Duduk melingkar di sebuah galeri perak dan dikelilingi asesoris/kerajinan perak kami memulai obrolan kami. "Apa sih yang diinginkan dari kelas saham ini?" begitulah Pak Eko membuka kelas ini sekaligus menjadi bahan perenungan sebelum membahas lebih lanjut.Â
Tentu saja saya yang buta tentang saham berharap bisa mendapatkan pengetahuan tentang saham. Yap, sesederhana itu saja dulu karena saya sadar bahwa saham tidak bisa dimengerti dalam waktu 60 menit, apalagi saat istilah-istilah saham mulai disebut mendadak lapar lagi saya hahahaha.Â
Setidaknya ada benang merah yang bisa saya ambil dalam diskusi sore itu sebelum saya memutuskan akan berinvestasi di saham.
Poin satu adalah investasi bisa dilakukan jika ada duitnya, tentu saja ini adalah tipe uang yang idle yang memang tidak kita alokasikan untuk apapun.Â
Investasi bentuk apapun selalu ada resiko, nah di saham kali ini selain kerugian materi/uang kita juga harus menyiapkan diri secara psikologis.Â
Poin dua menyiapkan mental/psikologis  karena secara energi dan waktu akan terkuras untuk mengamati pasar modal, kapan harus membeli atau menjual termasuk mengatasi rasa kecewa.Â
Poin terakhir adalah kemampuan menganalisa ada 2 hal yang bisa dijadikan parameter sebelum memutuskan membeli saham yaitu membeli saham perusahaan yang aktif dan membaca laporan keuangan perusahaan tersebut.Â
Lalu bagaimana dengan uang seratus ribu? 1 lot = 100 lembar , misalnya sebuah perusahaan menjual sahamnya senilai Rp. 100,- per lembar maka dengan seratus ribu sebagai modal awal saya bisa beli 10 lot.Â
Jika kondisi ekonomi negara yang stabil/aman dan neraca perusahaan tersebut meningkat dari tahun ke tahun bukan tidak mungkin 10 tahun lagi mereka sudah menjual sahamnya di harga 10.000 per lembar.Â
Bisa dihitung kan berapa keuntungan saya 10 tahun ke depan?Â