Tiba-tiba kawan saya memanggil, rupanya dia sudah bertanya-tanya ke bagian informasi. Untuk naik perahu cukup membayar Rp. 5.000 per orang sudah termasuk life vest per orang apabila dengan pemandu tambah Rp. 10.000,- Kalau hanya 2 orang menggunakan perahu kano, tetapi kalau 4 orang bisa menggunakan perahu karet.Â
Perahu karet maksimal bisa diisi 9 orang. Â Kami datang berempat jadi cukup membayar Rp. 30.000,- saja dan memilih menggunakan jasa pemandu. Itu biaya untuk menyusuri sungai saja. Bagi yang ingin menguji adrenalin bisa ambil paket rafting biayanya sekitar Rp. 250.000,- dengan rute paling jauh sampai ke Siluk.Â
Berhubung nyali kami tidak terlalu tinggi, kami tidak memilih paket rafting. Dengan ditemani 2 orang pemandu kami memulai petulangan kami menyusuri Sungai Oyo. Untunglah mas-mas pemandunya cukup baik hati karena selain membantu mendayung juga merangkap fotografer yang handal.Â
Mereka mengabaikan wajah pucat kami yang takut air karena tidak ada satu pun dari kami yang bisa berenang. Sepanjang perjalanan mereka terus mengajak kami mengobrol dan bercanda.Â
Menurut cerita mereka sumber air dari Sungai Oyo ini berasal dari rawa, sehingga air sungai ini tidak berwarna coklat, dari jauh berwarna agak keabuan dan tidak keruh/bening. Benar saja saya melihat air sungai yang masuk ke perahu karet ini bening.
Ada juga cerita tentang badai cempaka yang membuat jembatan Selopamioro yang baru saja kami lewati putus, dan belum dibangun lagi. Sehingga untuk saat ini hanya ada perahu untuk menghubungkan desa Selopamioro dengan desa di seberang. Â
Pemandangan disini cukup cantik, betapa tidak di kiri kanan kami adalah ngarai hijau yang penuh dengan pepohonan, belum lagi langit biru dan gemericik arus sungai, meskipun matahari bersinar dengan teriknya. Ya salah kami juga sih turun ke sungai menjelang jam 12 siang begini.Â
Pemandu kami mengarahkan perahu ke hamparan batu-batu, tampaknya tempat ini adalah the best spot for photoshoot. Menurut perkiraan saya, batu-batu ini adalah dasar sungai, karena debit sungai yang tidak terlalu banyak dan letaknya lebih tinggi, maka baru-batu ini tampak seperti daratan.Â
Belum lagi ngarai-ngarai hijau di sekelilingnya, nah salah satu dari ngarai tertinggi yang tampak dari bawah sini adalah Mangunan Kebun Buah di Imogiri, Yogyakarta. Salah satu tempat tujuan wisata yang ada di Imogiri sini.Â
Makanya tidak heran kalau hasil jepretan foto-foto disini cukup bagus. "Biasanya nunggu sunset dari sini mbak." kata mas-mas pemandu. Tetapi saya ngeri juga membayangkan kalau harus disini sampai sunset sementara kondisi jalan yang sempit dan ada beberapa bagian yang longsor dengan hanya diterangi lampu kendaraan saja.Â
Saat pulang dayungan kami makin berat karena harus melawan arus, pedayung dadakan seperti kami ini malah hanya akan membuat perahu terombang-ambing kesana kemari. Untunglah mas-mas pemandu yang duduk di paling belakang sudah lihai dan mengarahkan perahu untuk menepi. Wajah pucat ketakutan sudah berganti dengan tawa lepas nan sumringah.Â