Saya tidak dapat menyembunyikan senyum lebar saya (tapi terhalang masker off course) ketika mendengar seluruh peserta akan diajak jelajah pantai dengan menggunakan jeep. Â "Wow jeep off road," sorak saya tetapi tidak terdengar sih karena masker cukup rapat menutup mulut. Setidaknya ketika saya menengok ke arah mbak Latifah, saya melihat matanya juga berbinar.Â
Yap, kami bertiga (saya, mbak Retno dan mbak Latifah) mewakili KJog (Kompasiana Jogja) berkesempatan untuk ikut kegiatan Famtrip (Familiariazation Trip) yang diadakan oleh Dinas Pariwisata Kulon Progo pada hari Kamis, tanggal 17 Maret 2022 yang lalu.Â
Jelajah Kawasan Pantai Glagah Kulon Progo
Jeep berukuran kecil warna-warni mulai berdatangan, satu demi satu memasuki halaman saat kami sedang asyik memperhatikan lincahnya jemari nelayan menjalin jala. Ada sekitar 7 jeep berjajar siap mambawa kami menjelajah kawasan pantai Glagah di pagi itu. Pagi itu kami di temani mas Bayu dan tim dari  @jeep_wisata_glagah_official (JEWIGA).Â
Mulanya jalan masih beraspal, kami menuju ke Laguna Glagah. Satu dua nelayan tampak sedang sibuk mencari ikan dengan jala. "Di sini air payau, campuran air laut dan air tawar." Seorang nelayan menjawab pertanyaan salah satu dari kami apakah laguna ini air laut atau air tawar. Di dekatnya ada sebuah wadah bambu tempat menyimpan ikan hasil tangkapan.Â
Bapak nelayan juga menawarkan kepada kami jika ingin mencoba melemparkan jala. Terlihat simple tapi ternyata ada trik sehingga jala terlempar dengan benar dan ikan bisa terjaring. Di ujung jala ada lingkaran-lingkaran besi yang berfungsi sebagai pemberat. Pada sisi jala yang hendak dilempar lingkaran besi ini menjadi patokan untuk membagi jala menjadi dua. Sementara sisi jala yang satunya diletakkan di lengan.Â
Byuk. Jala sudah terlempar beberapa ikan  nyangkut setelah jala ditarik. Melepaskan ikan dari jala pun juga ada tips, saya memperhatikan bapak nelayan saat memandu seorang teman yang melepaskan ikan hasil tangkapan tadi.Â
Sayang saya sedang tidak ingin menjajal pengalaman menjadi nelayan hari itu. Pemandangan di Laguna ini mencuri perhatian saya. Sedari tadi saya hanya berdiri di bagian belakang jeep asyik memotret sambil sesekali mendengarkan percakapan bapak nelayan dengan peserta FamTrip.
Jejak Roda Jeep Fun Offroad, Cara Lain Menikmati Wisata Pantai GlagahÂ
Mas Bayu mengajak kami untuk melanjutkan perjalanan. Ah rupanya ini adalah pemberhentian pertama sebelum kami menuju ke track off road yang sebenarnya. Ada 4 orang di masing-masing jeep plus satu driver. Satu orang duduk di bagian depan, di samping kemudi sementara yang lain ada di belakang.
Jeep melaju kencang, kami bertiga memilh untuk berdiri, lebih nyaman untuk berpegangan, merasakan angin dan melihat pemandangan. Kereeen polll, persis di sisi kanan kami adalah YIA (Yogyakarta International Airport), bandara barunya Jogja.
Sesekali  kami berpapasan dengan pesawat yang terbang sangat rendah. Senangnya bandara sudah kembali ramai, pertanda baik aktivitas ekonomi terutama pariwisata sudah perlahan kembali normal. Mudah-mudahan saja ya wisata di Pantai Glagah juga bisa kembali bergeliat setelah pandemi.Â
Bruk, lamunan saya tiba-tiba terhenti karena jeep ngerem mendadak. Aw teriak kami bersamaan saat lutut kami ketatap (membentur) jeep. Enggak terasa sakit, eh ternyata sesampainya di rumah biru-biru di lutut hahaha
Ternyata salah satu jeep terjebak di pasir dan sedang berusaha keluar. Matahari bersinar cukup terik, untung kepala saya terlindung dengan helm. Entah ya kalau lengan tangan, sudah mulai terasa perih. Saya  lupa tidak pakai sunblock, ah benar saja keesokan harinya langsung gosong dan belang.Â
Gimana tidak gosong, lokasi fun off road kami di sebuah padang pasir dengan bukit-bukit kecil yang membuat tanjakan naik dan turun dengan curam. Benar-benar membuat jantung berpacu saat melewatinya, belum lagi tikungan saat berbelok. Untungnya para driver sudah lihai semua dengan track macam ini.Â
Sayang sekali sedang tidak ada pesawat yang landing atau take off, jadi kami gagal berfoto dengan latar belakang pesawat. Â Lanjooott track berikutnya! Kali ini track air. Barang-barang bawaan yang ada di bawah dipindahkan ke atas kursi agar aman dari air.
"Tau gitu mendingan ransel ditinggal di mini bus aja ya," kata mbak Retno. "Iya, aku aja tas ditinggal, cuma bawa tas ini," ujar Chai salah seorang teman dari GENPI sambil menunjukkan tas slempang kecil berwarna coklat yang ada di dekat kakinya.Â
Ya memang seperti tahun lalu, acara Famtrip DinPar Kulon Progo mengajak komunitas pariwisata, penggiat media sosial, perwakilan Dinas Pariwisata  DIY dan stakeholder pariwisata seperti HPI (Himpunan Pramuwisata Indonesia), GIPI (Gabungan Industri Pariwisata Indonesia) dan ASITA (Association of Indonesian Tours and Travel Agencies).
Beberapa saat setelah menerobos hutan cemara, kami pun tiba di track air. Semoga tidak terlalu dalam. Jeep kami masuk berurutan karena berada agak dibelakang jadi punya sedikit jeda untuk mengatur nafas hahaha. Maklum lah saya ndak bisa renang, agak was-was kalau berurusan dengan air.Â
Saya menghela nafas lega saat tau track air ternyata bukan sungai melainkan bagian pinggir laguna. Dalamnya pun tidak sampai menelengelamkan jeep, sekitar setengah sampai tiga perempat roda jeep maksimal. Teriakan langsung membahana bersamaan dengan gronjalan-gronjalan yang membuat badan kami tergoncang ke sana-kemari. Hp aman di saku celana sehingga kedua tangan bisa berpegangan pada besi jeep.
Kira-kira 20 menit berada di ketengangan menghadapi track air, kami menutup off road di Pantai Glagah. Track pasir yang landai ini cukup asik untuk berkonvoi dan menikmati angin pantai. Sayangnya panas matahari sangat terik, maklumlah menjelang jam 12 siang
Pesona Kulon Progo dalam Budaya, Kuliner dan Eduwisata.
Keseruan Famtrip kali ini tidak hanya menaiki jeep wisata, masih ada lagi dong. Dari pantai lari ke gunung, di Kulon Progo bisaaa. Â Setelah dari Pantai Glagah kami menuju desa wisata Purwosari. Tari Angguk yang merupakan tarian khas Kulon Progo ini menjadi tarian pembuka yang menyambut kedatangan kami di Sekretariat Desa Purwosari.Â
Sementara pada bagian penutup nanti akan ada pementasan sendratari Sugriwa Subali yang dipentaskan di amphitheatre Gua Kiskendo. Semua seniman dan penari adalah putra-putri daerah Kulon Progo. Keren banget yak.Â
Tak jauh dari Sekretariat Desa Purwosari ada sebuah  perkebunan teh petani lokal dan pusat pembuatan kopi. Rupanya Pegunungan Menoreh menyediakan teh dan kopi terbaiknya. Setelah melihat proses pembuatan dan mencicipi segelas Teh Gumilir, saya memutuskan untuk membawa pulang satu bungkus agar bisa menikmatinya di Jogja. Barangkali ada kawan yang bertamu, kan saya bisa menyeduhkan teh ini sebagai suguhan, biar makin banyak orang yang kenal teh hijau khas Menoreh.
Tidak hanya teh yang membuat saya terpukau, kopi Menoreh yang konon punya rasa khas ini harus diadu oleh penikmat kopi. Sayangnya karena terburu-buru meninggalkan Kopi Jebret saya lupa membelinya. Wah rasanya harus merencanakan untuk kembali ke sini lagi dan membawanya pulang.
Di tengah perjalanan dari kebun Teh Gumilir dan Kopi Jebret kami menyempatkan untuk mampir ke peternakan kambing. Eits tapi bukan kambing yang biasa untuk kurban itu lho ya.Â
Saya sempat heran karena kandangnya super elit. Dengan kayu yang dipelitur mengkilat, kandangnya juga sangat bersih meskipun ya namanya kambing tetap sedikit beraroma hahaha.Â
Percaya nggak kalau jenis kambing ini bisa mencapai milyaran apalagi kalau si kambing menang kontes. Yup, kambing yang diternakan di sini adalah kambing etawa, lebih khususnya disebut perwa alias peranakan etawa. Lebih takjubnya lagi seekor kambing di peternakan ini ternyata seharga 20 juta satu ekor. Padahal di kandang ini ada lebih dari 10 ekor kambing. Xixixixi itung sendiri lah nya kira-kira berapa total asetnya
Penutup
Jujurly di trip kali ini kaya ilmu pengetahuan. Gimana enggak? Mula-mula ilmu menjalin jaring jala sampai menangkap ikan. Kemudian belajar cara memetik dan memasak teh hijau yang enak dan berkualitas. Sebagai penikmat kopi, saya dapat banyak ilmu di Kopi Jebret terutama cara menyeduh kopi.Â
Masih ada lagi cerita tentang tari Angguk dan kisah dibalik cerita Sugriwa Subali dan Gua Kiskendo. Itu aja? Ehmm kuliner lokalnya yaitu pecel pincuk, geblek, nasi nuk santri dan dawet sambel yang baru saya tahu untuk pertama kalinya. Wah kalau harus diuraikan di tulisan bisa setebal skripsi hehehe.
Mumpung lagi cerita tentang Kulon Progo dan pariwisata sudah dibuka lagi. Sekarang kalau udah nyampe Jogja dan kamu menggunakan transportasi udara. Setelah sampai bandara jangan buru-buru  ke menuju kota Jogja atau ke kota lain. Jelajah Pantai Glagah pakai jeep  dulu sambil menikmati sore sekaligus nyunset di pantai. Romantis kan.
Atau kalau jadwal penerbangan pulang di pagi hari, dari pada mruput dari Jogja mending sehari sebelumnya udah sampai di Kulon Progo. Terus lanjut explore Kulon Progo satu hari. Wah pasti postingan liburan di Jogja bikin temen-teman medsosmu makin mengiri. Sekian cerita dari FamTrip DinPar Kulon Progo. Selamat berlibur dan sampai ketemu di Kulon Progo ya
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H