Pernah dibuat kaget oleh kenyataan bahwa ada sekitar  hampir 10 orang dari 40 teman sekelas saya waktu SMA dulu ternyata adalah perokok. Salah seorangnya adalah sahabat baik saya, awal mula dia merokok pada waktu SD kelas 5 kalau tidak salah, dan orang yang mengajari dia merokok adalah kakak laki-lakinya. Kelas 5 SD coba bayangkan, itu artinya saat itu dia berusia 11 tahunan dan sudah 5 tahun dia merokok kala itu.Â
Setelah sempat menghilang tanpa kabar selepas SMA, akhirnya saya beruntung bisa bertemu dengannya lagi. Semua berubah, ya maklum sudah emak-emak dengan bontot 1. Dan ketika di tengah obrolan dia mengeluarkan bungkusan kertas berwarna putih dan lighter dari sakunya, spontan saya berteriak,"Hah, masih?" (merokok) sambil melemparkan senyum kecut kepadanya. Sesulit itukah berhenti merokok? tanya saya dalam hati
Seolah pertanyaan saya akan terjawab, saya langsung mengiyakan undangan dari KJog untuk menghadiri seminar dengan tema "Pengurangan Bahaya Tembakau dan Upaya Berhenti Merokok Dalam Perspektif Farmasi dan Kesehatan Publik" pada hari Sabtu 9 November 2019 bertempat di Sheraton Hotel, Yogyakarta.Â
Kegiatan seminar ini merupakan salah satu rangkaian kegiatan hari ke 2 Asian Young Pharmacist (AYPG) Leadership Summit 2019. Salah satu yang alasan utama yang mendorong Indonesia Young Pharmacist Group (IYPG) bersama dengan Koalisi Indonesia Bebas TAR (KABAR) mengadakan seminar ini adalah belum tersebarluasnya informasi mengenai Tobacco Harm Reduction ke masyarakat. Di sinilah  peran apoteker sangat diharapkan dapat membantu memberikan informasi kepada publik mengenai konsep pengurangan bahaya tembakau.
Dr. drg. Amaliya Msc. Phd menceritakan pengalamannya membantu pasien-pasien dalam program berhenti merokok. Sebagian besar dari pasien tersebut datang memeriksakan diri dalam keadaan kerusakan rongga mulut yang sudah tergolong parah. Mulai dari perubahan warna gigi dan gusi, tumpukan karang gigi sampai pada kanker rongga mulut. Separah itukah rokok? Iya, apalagi jika aktivitas merokok sudah dilakukan dalam jangka waktu  puluhan tahun.
Selama ini  nikotin dikenal masyarakat sebagai penyebab utama penyakit berbahaya yang muncul karena rokok, hal tersebut tidak lah salah adanya zat adiktif dan psikoaktif yang terkandung didalamnya. Padahal TAR  lah yang mengandung zat karsinogenik penyebab kanker yang dihasilkan dari pembakaran rokok.Â
Fakta ini ternyata bertolak belakang dengan jumlah perokok aktif yang justru semakin bertambah. terhitung perokok aktif di Indonesia ada sekitar 58,7 juta orang dengan kategori usia 10 tahun ke atas. 24 %nya adalah perokok sehari-hari dan 32,1 % pelajar di Indonesia pernah merokok. Indonesia darurat rokok begitulah drg Amaliya menegaskan, dan ini haruslah menjadi perhatian semua pihak.
Tobacco Harm Reduction bertujuan untuk meminimalkan dampak buruk terhadap kesehatan karena penggunaan produk tembakau dan fokus untuk mengurangi atau menghilangkan penggunaan tembakau yang dibakar dengan beralih ke produk nikotin lainnya misalnya dengan menggunakan nicotine patch/koyo nikotin, nicotine gum/permen nikotin, nicotine inhaler
Dengan mengenal  bahaya tembakau diharapkan keinginan berhenti merokok sebaiknya berawal dari keinginan si perokok. Sebagai langkah awal perokok aktif jelas akan sangat kesulitan menghentikan kebiasaannya, biasanya mereka beralih dari rokok yang dibakar menjadi rokok elektrik/vape.Â
Keberhasilan seorang perokok berhenti merokok adalah tanggung jawab kita bersama karena kenyataannya perokok pasif pun juga bisa terkena resikonya, nah lo. jadi mari saling support, Semua pasti bisa berhenti merokok.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H