Budhe Mukinem pengrajin kerajinan pandan laut (DokPri)

Ageman atau pakaian tidak hanya berfungsi untuk melindungi tubuh tetapi juga memilki makna filosofi. Surjan bermakna sarojan atau pelita hidup. Pada pakaian surjan terdapat dua kancing yang melambangkan syahadat, 5 kancing melambangkan rukun Islam dan 3 kancing yang melambangkan amarah/nafsu manusia. 

Pelengkap surjan seperti blangkon memiliki 17 lipatan yang melambangkan 17 rakaat. Sedangkan bendolan pada belakang blangkon memiliki makna agar manusia hendaknya merenungkan setiap masalah/amarah sebelum diluapkan/diucapkan.

Selain pakaian kami juga dikenalkan pada hidangan khas Keraton Yogyakarta yang menjadi favorit raja. Kuliner keraton pada jaman dulu tidak diperbolehkan dihidangkan di luar tembok keraton. Saat ini hidangan tersebut bisa kita cicipi dan menjadi salah satu menu jika berkunjung ke nDalem Benawan.

Makan siang kami hari itu sangat luxury karena menu raja Keraton Yogyakarta. Pertama-tama kami mencicipi Songgobuwono sebagai makanan pembuka. Songgo buwono berasal dari kata songgo (membawa) dan buwana (dunia) yang bermakna penyangga kehidupan. Kudapan ini sudah cukup familiar karena biasanya dihidangkan di acara pernikahan. 

Kue soes yang berisi daging cincang yang sudah dimasak dengan bumbu mirip bistik lalu diberi telur rebus di atasnya. Kemudian disajikan dengan mayones ditambah acar timun dan  daun selada. Hidangan ini tentu saja ada pengaruh dari kuliner Belanda kala itu.

Gecok Ganem (DokPri)
Gecok Ganem (DokPri)

Main course atau hidangan utama kami adalah Gecok Ganem atau Cok Genem. Bola-bola daging yang dimasak dengan santan dan diberi belimbing wuluh. Hampir mirip dengan lodeh tetapi lebih light. Meskipun dimasak dengan santan tapi rasanya segar, mungkin karena ada belimbing wuluh. 

Hidangan penutup kami siang itu adalah manuk enom yang memiliki makna awet muda dan kuat. Dari namanya saja sudah terdengar unik apalagi rasanya. Teksturnya mirip pudding yang dibuat dari tape ketan hijau dan dimakan bersama dengan emping. Jadi perpaduan manis dan rasa fermentasi tape berpadu dengan asin gurih dari emping. 

Dari tiga kuliner yang saya cicipi diatas hanya Songgobuwono yang mudah ditemukan di pasar atau toko roti. Sementara Gecok Ganem dan Manuk Enom mungkin hanya bisa ditemukan di resto yang khusus menyajikan masakan khas Keraton saja salah satunya di nDalem Benawan. 

Tidak hanya concern melestarikan budaya Jawa, Bapak RM Hertriasning juga tergerak membantu UMKM di Yogyakarta. Keterlibatan beliau sebagai Pembina Faircle Trade and Tourism saat ini sangat membantu usaha lokal seperti kerajinan pandan laut Budhe Mukinem dan petani teh di Kulon Progo. 

Budhe Mukinem pengrajin kerajinan pandan laut (DokPri)
Budhe Mukinem pengrajin kerajinan pandan laut (DokPri)

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
Mohon tunggu...

Lihat Konten Travel Story Selengkapnya
Lihat Travel Story Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun